44. After 7 Years

12.1K 1.1K 42
                                    

Ola sampai terhuyung saat tiba di depan rumah. Ia masih terkejut dengan pertemuan tiba-tiba itu. Sungguh Ola tidak siap melihat sosok itu lagi.

Tatapan matanya penuh kemarahan kala menatap Ola. Gadis itu mengerti dengan sikap yang ditunjukkan Javas.

Bahkan, lelaki itu langsung turun di halte berikutnya dengan terburu-buru. Lelaki itu seolah enggan menatap Ola.

Menyapa?

Ola pun tidak punya keberanian untuk melakukannya. Di sini, posisi gadis itu sangat sulit. Ia adalah pihak yang bersalah. Bukan cuma meninggalkan, tapi juga punya ikatan dengan orang-orang yang menoreh luka dalam pada Javas dan orang tuanya.

"Kamu kenapa?" Tanya mama saat Ola melewatinya di di ruang keluarga.

Kening mama mengernyit heran karena sekilas melihat air mata Ola mengalir.

"Ola?" Panggil mama.

Namun, gadis itu menulikan telinga. Ia masuk kamar dan mengunci diri di sana.

Tangis yang sudah lama tidak pernah ia lakukan, kini kembali lagi. Upayanya untuk kuat tiba-tiba runtuh saat melihat ekspresi marah Javas.

Ingatan Ola melayang pada apa yang terjadi tujuh tahun lalu sesaat setelah ia pergi.

Gadis itu mengalami masa yang sulit. Ada satu waktu ketika Ola sangat ingin mendengar suara Javas. Padahal susah payah ia mengabaikan pesan juga panggilan lelaki itu di ponselnya.

Hari itu, dia akhirnya mengangkat panggilan. Namun, tidak ada suara. Ia hanya mendengar helaan napas lelaki itu.

Ola juga tidak bisa berkata-kata. Lidahnya terlalu kelu untuk menyapa atau bertanya kabar.

Mungkin sekitar lima menit sambungan itu terhubung. Hanya saja keduanya membisu hingga Ola menjadi orang pertama yang mengakhirinya.

Sejak saat itu, ia mengganti nomor kontak. Pun menutup sosial media serta emailnya. Ia memulai semuanya lagi dari nol. Ola yang membuang semua tentang Javas karena rasa bersalahnya.

Ternyata, tujuh tahun berlalu tanpa terasa. Disaat Ola mulai bisa hidup tanpa bayang-bayang lelaki itu, Tuhan malah mempertemukan mereka lagi.

.
.
.

Tubuh Javas basah karena hujan mengguyur kota. Alih-alih berteduh, lelaki itu meneruskan langkahnya dari pintu masuk perumahan setelah turun dari mobil angkutan kota.

Dipeluknya kresek berisi buku yang ia beli tadi agar tidak basah. Lalu, Javas terus melangkah hingga tiba di rumah Wira, sahabatnya. Tempat dia menginap selama di Jogja.

"Papa!" Seruan itu datang dari arah pintu samping yang menghubungkan dapur dengan garasi.

Lily berlari kecil menghampiri Javas yang akhirnya mencapai garasi dalam keadaan basah kuyup.

"Papa! Ayah mandi hujan!" Seru gadis kecil itu lagi.

Wira pun menghampiri. Lelaki itu mengerutkan kening saat melihat betapa berantakannya keadaan Javas.

"Kamu kenapa, Vas?" Tanya Wira.

Mata lelah Javas membalas tatapan sang sahabat. Ia kemudian berkata, "patah hati."

Dua kata yang mengundang tanda tanya. Wira ingin bertanya lebih jauh, tapi Javas keburu masuk rumah dan mengunci diri di dalam kamarnya.

Basah dan dingin di sekujur tubuh tidak dirasakan oleh Javas. Sakit di hatinya mungkin lebih dahsyat dari sekedar basah akibat kehujanan.

Lelaki itu duduk di kursi dekat jendela kamar yang terbuka dan membingkai halaman belakang rumah nan asri.

Ia menarik napas dalam-dalam. Berusaha tidak lagi mengingat apa yang terjadi tujuh tahun lalu. Namun, tetap saja kilasan itu kembali muncul.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang