Epilog

72 7 4
                                    

🎵Walking in the Wind-One Direction

***

Hana berjalan cepat diikuti oleh Via dan Mika di belakangnya. Ia baru saja menyelesaikan kelasnya hari ini dan langsung bergegas ketika ia diminta untuk datang. Ya, dia sudah seorang mahasiswi sekarang, semester 1. Kebetulan juga satu kampus dengan kedua sahabatnya di sebuah Universitas Negeri. Ia masuk ke jurusan Statistika, jurusan impiannya sejak kelas 12 lalu.

Hana berhenti ketika melihat beberapa temannya juga hadir di tempat ini. Saling menyapa singkat dan mengobrol karena sudah tidak lama bertemu. Namun, akhirnya Hana memilih berlalu lebih dulu. Mendekati sebuah ruangan dengan jendela kaca tersebut.

"Tante," sapanya lalu tersenyum ketika ada seseorang yang memegang bahunya.

Wanita itu tersenyum. "Setelah ini kamu masuk, ya. Tadi kami sudah masuk satu persatu."

Hana mengangguk. Tak terasa setetes air mata turun dari pelupuk matanya, namun buru-buru ia hapus. "Maaf, Tante."

"I know what you feel. Gapapa," hibur wanita tersebut dengan mengusap bahu Hana lembut.

Gadis itu kembali menatap ruangan tersebut. Terlihat dua orang di dalam sana berpelukan, lalu salah satu dari mereka keluar.

"Han, kalau lo mau masuk, masuk aja." Cowok di depannya tampak mengusap sudut matanya, lalu beranjak memeluk wanita yang sedaritadi dipanggil 'Tante' oleh Hana.

"Tante Emily, Hana masuk dulu ya." Emily yang sedang memeluk Rian menganggukkan kepalanya. Ia menatap satu persatu temannya dan mereka mengangguk, menyemangatinya. Ia tersenyum kecil, lalu masuk ke ruangan itu.

Hana berusaha untuk menguatkan dirinya saat ini. "Han," panggil cowok itu yang membuatnya tersenyum. Ia berjalan mendekat, lalu duduk di dekat ranjang yang ada di sana. "Gimana kuliahnya hari ini?"

Hana menggenggam tangan pucat yang terasa dingin itu. "Seperti biasa. Nggak ada yang spesial."

"Nggak ada cowok yang deketin kamu emangnya?"

Hana berdecak malas. "Nggak ada yang seganteng kamu."

Cowok itu terkekeh. "Sini deh deketan," pintanya dan Hana menyanggupi. Tangan dinginnya mengelus pipi Hana dengan pelan. "Setelah ini cari cowok baru ya. Tapi jangan sama Rian, aku nggak bolehin kalau kamu sama dia."

"Rio, aku maunya sama kamu."

Rio terkekeh. "Pinter gombal ya sekarang? Siapa yang ngajarin, hm?" Hana tertawa, tentu saja cowok itu yang mengajarinya. "Tapi aku serius. Maaf ya, nggak bisa jagain kamu lebih lama. Maaf karena terlalu sering ngecewain kamu."

"Rio," lirih Hana sembari menggenggam tangan cowok itu yang ada di pipinya.

"Maaf, aku udah nggak bisa lagi." Mata Hana berkaca-kaca. Tapi tidak, ia tidak akan menangis. Ia sudah janji kepada cowok di hadapannya. "Makasih, udah setia nemenin aku hampir dua tahun ini. Makasih udah mau ngerawat aku, mastiin aku selalu baik."

Sekeras apapun Hana untuk tidak menangis, nyatanya air mata itu tetap jatuh. Namun lagi-lagi ia dengan cepat menghapusnya.

"Maaf ya, kalau aku selalu ngerepotin kamu."

Hana menggeleng. "Kamu udah terlalu banyak ngomong. Sekarang gantian aku." Hana menggenggam tangan Rio dan lebih merapatkan tubuhnya. Tangannya yang satu bergerak mengelus rambut Rio dan terdapat beberapa helai rambut di telapak tangannya. "Makasih buat selalu melindungi aku, buat aku ketawa. Makasih selalu kasih surprise yang buat aku merasa istimewa. Ini pertama kalinya aku menjalin hubungan dan itu sama kamu, bahkan sampe sekarang aku nggak nyangka bisa punya pacar sehebat Andrio Dirgantara. Sekuat cowok di hadapan aku sekarang. Makasih buat selalu sabar waktu aku marah-marah nggak jelas, manja." Hana terkekeh namun tenggorokannya tercekat dan dadanya terasa sesak. "Maafin aku juga kalau kadang buat kamu repot."

Hananta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang