Epilog

16.6K 1K 63
                                    

Hujan rintik-rintik mulai jatuh dan membasahi bumi. Ola yang baru keluar dari kafe tempatnya hari ini mencari suasana baru untuk bekerja, hanya bisa menghela napas.

Ia menatap langit kelabu dengan penuh harap agar hujan berhenti sebentar saja hingga ia mencapai halte.

Sayang, hujan tetap turun meski belum deras.

"Trabas aja deh," monolog Ola.

Ia berlarian di antara rintik hujan sambil memeluk erat tas berisi laptop.

Untungnya lokasi halte tidak jauh. Baju Ola tidak perlu sampai basah. Tepat ketika ia telah membayar, bus yang dapat mengangkutnya ke area perumahan tempatnya tinggal tiba.

Para penumpang yang akan turun keluar lebih dulu dari dalam bus. Baru penumpang yang akan naik memasukinya, tidak terkecuali Ola.

Berhubung hari sudah sore dan tepat di jam pulang kerja, kondisi di dalam bus menjadi cukup padat. Tidak ada tempat yang tersedia untuk Ola duduki. Terpkasa ia harus berdiri karena banyak orang-orang yang lebih butuh duduk sedang menumpangi bus.

Bus itu melaju dalam derasnya hujan. Ola yang berpegangan pada pegangan di atas kepalanya hanya menatap pemandangan dari luar.

Rutinitas gadis itu memang hanya seputar rumah-kafe-rumah atau rumah-taman-rumah. Pekerjaannya sedikit lagi selesai dan ia butuh tempat baru tiap saat supaya bisa membangun mood bekerja.

Belakangan ini, Ola sedang tidak mood akibat Javas yang tidak kunjung memberi kabar.

Satu bulan lamanya mereka tidak bisa saling bertukar kabar. Tentu saja Ola resah. Ia khawatir karena harus jauh dari lelaki yang kini telah menyandang status sebagai suaminya itu.

Sudah hampir tujuh bulan mereka melakukan LDM akibat pekerjaan Javas. Selama itu pula Javas tidak pernah libur.

Terakhir kali pertemuan mereka adalah sehari setelah acara pernikahan.

Coba bayangkan, pengantin baru macam apa mereka ini. Bahkan hingga berbulan-bulan lamanya tidak pernah bertemu secara langsung.

Gadis itu kembali menghela napas kala mengingat betapa ia khawatir dan merindukan lelakinya.

Bus berhenti di perhentian selanjutnya. Beberapa orang tampak turun dan menyisakan beberapa bangku kosong.

Hal itu membuat Ola senang karena ia bisa duduk.

Tidak lama, arus penumpang baru mulai memasuki bus. Ola hanya menatap mereka satu per satu karena duduknya tepat di depan pintu.

Hingga...

Ola tidak bisa memercayai matanya. Gadis itu beberapa kali mengucek matanya. Namun, pemandangannya tetap sama. Malah sosok yang dilihatnya baru masuk itu berjalan semakin dekat ke arahnya.

"Kasih ibu ini duduk," kata suara berat nan tampan. Selaras dengan wajah itu yang juga tampan menawan dengan rambut agak lebih panjang dari sebelumnya.

Ola pun dengan cepat berdiri dan mempersilahkan seorang ibu paruh baya untuk duduk.

"Dari mana aja?" Tanya sosok di samping Ola.

Kini, mereka berdiri bersebelahan sambil berpegang pada pegangan di atas kepala mereka.

"Cari suasana baru," jawab Ola sambil tersenyum kala menatap sosok tampan itu.

"Masa aku sampai rumah tadi yang dicari nggak ada? Kenapa harua ketemu di bus begini?" Tukas lelaki yang kini tersenyum kecil hingga lesung di kedua pipinya tercetak sempurna.

"Terus sekarang kenapa di sini. Bukannya nunggu di rumah?" Tanya gadis itu.

"Mau cari buku sebentar." Lelaki itu membeberkan alasannya.

Sepertinya sudah menjadi rutinitas bagi lelaki tersebut untuk ke toko buku tiap kali mengunjungi kota ini.

Tiba-tiba wajah lelaki itu mendekat ke wajah Ola.

Ola agak terkejut, pasalnya mereka ada di tempat umum. Tepatnya di dalam bus yang penuh sesak.

"Ngapain sih?" Tanya gadis itu merasa tidak nyaman.

"Cuma mau lihatin muka kamu. Ternyata masih sama kayak beberapa bulan lalu," bisik lelaki itu. "I miss you."

Bohong kalau Ola tidak merona. Gadis itu hanya mampu menatap lelaki yang tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan itu.

"I miss you too," balas Ola sambil tersenyum lebar.

Namun, keduanya segera menjauhkan wajah ketika dirasa bus semakin padat.

Lelaki itu, Javas, memeluk pinggang Ola agar tidak menjauh darinya. Sekaligus untuk melindunginya.

"Di halte berikutnya kita turun terus naik taksi aja," ujar lelaki itu.

Kepala Ola mengangguk sebagai tanda setuju. Sepertinya bus akan semakin penuh kalau mereka memaksa hingga tiba di pemberhentian dekat area rumah Ola.

- - -

- - -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang