19. Under The Sky

11.7K 1.2K 46
                                    

Ola merasakan tubuhnya diguncang. Suara memanggil namanya terdengar semakin jelas terdengar.

"Mbak Ola."

Perlahan mata gadis itu terbuka. Ia mengerjapkan mata dan melihat sosok Gita duduk di sampingnya.

"Ayo mbak, lihat matahari terbit." Ajak Gita.

Ola terduduk. Ia mengucek matanya sebelum memasang sarung tangan dan sepatu untuk persiapan keluar tenda.

Jujur, ia masih mengantuk. Semalam ia baru tidur di jam dua belas. Gadis itu terjaga, duduk di depan api unggung bersama Javas yang tertidur sambil duduk.

Udara yang sangat dingin langsung menembus kulit wajah Ola begitu ia keluar dari tenda.

Api unggun yang semalam hanya menyisakan bara yang tampak melemah. Namun kompor menyala. Di atasnya ada panci berisi air. Jovan terlihat sibuk membuka bungkus kopi dan menuangkannya ke gelas-gelas.

Langit memang masih kelam. Namun taburan bintang malah indah saat Ola mendongak. Semalam ia juga sudah lihat. Memang, tidak ada tandingannya langit malam di atas bukit itu.

"Pagi!" Sapa Jevin dengan senyum lebar. Pemuda itu baru keluar dari tendanya dengan rambut berantakan dan mata khas bangun tidur.

"Pagi," balas Ola ramah.

Namun gadis itu malah memindai sekitar. Ia tidak menemukan sosok Javas. Padahal semalam lelaki itu tertidur di dekat api unggun.

"Mas Javas di sana kalau Mbak Ola cari keberadaannya," ucap Jovan. Seolah membaca pikiran Ola.

Gadis itu sempat terkesiap, namun segera menguasai diri. "Oh... nggak nyariin kok."

Agak menyesal ia berkata demikian sebab malah menambah kesan kalau ia memang mencari Javas.

Dari sudut matanya, gadis itu melihat Javas sedang membantu pendaki lain membetulkan tenda. Lelaki itu sedikit berbincang dengan pria yang mungkin pemilik tenda.

"Terima kasih," ucap pria itu saat Javas pamit, kembali ke tempatnya.

"Kopi!" Jevin memberikan gelas kopi satu per satu pada rombongan mereka.

Kali ini, Ola bersama Gita duduk di depan tenda mereka. Begitu pun Javas beserta dua adik kembarnya.

"Mataharinya terbit jam lima." Javas memberikan informasi. Sementara sekarang masih setengah lima.

"Oke," tanggap Jevin.

Jovan dan Gita lebih banyak diam. Mereka mungkin kedinginan dan tidak bertenaga untuk bicara banyak. Di samping Ola, sepupu Javas itu menggertakkan gigi. Ia menggigil dingin.

Tidak tega, Ola akhirnya merangkul gadis muda itu. Berbagi kehangatan tubuh akan lebih efektif menghalau dingin.

Jovan sendiri akhirnya merapatkan duduk pada sang kakak dan memeluknya dari samping.

"Arah mataharinya dimana?" Tanya Ola.

"Di belakang Mbak Ola sana," jawab Javas.

Lelaki itu menyesap kopi panas yang sudah Jevin siapkan. Ola pun melakukan hal serupa. Kantuknya masih tersisa dan mungkin segelas kopi dapat membantunya menghalau rasa mengantuk itu.

Beberapa menit duduk dan menyeruput kopi, akhirnya Jevin bergerak lebih dulu ke arah matahari terbit. Jovan dan Gita yang tidak mau kalah juga menyusul.

Kini hanya ada Ola dan Javas yang masih duduk bersila di depan tenda masing-masing. Keduanya terjebak dalam keterdiaman.

"Ayo," ajak lelaki pada akhirnya.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang