10. The Villagers' Favorite

13.2K 1.4K 35
                                    

Pagi datang dengan begitu cepat. Ola telah bersiap untuk berangkat mengajar. Ia berkaca sekali lagi di teras depan. Mematut diri melalui jendela besar di sebelah pintu.

"Oke rapi," ucapnya.

Gadis itu juga telah memasang sepatu pantofel tanpa hak. Untung saja ia membawa dua jenis. Satu berhak tiga sentimeter, satunya lagi flat.

Berhubung Ola mengandalkan kaki dan harus melewati jalanan berkerikil, ia mengeluarkan sepatunya yang flat.

"Semoga kamu tetap awet sayangku," gumamnya sambil menatap ke bawah. Tepatnya ke arah sepatu.

Dipandanginya jalan berbatu itu. Ola menarik napas dalam dan mulai melangkah. Mengabaikan keberadaan Javas yang sedang mengunci pintu rumah.

Ini hari Senin pagi, semua orang bahkan para petani memaulai aktivitas mereka.

Langkah Ola cukup pelan karena batu kerikil yang cukup tajam itu terasan di kakinya. Padahal sudah pakai sepatu. Itu sebabnya ia khawatir sepatunya bisa cepat rusak.

Di belakangnya, gadis itu mendengar suara mesin motor. Benar saja, Javas yang juga tidak peduli dengannya melajukan motor. Melewati Ola begitu saja.

Mereka kembali menjadi dingin satu sama lain. Seolah lupa bahwa dua hari kemarin bersama terus. Sampai menginap di rumah orang tua Javas.

Ola sih tidak peduli. Baginya pengalaman dua hari itu adalah hal yang akan dikenangnya sendiri. Kelak itu akan jadi pelajaran untuknya bahwa masih banyak orang yang sulit menjangkau fasilitas kesehatan, serta bagaimana hidup dengan keluarga yang sangat hangat.

Dari mata gadis itu ia melihat motor Javas berhenti. Tidak jau di depannya. Namun mesin motor itu masih menyala. Berarti bukan mogok.

"Kenapa berhenti?" Tanya Ola saat ia semakin dekat.

"Naik," ucap Javas.

"Hah?"

"Naik aja, Mbak. Sebelum saya berubah pikiran. Lumayan jalan dari sini sampai sekolahan. Lagipula saya lewat depan sekolahan juga." Jelas lelaki itu.

Gadis itu masih mencerna kalimat Javas. Masih tidak percaya bahwa ia baru saja ditawari untuk naik motornya.

Lelaki itu berdecak, "ya udah, kelamaan." Ia hendak mengegas, namun tangan Ola memegang bagian belakang motor.

"Tunggu!"

Cepat-cepat gadis itu naik di boncengan. Berhubung seragamnya berupa rok, jadi Ola terpaksa duduk miring.

Setelah duduk, ia jadi bingung berpegangan kemana. Tidak mungkin memegangi pinggang lelaki itu kan?

Jadi, akhirya Ola memegangi bagian belakang motor. Javas pun mulai melajukan motornya pelan-pelan.

"Mas Javas kalau pulang ke kota sering naik motor?" Tanya Ola. Ia hanya berusaha mencairkan suasana saja.

"Kadang," jawab lelaki itu dengan singkat.

Motor yang berjalan perlahan karena jalanan yang berbatu, kini belok ke jalan aspal mulus. Tidak sampai satu menit kemudian berhenti di depan SD.

Ola turun lalu mengucapkan, "terima kasih."

Setelah itu masuk ke halaman sekolah dengan langkah lebar-lebar. Tanpa ia sadari kalau ada banyak pasang mata yang menatapnya.

"Bu Ola," sambut Bu Irma di ruang guru.

Ola meletakkan tas di mejanya yang berada tepat di sebelah meja Bu Irma. Kemudian duduk dengan santai sambil membuka buku untuk mempersiapkan bahan ajarnya.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang