Jalanan itu terlihat familiar, tapi terasa berbeda. Seingat Ola, itu adalah jalanan berkerikil tajam. Namun sekarang beraspal halus. Kemudia, tiga rumah di sana menjadi lebih banyak jumlahnya.
Sekarang, ada tujuh rumah yang tiga di antaranya bertingkat dengan ukuran yang lebih besar. Semua rumah berdesain layaknya villa itu terlihat indah.
Mobil yang disetiri oleh Jiyad itu semakin dekat dengan rumah besar yang paling ujung.
Jantung Ola pun berdebar semakin cepat. Apalagi saat ia melihat ada beberapa orang sedang beraktivitas di sekitarnya.
"Saya ke tempat lain aja deh," kata Ola kemudian.
"Udah terlanjur, mama di luar," kata Jiyad.
Benar saja, Mama Kia berjalan menuju gerbang depan. Kaca mobil yang amat transparan jelas saja membuat keberadaan Ola dapat jelas terlihat.
"Ayo, Mbak," ajak Javas saat mobil telah berhenti dengan sempurna.
Rasanya gadis itu lemas. Kakinya seperti jelly, tidak bertulang. Selain Mama Kia, di depan gerbang juga tampak Jevin yang selalu memamerkan senyum cerahnya.
"Ayo," ajak Javas lagi.
Bahkan, lelaki itu masih duduk di tempatnya. Di bangku penumpang bagian depan meski Jiyad sudah keluar.
Lelaki itu pun turun lebih dulu dan membuka pintu penumpang tengah sambil mengulurkan tangan.
"Ada say... maksudnya aku." Tiba-tiba saja Javas membahasakan dirinya menjadi "aku".
Jujur, Ola jadi geli dibuatnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka ber-aku-kamu.
Gadis itu menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengeluarkan kaki kirinya dari mobil.
"Apa kabar, Ola?" Sambut mama dengan hangat.
Air mata Ola sampai mendesak keluar dibuatnya. Matanya berkaca-kaca karena sadar kalau dirinya juga merindukan Mama Kia.
"Ma," gumam gadis itu. Ia pun berhambur ke dalam pelukan mamanya Javas itu.
"Astaga... kamu tambah cantik aja," puji mama.
Dibelainya punggung Ola. Kemudian membalas pelukan gadis itu dengan perasaan hangat.
Javas yang melihat hanya bisa tersenyum. Lelaki itu tidak menyangka mama tidak canggung sama sekali ketika memeluk Ola.
"Mau sekalian aja gitu, Mas?" Bisik Epin.
"Sekalian apaan?" Tanya Javas sambil mengerutkan kening.
"Sekalian akad. Biar berasa nikah massal gitu ntar hari Sabtu," jawab Epin sambil terkekeh.
"Oh iya, kenalan dulu sama keluarga lainnya ya Ola." Mama melepas pelukan. Kini, gadis itu digandeng masuk rumah.
Ola menoleh ke arah Javas sambil mulutnya bergerak meminta bantuan. Gadis itu sama sekali belum siap untuk berhadapan dengan keluarga besar Javas.
"Dek, batalin aja pesanan kamar di penginapan dekat rumah sakit. Mbak Ola bisa berbagi kamar sama Gita kan," ujar Javas pada Jiyad yang tampaknya hendak keluar lagi.
"Oke," kata si bungsu, menurut.
.
.
.Jumlah kerabatnya Javas itu banyak. Berkali lipat lebih banyak daripada keluarga Ola yang tinggal mamanya seorang saja.
Mata-mata itu tertuju pada Ola yang baru saja masuk rumah bersama Mama Kia.
Di pikiran mereka pasti bertanya-tanya. Siapakah gerangan wanita asing ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Perfection (Complete)
RomanceJatuh cinta dan patah hati di hari yang sama. Itu adalah pengalaman hidup Ola yang sulit ia lupakan. Bahkan gadis itu bersumpah tidak ingin lagi bertemu orang yang membuat hatinya dibolak-balik dalam sehari itu. Siapa sangka mereka kembali bertemu...