43. Our Ways

10.3K 1.1K 67
                                    

Stasiun Tugu sore ini sangat ramai. Mungkin karena sedang musim liburan. Jadi, ada banyak orang yang datang untuk berwisata di Kota Gudeg itu.

Mengikuti arus penumpang kereta lainnya, Javas keluar dari gerbong. Ia menenteng ransel besar, kemudian baru memasangnya di punggung saat berada di luar gerbong kereta.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali Javas menginjakkan kaki di Jogja. Banyak yang berubah, terutama semakin ramai orang-orang yang berdatangan ke kota itu.

Seperti penumpang lain, lelaki itu sama tidak sabarnya untuk keluar stasiun. Ada banyak hal yang ingin ia eksplor selama waktu singkat yang ia punya sebagai jatah liburan.

Kaki jenjangnya melangkah lebar. Di antara kerumunan itu ia pun melihat sosok yang familiar.

"Ayah!!!" Seru seorang anak perempuan. Rambutnya dikuncir dua dengan poni lucu menutupi dahi.

Senyum Javas merekah lebar. Ia berjongkok sambil merentangkan tangan guna menyambut gadis tiga tahun itu dalam pelukannya.

"Coba lihat, kok cepet banget gedenya?" Javas kemudian mencium pipi gadis kecil itu.

Seorang wanita tampak berlari kecil. Napasnya tersengal saat berhenti di dekat Javas dan si gadis kecil.

"Ih Lily! Mama udah bilang jangan lari-lari. Itu salim dulu sama ayahnya," dumal wanita berambut panjang yang ia biarkan tergerai.

Lily, nama gadis itu menurut. Ia mencium tangan Javas dengan santun.

"Pinter," puji lelaki itu.

"Jangan kebanyakan dipuji atau dimanjain!" Wanita itu mendumal lagi.

"Galak bener mamanya Lily. Sini peluk bentar, kan kangen," ujar Javas.

Wanita itu mendekat dan memeluk Javas singkat. Kemudian, mereka segera menuju parkiran dengan Lily yang berada dalam gendongan lelaki itu.

"Rame banget ya," komentar Javas ketika mobil yang disetiri si wanita menyusuri jalanan. Sementara Lily, mulai terlelap di car seat belakang sopir.

"Maklum musim liburan," tanggap wanita itu.

"Aku lupa bawa oleh-oleh buat Lily. Susah juga sih cari yang cocok buat anak umur tiga tahun."

"Ih... ayah pelit. Padahal waktu Papi Yuda ke sini, dia dapat banyak mainan. Daddy Juan juga ngirim kado pas ulang tahunnya. Terus Bapak Dendra malah datang khusus bikinin kue."

"Papa Wira ngapain?"

"Kalau Papa Wira jelas beliin kado, nyuciin baju, beliin susu, bacain dongeng, sama ngelonin mamanya Lily," cerocos wanita itu dengan senyum sumringah.

"Cherry, mamanya Lily, masih aja nyebelin," ejek Javas.

Cherry terkekeh. Wanita itu kemudian berdehem sebelum melontarkan sebuah pertanyaan keramat.

"Udah ada yang kecantol di hati belum?" Godanya.

"Kecantol apaan?" Javas tampak risih.

Mobil berhenti saat lampu merah. Cherry mengambil kesempatan itu untuk menatap sahabatnya lamat-lamat.

"Masa iya belum move on setelah tujuh tahun berlalu? Vas, umur kamu udah tiga dua. Bisa-bisa kamu disangka belok sama orang-orang. Itu si Opan aja udah mau married." Cherry terlihat sangat prihatin pada kondisi sahabatnya.

"Move on  apa sih? Tiga puluh dua itu masih muda kok. Lagipula, aku masih nikmatin kerjaan. Seru loh bisa jalan-jalan ke pedalaman. Bantu orang-orang yang susah dapat akses kesehatan bisa berobat."

Imperfect Perfection (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang