29. Too Good To Be True

11.1K 1.2K 81
                                    

Ola menggigit bibir bawahnya. Ia merasa amat bersalah pada Javas karena terjatuh tadi. Gadis itu terus menatap Javas yang meringis kesakitan saat kakinya dibebat perban elastis.

Kata rekan dokter Javas, terjadi dislokasi pada pergelangan kaki kirinya. Kemudian jempol kaki Javas juga ada yang retak.

Coba bayangkan, bagaimana Ola tidak merasa bersalah. Semua gara-gara dirinya. Kalau sudah begini, Javas jadi tidak bisa bekerja dengan maksimal. Belum lagi apa kata orang desa?

"Motor pak dokter sudah saya balikin ke rumah. Habis ini saya antar pulang ya, Bu," ujar Pak Jono.

Untung saja Pak Jono dan istrinya segera datang. Sang istri menyetir mobil dan membawa Javas serta Ola langsung menuju puskesmas. Sementara Pak Jono membawa motor yang terparkir tidak jauh dari kaki bukit.

"Terima kasih, Pak. Mbak juga," ucap Ola.

Pak Jono dan istrinya menanggapi dengan senyum tulus.

Jujur, dari lingkungan Ola di desa, hanya mereka yang sama sekali tidak menaruh prasangka padanya. Selalu baik, serta tidak peduli apa kata orang tentang Ola.

Istri Pak Jono pernah bilang, "memang apa salahnya Mbak Ola dekat dengan Pak dokter? Kalian sama-sama single."

Rasanya waktu itu Ola ingin mewek. Tapi ia tahan karena malu. Alih-alih malah mengucapkan terima kasih berulang kali karena telah memberi kata-kata penghiburan.

"Ayo balik," ajak Javas yang sudah mengubah posisi dari berbaring menjadi duduk.

"Lain kali hati-hati, Dok," pesan perawat wanita muda, rekan Javas.

Ia berujar lembut dan tersenyum hangat ke arah lelaki itu. Namun tatapan sinis serta menghujam ia perlihatkan pada Ola saat akan undur diri.

Well, Ola benar-benar menjadi musuh para gadis Desa Lembah.

Kalau ia pikir lagi, masuk akal juga ia dibenci. Ola hanyalah seorang pendatang. Tanpa perlu cari muka dan lain-lain, dekat dengan Javas yang kebetulan pemilik rumah yang ia sewa. Rasanya seperti gadis itu menyerobot dalam cerita mereka.

"Dari tadi hela napas terus. Saya nggak apa-apa, Mbak. Cuma luka kecil aja." Javas menegur. Sejak tadi lelaki itu melihat ekspresi wajah Ola penuh beban.

"Santai aja, Bu. Namanya juga kecelakaan. Mas Javas udah biasa kan cidera pas naik bukit," ujar Pak Jono.

"Eh iya, waktu itu juga pernah luka pas nolongin pendaki tersesat ya?" Sambung istri Pak Jono.

Javas mengangguk sebagai jawaban.

Saat ini, mereka berempat sedang berada di mobil. Pak Jono memutar kemudi untuk masuk ke jalan menuju rumah Javas. Kemudian berhenti tepat di depan pagar pekarangan.

"Saya bantu?" Tawar Pak Jono pada Javas.

"Nggak usah. Kalian balik aja. Kasihan kan si kecil di rumah. Pasti kangen orang tuanya," tolak lelaki itu. "Ada Mbak Ola juga."

"Oke kalau begitu. Kalau ada apa-apa hubungi kita aja," ujar Mbak Ina, istri Pak Jono.

"Iya, Mbak. Terima kasih ya." Kali ini Ola yang berucap.

Gadis itu keluar dari mobil lebih dulu. Kemudian membantu Javas turun dari mobil. Ia menjadikan bahunya sebagai tumpuan lelaki itu.

"Hati-hati!" Javas melambaikan tangan ketika mobil Pak Jono memutar dan pergi menjauh.

Lalu, hening. Ola dan Javas sama-sama diam di depan pagar halaman rumah. Posisi Javas merangkul bahu Ola karena ia butuh tumpuan.

"Ehem!" Gadis itu berdehem. "Saya antar sampai depan rumah."

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang