32. The Perfect Family

11.2K 1.1K 67
                                    

"Ola!" Seruan Mama Kia menyambut kedatangan Ola. Pelukan hangat juga ia dapatkan dari sosok yang telah melahirkan Javas itu.

"Mbak Ola aja disambut gitu. Anaknya dianggurin," protes Javas. Lelaki itu sampai manyun karena mama malah merangkul Ola dan mengajak gadis itu masuk ke dalam rumah.

Mama terkekeh mendengar gerutuan sulungnya. Reaksi Ola hanya tersenyum kecil.

Sejujurnya, gadis itu masih sedikit malu-malu berada di sekitar keluarga Javas. Baginya, keluarga lelaki itu sungguh sempurna. Berbeda sekali dengan keluarganya yang berantakan.

"Oh ya, kamu jemput papa sama adek dong. Tadi katanya mereka mau jogging, tapi barusan kirim pesan minta dijemputin. Capek katanya lari lagi buat balik," pinta mama pada Javas.

Javas berdecak kesal. Namun, lelaki itu tetap menurut dan mengambil kunci mobil dari tempatnya.

"Jalur jogging nya jauh ya, Ma?" Tanya Ola.

"Ya lumayan. Papa sama adek tuh kalau lari suka kayak kejar-kejaran. Jadi nggak terasa udah jauh terus ujung-ujungnya capek sendiri," jelas mama.

Mendengarnya, Ola jadi terkekeh. Papa dan adik bungsu Javas memang sekocak itu. Si kembar juga punya sifat yang unik. Intinya, keluarga ini sangat seru.

"Ola betah di Desa Lembah?" Kali ini mama bertanya padanya.

"Betah-betah aja, Ma. Tempatnya sejuk, terus anak-anaknya juga seru." Gadis itu membagi sedikit ceritanya tentang Desa Lembah. "Orang-orang tua di sana juga baik sekali. Setiap ke pasar, pasti saya dapat makanan gratis."

"Iya, pada baik-baik ya," mama setuju.

Mama tidak tahu saja kalau Ola dimusuhi para gadis desa karena dekat dengan Javas. Namun, selain gadis-gadis yang kemusuhan dengannya, masih banyak orang baik di sana.

Kini, mama mengajak Ola untuk mulai memasak makan malam. Meski tidak pandai, tapi gadis itu akan melakukan apa saja untuk membantu.

"Saya yang cuci sayurnya ya, Ma." Gadis itu menawarkan diri.

Mama mengangguk dan membiarkan Ola membersihkan sayuran yang akan dimasak.

"Ola, nanti kalau sama mas, jangan khawatir soal masak ya. Mas Javas bisa kok. Dia bukan cowok yang harus dilayani bagai Raja. Kamu cukup temenin dan ajak dia ngobrol. Bisa kan?" Mama bicara, tapi tetap mengerjakan pekerjaan memotong bumbu.

Sejenak Ola terdiam. Jika tidak salah persepsi, Mama Kia baru saja berpesan tentang mendampingi Javas. Apa ia baru saja mendapat restu?

"Iya, Ma." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Ola.

"Oh iya, kapan-kapan kalau mama sama papa ke Jakarta, boleh kan ketemu sama orang tua kamu?" Lanjut mama.

Kali ini, Ola terdiam cukup lama. Ia mungkin telah terlena dengan hangatnya keluarga Javas. Gadis itu lupa jika lambat laun, mereka akan menanyakan tentang keluarganya.

"Nanti mama kenalin kamu juga sama keluarga Javas yang lain. Kita ada banyak, jadi jangan kaget ya," ujar mama.

Ola mengangguk sambil tersenyum kecil. Dalam lubuk hatinya, ragu mulai datang. Pantaskah ia untuk Javas?

.
.
.

Sejak sore bahkan setelah makan malam usai, Ola tampak sangat diam. Ia hanya bicara saat ditanya saja. Padahal sebelumnya, ia tidak sediam ini. Gadis itu masih bisa ngobrol maupun cerita tentang kesehariannya.

Hal itu, membuat Javas sedikit bingung. Lelaki itu juga tidak menampik kalau ia khawatir.

"Kenapa jadi diam banget sih?" Tanya lelaki itu saat mereka hanya berdua di dapur. Keduanya mencuci piring bersama-sama.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang