51. Obstacle No. 1

9.5K 1K 94
                                    

Javas merutuki dirinya sendiri yang terlalu bersemangat hingga lupa mengenakan pakaian layak untuk bertamu.

Iya, lelaki itu hanya mengenakan kaos hitam polos dan sarung. Paduan kostum bertamu yang... entahlah harus bagaimana mengatakannya.

Hal itu menjadikannya semakin gugup untuk duduk berhadapan dengan mamanya Ola. Wanita yang sebelumnya hanya Javas kenal lewat cerita gadis tersebut.

Selama ini yang Javas tahu, mamanya Ola itu bukan wanita penyayang. Buktinya, beliau menyia-nyiakan putrinya selama bertahun-tahun. Kemudian, suka berjudi dan terakhir menipu orang.

Namun, Javas sadar kalau itu hanya dari cerita sepihak Ola. Ia tidak pernah benar-benar bertemu maupun tahu bagaimana sikap Mama Ola terhadap orang lain.

"Kamu..." mama menatap Javas dari atas sampai bawah. "Kamu habis sunatan?"

Lelaki itu sempat tercengang selama sepersekian detik. Sebelum akhirnya kembali mengusai diri dan tersenyum kecil.

"Tante bisa aja bercandanya," ucap lelaki itu sambil memaksakan diri tertawa. "Saya baru pulang dari Masjid sebelum ke sini," lanjutnya.

Pernyataan itu benar adanya. Javas belum sempat ganti sarung karena sibuk mondar-mandir sepulang dari Masjid.

Kepala mamanya Ola mengangguk kecil, "oh... saya kirain mau disunat lagi."

Cara bicara mamanya Ola santai saja. Namun, diucapkannya tanpa ekspresi sama sekali.

"Terus ngapain ke sini pagi-pagi?" Tanyanya lagi.

Kali ini, Javas serasa sedang di interogasi. Apalagi mamanya Ola menatapnya dengan seksama. Wanita yang tak lagi muda itu sampai bersedekap dalam duduk tegaknya.

"Hmmm... sebenarnya tante, saya mau..." ucapan Javas terjeda tatkala pintu pagar terbuka.

Jadi, saat Javas sampai tadi, hanya ada mamanya Ola di rumah. Sedangkan gadis itu keluar sebentar untuk membeli sarapan.

"Loh?" Mata Ola sampai terbelalak saat melihat keberadaan Javas di rumahnya pagi-pagi.

"Hai, Mbak." Lelaki itu menyapa sambil mengangkat tangannya sedikit dan melambai lemah.

"Kamu yang namanya Javas, dengar ya. Lain kali bertamu itu yang sopan," kata mama sebelum masuk ke dalam rumah.

Jantung Javas sudah berdetak kencang karena gugup. Lelaki itu mengangguk kecil sebagai tanggapannya.

"Mas Javas kok pagi-pagi di sini?"

Kursi yang tadi diduduki mama, kini menjadi singgasana Ola. Gadis itu meletakkan plastik berisi makanan di atas meja bulat kecil di depannya. Setelah itu menatap Javas.

"Kenapa juga pakai sarung begini?" Gadis itu kembali mempertanyakan penampilannya.

"Tadi belum sempat ganti pas baru balik dari Masjid," jelas lelaki itu.

Javas menarik napas dalam-dalam, "tadinya saya mau nagih jawaban Mbak Ola soal yang semalam."

"Nyembuhin hati yang patah?" Tebak Ola.

Kepala Javas mengangguk dengan semangat.

"Saya harus pikirin dulu. Saya harus omongin sama mama juga," kata Ola.

Tadinya Javas ingin protes, tapi melihat bagaimana mamanya Ola menyambutnya jauh dari keramahan, lelaki itu bisa mengerti mengapa Ola memutuskan demikian.

Jujur, ini pertama kalinya Javas disambut dengan kesinisan. Namun, Javas pikir, ini menjadi tantangan yang harus ia lalui untuk bisa memperjuangkan cintanya kembali.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang