48. Recall The Past

10K 1K 118
                                    

Hening. Begitulah yang terjadi selepas Javas meminta Ola untuk membicarakan hal di masa lalu. Lelaki itu memandang lekat profil samping Ola yang kini membisu.

Ia menunggu gadis disampingnya buka suara. Sebab saat ini, hal yang ingin Javas dengar adalah sebuah kejelasan tentang perasaan yang belum tuntas sampai detik ini.

Helaan napas cukup keras terdengar dari arah Ola. Gadis itu menatap balik Javas dan tersenyum kecil.

"Apa yang bisa kita bicarain tentang tujuh tahun lalu? Saya pikir semuanya sudah jelas. Daripada lihat ke belakang, lebih baik natap ke depan bukan?"

Meski tampak tegar, tapi Javas bisa mendengar getaran dari suara Ola saat berbicara.

"Jelas bukan berarti tuntas," tanggap lelaki itu.

"Menurut saya sudah tuntas," balas Ola. "Sudah malam. Mas Javas lebih baik pulang."

Ola pun membuka pintu mobil. Namun, sebelum turun, ia kembali bersuara.

"Terima kasih untuk tumpangannya. Selamat tinggal," ucap gadis itu.

Sementara Javas masih duduk di belakang kemudi. Ia menatap dari punggung Ola yang semakin menjauh setelah masuk ke dalam gang.

"Bohong," gumam Javas.

Meski cahaya minim masuk ke dalam mobil. Lelaki itu bisa melihat bagaimana mata Ola berkaca-kaca ketika bicara tadi.

Di sisi lain, Ola berjalan menyusuri gang kecil yang menghubungkan jalanan komplek sebelah dengan jalanan menuju rumahnya. Sengaja ia mengarahkan alamat yang melenceng karena tidak ingin Javas tahu tempat tinggalnya.

Sambil berjalan, gadis itu juga menyeka air mata yang mengalir di pipinya. Bohong kalau perasaannya sudah tuntas terhadap Javas.

Tapi ia selalu merasa bahwa keberadaannya hanya akan mengingatkan Javas dan keluarga tentang hal-hal menyakitkan di masa lampau. Ia tidak ingin kehadirannya malah membuat semua orang terus mengingat luka lama.

Tiba-tiba, gadis itu berhenti di tengah-tengah gang. Seluruh tenaganya seolah terkuras karena harus bersikap tegar seharian.

Ia pun berjongkok dan menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut.

Tangis gadis itu pecah. Ini salah satu cara yang selalu dilakukannya jika dadanya serasa sesak akibat mengingat masa lalu.

"Ini juga sulit buat aku," monolognya ditengah tangisan sendu itu.

"Kenapa harus kamu buat sulit, Mbak?" Suara itu terdengar dari belakang Ola.

.
.
.

Tidak ingin segalanya berlarut dan tidak tuntas, Javas memutuskan untuk turun dari mobil.

Lelaki itu berlari kecil memasuki gang kecil yang terlihat begitu panjang dan remang.

Fokusnya terus ke depan agar bisa memyusul Ola. Hingga langkah lelaki itu terhenti kala melihat Ola berjongkok dan menangis sambil menyembunyikan wajahnya.

Perlahan, Javas mendekat. Ia pun mendengar ucapan nelangsa dari bibir Ola di sela tangisnya.

"Ini juga sulit buat aku." Gadis itu sesenggukan.

Javas melihat punggung yang bergetar itu begitu rapuh.

"Kenapa harus kamu buat sulit, Mbak?" Tanya Javas.

Lelaki itu berdiri menjulang di belakang Ola. Membuat gadis itu terpaksa berdiri lagi sekuat tenaga untuk menghadapinya.

"Kenapa Mas Javas di sini?" Gadis itu membalas dengan pertanyaan.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang