Perkataan bude seolah menampar Ola untuk kembali pada realita. Dirinya mungkin memang tidaklah cocok untuk Javas yang berasal dari keluarga yang utuh dan harmonis.
Gadis itu berbalik dan akan meletakkan belanjaan di meja ruang keluarga sebelum mendengar suara mama berceletuk.
"Memang kamu pikir sejelas itu latar belakang keluarga ini? Bahkan kamu menikah dengan orang yang bahkan tidak tau siapa keluarga aslinya. Jadi, jangan ajari aku tentang hal itu. Di antara kami semua, mungkin Ola yang punya latar belakang paling jelas."
Ola membeku di tempatnya. Jujur, ia terharu mendapat pembelaan seperti itu. Secara bersamaan ia juga bertanya-tanya maksud ucapan Mama Kia.
"Latar belakang paling jelas?" Gadis itu membatin.
"Loh, belum ke dapur? Sini aku bawain kalau begitu," kata Javas yang baru saja masuk rumah.
Lelaki itu mengambil alih kantong belanja dan berjalan menuju dapur. Ola juga mengikutinya.
Suasana dapur tampak cukup menegangkan. Mama dan bude saling menatap. Namun, tatapan itu terputus setelah Javas dan Ola masuk dapur. Keduanya kembali melanjutkan kegiatan memasak yang tertunda.
"Banyak sekali belanjaannya," sambut mama.
"Ini semua dikasih orang-orang pasar. Mereka ingat Javas sama Mbak Ola," ujar lelaki itu.
Sementara itu, bude diam saja. Meski sesekali tampak melirik sinis ke arah Ola dan Javas.
"Ada yang bisa dibantu, Ma?" Akhirnya gadis itu menawarkan diri untuk membantu. Dia merasa tidak enak kalau hanya berdiam diri saja sementara yang lain sibuk.
"Ini bisa kita handle kok. Mending kamu sama Javas bantu yang lain petikin bunga sama buah untuk acara besok," kata mama.
Ola mengangguk kecil, sementara Javas dengan antusias kembali menggamit jemari Ola untuk digenggamnya.
Lelaki itu seolah ingin memperlihatkan tentang mereka yang kembali bersama merajut tali kasih.
Ola mengikuti langkah Javas. Mereka keluar dari halaman belakang menuju pematang ladang nan luas.
Di kejauhan, para pemuda terlihat sibuk memegang keranjang kecil untuk memetik beberapa buah strawberry dan berry lainnya.
"Bunganya, Mas! Itu Om Harsya sendirian di ladang bunga!" Seru Gita.
Ola sendiri tidak begitu ingat kalau ada ladang bunga. Apa mungkin baru-baru ini ditanam? Entahlah. Ia sudah terlalu lama meninggalkan Desa Lembah.
Langkah keduanya seirama meski Ola berada di belakang Javas sebab pematang ladangnya hanya bisa dilalui seorang saja.
Mereka berjalan semakin jauh hingga melihat satu pemuda yang sibuk memetil beberapa tangkai bunga sedap malam.
"Ini guntingnya, Mas, Mbak, terus metiknya secukupnya aja ya," pesan pemuda bernama Harsya tersebut.
"Oke," ujar Javas. Kemudian mengajak Ola untuk memetik di bagian lain ladang bunga, agak menjauh dari tempat Harsya.
Bersama, dua sejoli itu memilih bunga yang bagus untuk dipetik dalam hening. Hanya suara gunting dan tangkai bunga yang bergesek satu sama lain menjadi latar suara di antara keduanya. Hingga Ola berdehem.
"Aku pikir lagi, kayaknya ini kecepetan," ungkap Ola.
"Kecepetan?"
Javas tetap melakukan aktivitas memetiknya sambil menanggapi ucapan sang gadis.
"Iya," ucap gadis itu. Ia memetik setangkai bunga dan meletakkannya ke dalam keranjang yang ia bawa. "Terlalu cepat untuk mutusin balik lagi."
"Terus nggak cepetnya berapa lama?" Javas menghentikan gerakan memetiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
Roman d'amourJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...