50. It's All About Our Feeling

10.6K 1K 62
                                    

Suara kekehan itu, senyum lebar yang membuat dua pipinya membentuk lesung, dan tatapan matanya yang berbinar meski cahaya begitu samar. Semuanya Ola rindukan dari lelaki yang saat ini duduk di sampingnya. 

Bahkan, perbincangan santai seperti yang mereka lakukan saat ini, amat ia rindukan juga. Memori indah Ola dengan Javas bukan karena sesuatu yang spektakuler. Semuanya hanya hal kecil, tapi sungguh berkesan. 

Meski sebentar, hubungan mereka ternyata cukup dalam kala itu. Hal yang membuat Ola dan Javas tidak bisa dengan mudah mengenyahkan rasa pada satu sama lain meski waktu bergulir begitu lama. Rasa yang mendalam menjadi alasan utama selain keengganan keduanya membuka hati untuk orang lain. 

Setelah tujuh tahun lamanya, kedua insan itu akhirnya bisa kembali tertawa kecil. Lebih tepatnya, Ola yang tertawa setelah mendengar pertanyaan Javas tentang adakah orang istimewa di dalam hidupnya kini. 

Namun, lelaki itu malah memasang tampang serius setelah mendengar jawaban Ola. Setelah itu berkata, "saya terlalu sibuk patah hati."

Wajah tampan Javas tampak memelas. Lelaki itu benar-benar serius dengan yang diucapkannya. Barusan, ia mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasa selama ini. Kalimat itu sungguh sederhana, tapi cukup menghujam hati Ola. Ia sadar bahwa dirinyalah yang membuat hati itu patah. 

"Mbak Ola harus tanggung jawab sekarang," lanjut lelaki itu.

Sebelah alis gadis itu terangkat, "maksudnya?"

Masih dengan ekspresi serius Javas berucap, "Tanggung jawab benerin lagi hati saya yang patah gara-gara Mbak Ola."

"Hah?"

Ola sama sekali tidak bisa berkata-kata. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Otaknya sedang bekerja untuk mengartikan maksud dari perkataan Javas. Sementara hatinya kembali bergemuruh. Debaran jantungnya begitu keras dan semakin cepat ketika otaknya sudah berhasil menemukan maksud ucapan Javas. 

"Ini sudah tujuh tahun berlalu. Apa iya hati Mas Javas masih patah?" Tanya Ola. 

Javas berdecak kesal, "kalau nggak patah ngapain saya rela hampir dilangkahi Opan?"

"Dilangkahi Opan? Opan mau nikah?" Fokus Ola jadi terpecah. Informasi tentang salah seorang adik Javas yang akan melepas masa lajang menjadi lebih menarik. 

Sebenarnya, itu hanya pengalihan isu yang cukup bagus bagi Ola. Gadis itu masih belum siap memulai segalanya kembali. Apalagi setelah lama sekali keduanya berpisah. Lalu, bagaimana proses perpisahan itu terjadi, masih menjadi pertimbangan buat Ola. Toh, mereka juga baru beberapa kali bertemu lagi. 

"Iya, minggu depan." 

Lelaki itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi taman. Kali ini, tatapannya tertuju pada langit malam tak berbintang. 

"Salam buat Opan. Bilangin, semoga jadi keluarga samawa," ucap Ola kemudian. 

"Bilang aja sendiri ke orangnya," celetuk Javas.

Atensi lelaki itu kembali pada profil profil samping Ola. Sadar sedang diperhatikan, gadis itu pun dengan sengaja menatap jalanan yang masih ramai lalu-lalang kendaraan. 

"Saya serius, Mbak." 

"Serius apa?"

"Minta tanggung jawab."

"Bahasanya kayak ambigu banget masnya."

"Terus gimana? Memang hati saya patah gara-gara Mbak Ola kan."

Gadis itu memutar matanya. Javas benar-benar pandai membuat perasaannya campur aduk. Antara berdebar karena senang, kesal, dan juga tersindir. Semua rasa itu menjadi satu mengaduk batinnya. 

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang