34. Midnight Talk

9.8K 1K 36
                                    

Kegelapan menyambut pandangan Ola ketika ia membuka mata. Suara deru angin kencang, menggelegarnya petir, dan air hujan yang jatuh ke bumi telah membangunkan gadis itu dari tidurnya. 

Ola terduduk. Ia mengusap wajahnya sebelum meraih ponsel di nakas sebelah kasur untuk melihat jam. 

"Baru jam satu?" Gumamnya dengan suara parau. 

Ia hendak kembali tertidur. Namun, kerongkongan yang kering membuatnya mengambil langkah ke luar kamar. 

Keadaan sekitar sungguh gelap. Sumber cahaya yang menerangi tiap langkah Ola hanyalah keremangan lampu jalan yang menembus jendela bergorden putih transparan. 

Suasananya memang agak menyeramkan. Rumah keluarga Javas yang cukup luas dengan dua lantai itu tampak horor. Hujan badai di luar sana semakin menambah kesan menakutkan. Untung saja Ola tahu bahwa tidak ada hal horor di rumah ini. Tentu saja selain cerita menakutkan yang sengaja Javas beritahu untuk menjahilinya. 

Satu langkah, dua langkah. Kaki Ola menapaki anak tangga hingga sampai di lantai bawah. Tujuannya tentu saja dapur. Ia butuh air minum untuk menghilangkan rasa kering di kerongkongannya. 

Namun, ketika sampai di ruang keluarga, langkah gadis itu terhenti. Ia melihat bayang-bayang hitam di salah satu kursi makan dekat dapur. 

"Abaikan," monolognya. Gadis itu berusaha biasa saja dan memberanikan diri.

Semakin dekat langkahnya, keremangan cahaya ruangan itu memperjelas sosok yang tampak duduk terdiam di sana.

"Mas Javas?" Helaan napas lega gadis itu terdengar sangat jelas.

Javas menoleh. Meski tidak begitu terang, Ola bisa melihat senyumnya sedikit mengembang. 

"Belum tidur?" Tanya lelaki itu.

"Kebangun," jawab Ola. 

Alih-alih menuju dapur, ia malah duduk di kursi sebelah Javas. Kemudian menatap profil samping lelaki itu yang tatapannya tertuju pada gelas berisi air yang tinggal setengah. 

"Haus?" Tanya Javas lagi.

"Iya."

Gadis itu hendak beranjak, tapi Javas menahannya.

"Aku ambilin," katanya.

Di luar sana hujan tampaknya semakin deras. Suara hembusan angin pun terdengar. Geluduk petir dengan suara memekakan beberapa kali terdengar. Bahkan suaranya mampu menggetarkan kaca-kaca jendela.

"Ini badai. Mungkin karena peralihan musim. Semoga nggak ada banjir setelah ini," ujar Javas yang kembali dari dapur.

Ia menyodorkan gelas berisi air pada Ola. Kemudian kembali duduk di tempatnya tadi.

"Mas Javas kenapa belum tidur?" Tanya Ola.

"Hujan badai, jadi susah tidurnya. Waktu kecil dulu, masih bisa lari ke kamar mama sama papa. Kalau sekarang nggak mungkin kan?" Lelaki itu terkekeh.

Senyum tipis Ola mengembang. Ia jadi membayangkan bagaimana lucunya Javas kecil berlarian mencari perlindungan dalam dekapan mamanya.

Kalau Ola tidak takut dengan badai. Hanya gelisah saat gelap. Dulu, ia akan datang ke nenek untuk mencari perlindungan.

"Hari ini ngapain aja di rumah sama mama?" Tanya lelaki itu lagi.

Well, tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Ola sudah berada di tengah keluarga Javas selama empat hari. Setelah kencan waktu itu, Javas menjadi sibuk dengan pekerjaan. Jadi, Ola menghabiskan waktu di rumah untuk menemani mama.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang