39. The Scars

8.8K 1K 84
                                    

Hari itu Ola kecil sangat bersemangat. Ia dan nenek tampak merapikan kamar tamu dan memasang sprei bercorak Power Ranger. Ola juga membuat tulisan "Selamat Datang" besar di atas karton putih. Tidak lupa gadis kecil itu membubuhkan beragam warna.

"Abang pasti suka kan, Nek?" Tanyanya.

"Iya dong," jawab nenek sambil mencubit pelan pipi gembul cucu perempuannya.

Semangat Ola sudah membuncah sejak beberapa hari belakangan. Kata kakek, sepupunya yang tinggal di Australia akan datang dan ikut tinggal bersama mereka juga.

Sebagai anak tunggal, tentu saja Ola senang. Ia bisa merasakan punya saudara. Ia akan punya kakak lelaki dan bisa bermanja-manja dengannya.

Suara pintu mobil yang terbuka terdengar. Dengan kecepatan tinggi Ola berlari. Ia menuruni tangga dan menyambut sepupunya dengan senyum merekah.

"Abang Rico!" Seru gadis itu dengan riang.

Rico, anak lelaki yang satu tahun lebih tua itu ikut tersenyum. Ia membentangkan tangannya dan menyambut tubrukan tubuh Ola.

Meski tinggal berjauhan, Ola dan Rico cukup dekat. Nenek sering membawanya untuk pergi berlibur ke Perth, tempat Rico tinggal. Jadi, kedua saudara sepupu itu tidak canggung ketika bertemu.

"Ola! Kata mami, aku bakalan tinggal sama kalian!" Rico berseru senang.

"Kata nenek juga gitu," sambut gadis tersebut.

Dua anak itu melompat-lompat kegirangan. Di kejauhan, nenek tersenyum senang melihat dua cucunya bisa akur. Papa Ola juga terkekeh. Namun, Mami Rico hanya memasang wajah datar. Tante Ola itu malah langsung melengos masuk kamar tanpa mau repot menyapa Ola maupun mamanya yang sejak tadi duduk memerhatikan para anak kecil.

Ola pikir, kehadiran Rico akan sangat menggembirakan. Namun, kehadiran anak lelaki itu mengubah segalanya menjadi lebih buruk.

Papa dan mama yang tidak pernah bertengkar karena kesibukan mereka, sering terlihat saling meneriaki. Kemudian, nenek yang selalu tersenyum hangat, sering Ola dapati menangis diam-diam dalam gelap.

"Abang," panggilnya pada Rico yang baru pulang bersama maminya.

Rico juga tidak banyak tersenyum seperti pertama datang. Anak lelaki itu kian hari semakin murung.

"Aw!" Rintih Rico saat Ola menyentuh bahunya.

"Abang kenapa?" Tanya gadis itu khawatir.

"Tadi jatuh, jadi sakit," ujarnya.

"Ola kasih obat merah ya?"

"Nggak usah."

"Nanti nggak sembuh kalau nggak diobati."

Akhirnya Rico pasrah. Ola yang hanya tahu mengobati luka dengan obat merah, menjadi lebih sering mengolesinya ke sekujur tubuh Rico.

Pada suatu malam, Ola terbangun dari tidurnya. Dini hari itu, hujan lebat melanda ibu kota. Petirnya menyambar dan bersuara keras hingga menggetarkan kaca jendela.

Takut dan ingin mencari perlindungan, gadis itu keluar kamar. Tujuannya adalah kamar nenek. Namun, langkah kecil itu terpaksa berhenti saat mendengar pertengkaran.

"Itu namanya obsesi, Sarah. Kamu nggak bisa begitu!" Nenek berseru.

"Mami nggak ngertiin perasaan aku!" Sarah, tantenya, menaikkan nada bicara.

"Dia rebut tempatku, Mi. Seharusnya aku yang hidup dengan keluarga kecil bahagia," tutur Tante Sarah.

"Nggak gitu caranya." Kali ini, nenek berucap dengan nada dingin.

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang