Hana membuka buku agenda yang selalu ia bawa. Dirinya bisa dipastikan akan sibuk untuk beberapa hari ke depan oleh tugas dari ekstrakulikuler Jurnalistik yang ia ikuti. Waktunya tersita karena harus wawancara setiap ketua ekstrakulikuler yang akan digunakan untuk bahan majalah sekolahnya. Ia ditugaskan pada bagian tersebut. Untung, dia tinggal mewawancarai karena setiap ketua telah diinformasikan oleh Bu Nadya, pembimbing ekstrakulikuler sekolahnya.
"Han, Basket masih latihan. Voli masih rapat. Cheerleaders yang udah siap." Rina, partner yang menemaninya untuk wawancara, melaporkan hal tersebut pada Hana. "Tapi, sorry banget, Han. Gue harus pulang sekarang. Ada acara keluarga. Ekskul berikutnya, lo nggak usah wawancara, biar gue aja," ucap Rina dengan wajah memelas.
Rina dan Hana biasanya akan berbagi tugas untuk mewawancarai ekstrakulikuler yang telah dijadwal. Awalnya Hana akan menolak, namun karena kebetulan hari ini tidak langsung tiga ekskul diwawancara, ia mengiyakan permintaan Rina.
Oke, sekarang ia tinggal menunggu ketua Cheerleaders yang akan ia wawancari di Ruang Jurnalistik ini. Ia mengecek di buku agenda, siapa yang akan ia beri pertanyaan hari ini.
Shit! Di bukunya tertulis nama Bunga W. Maharani. Astaga, mengapa dia baru ingat sekarang jika ketua Cheerleaders itu adalah Bunga yang selama ini tidak suka dengannya?
Pintu terbuka. Okay Hana, welcome to the hell. Bunga sudah berjalan ke arahnya dengan dagu yang ia angkat, menunjukkan sikap congkaknya.
"Oke, Miskin. Apa yang harus gue jawab. Tolong cepet ya. Gue nggak punya banyak waktu." Bunga duduk di depannya sembari mengibaskan rambut bak model iklan shampoo.
Jangan pikir Hana juga ingin berlama-lama mewawancarai orang di depannya ini. Dirinya pun tidak sudi, sangat.
Tanpa basa-basi, ia segera menanyakan 10 soal dan langsung menuliskan jawaban yang diberikan Bunga. Dua puluh menit berjalan, akhirnya wawancara laknat itu selesai. Ia muak dengan jawaban Bunga yang terkesan melebih-lebihkan ekstrakulikulernya itu.
Bunga bangkit dari tempat duduknya. Tanpa babibu, ia langsung pergi. Hana pun tidak perlu repot-repot mengucapkan terima kasih.
Ia bersandar pada kursi kayu itu. Matanya menatap nama ketua Voli. A. Aditya D. Ia mengernyit, merasa tidak pernah mengenal orang tersebut. Astaga, dia 'kan tidak pernah mau mengenal teman-temannya sendiri. Ia memainkan ponselnya. Menunggu, apakah Rio atau si Aditya-Aditya itu yang akan datang terlebih dahulu.
Pintu berdecit, menandakan seseorang masuk. Hana mengangkat kepalanya. Ia mengenal orang di depannya. Bukan Rio, tapi Rian. Ada perlu apa dia masuk ke Ruang Jurnalistik?
"Mau ngapain lo?" tanya Hana dengan nada yang tidak bisa santai.
Rian mengangkat alisnya. "Mau wawancara lah."
"Please ya, ini yang tertulis tuh Andrio A. Dirgantara. Andrio, not Andrian," jelas Hana sambil menunjuk tulisan yang ada di bukunya.
"Lah, kan emang kampret satu itu wawancara Basket. Gimana sih? Kok lo bikin ribet sendiri?"
"Trus lo mau wawancara yang Voli gitu?" tanya Hana dengan tangan bersidekap di dadanya.
"Ya iyalah."
"Tapi ini namanya A. Aditya D. Kok lo yang da-" ucapan Hana terputus dan kembali membaca nama itu. Kalo tidak salah, inisialnya sama dengan nama Rio. Jangan-jangan benar itu nama Rian? Hana mengangkat kepalanya.
Rian terkekeh dan duduk di hadapannya. "Oke, sekarang apa pertanyaannya? Gue udah siap menjawab," ucap Rian dengan wajah yang jelas-jelas mengejeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...