35. Lovey Dovey

10.2K 1K 86
                                    

Kembali menjalani rutinitas mengajar di sekolah sempat membuat Ola gugup. Banyak hal yang ia pikirkan, seperti bagaimana tanggapan para rekan kerjanya terhadap hubungan yang sedang ia jalani bersama Javas. Ini semua karena sebelum libur panjang, lelaki itu benar-benar membuat pengumuman tentang mereka di kondangan anak Kepala Desa. 

Namun, tanggapan orang-orang tidaklah seburuk yang Ola pikir. Rekan-rekannya yang wanita malah bersikap tidak peduli. Padahal sebelumnya, Ola merasa ia sangat dihakimi karena tampak dekat dengan Javas. 

"Ini dari Ibu Kepala Sekolah." Bu Irma meletakkan kotak kue di meja Ola yang penuh dengan buku. 

"Terima kasih," ucap gadis kemudian sambil memberikan senyum kecil. 

Bu Irma juga tidak sedingin sebelumnya. Sedikit demi sedikit, Ola merasa lega. Mungkin yang sampai detik ini masih menaruh amarah padanya adalah para gadis desa penggemar Javas yang masih ingusan. 

Kemarin, saat Ola ke pasar sendirian, ia sempat dihadang oleh geng paling hits di desa yang diketuai anak Kepala Desa. Untungnya istri Pak Jono menghampiri dan Ola selamat dari keroyokan. Pulangnya, gadis itu bercerita pada Javas. Lelaki itu pun melarang Ola pergi ke pasar sendirian. Tidak, bukan hanya ke pasar, tapi juga berangkat dan pulang kerja. 

Seperti sore ini saat Ola selesai mengajar. Sambil memegang kotak kue pemberian Ibu Kepala Sekolah, gadis itu mendekati Javas yang baru tiba di depan gerbang. 

"Sepeda?" Kening Ola mengerut. "Motornya mana?"

"Di bengkel. Nggak apa-apa kan naik sepeda? Apa kamu maunya cuma diantar-jemput motor keren?" Goda Javas. 

Ola mencebik, "nggak usah sok. Motor Mas Javas standar, bukan motor keren." 

Javas terkekeh. Ia meminta Ola naik ke boncengan. Kemudian, lelaki itu mulai mengayuh. Kecepatannya pelan saja. Sesekali lelaki itu tampak agak berat mengayuh pedal karena jalanan yang agak menanjak. 

"Aku jalan aja deh," ujar Ola saat merasakan Javas kesusahan. 

"Ya jangan dong... nanti kita gagal romantis."

Tawa kecil Ola lolos dari bibirnya. Gadis itu mengeratkan pegangan pada pinggang Javas ketika sepeda berjalan lebih kencang akibat jalanan agak menurun.

"Pelan-pelan dong," tegur Ola yang khawatir.

"Remnya kurang pakem," lapor Javas.

Untungnya, lelaki itu punya keseimbangan yang bagus. Sepeda itu berbelok ke arah rumah. Kemudian lajunya melambat lagi.

Sekarang, Ola dan Javas melewati jalan berkerikil. Pegangan tangan gadis itu kembali mengerat dibuatnya.

"Akhirnya..." gumam gadis itu ketika sepeda berhenti tepat di dalam halaman rumah.

"Seru kan?" Tanya Javas dengan ekspresi sumringah.

"Apaan... kalau kita jatuh nggak lucu loh." Bibir Ola sampai manyun saat mengeluh.

Hal itu jadi mengundang senyum lebar Javas. Ia menjawil ujung hidung Ola karena gemas.

"Ya udah, besok aku bawa gerobak aja. Kamu naik aku yang tarik," tutur lelaki itu.

Tawa Ola kembali pecah. Entah mengapa rasanya saat ini gadis itu sungguh senang. Percikan bahagia itu membuat mood Ola selalu baik belakangan ini.

"Udahlah, aku mau rebahan dulu," pamit Ola. Gadis itu berlari kecil menuju rumah sambil melambaikan tangan ke arah Javas.

Sumringah. Begitulah ekspresi keduanya. Javas pun turut masuk ke dalam rumah yang ia tempati.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang