Jangan lupa vote🌟
***
Hana merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah. Setelah berbincang sedikit dengan Rian, akhirnya cowok itu memutuskan untuk pulang dan dirinya kembali beristirahat. Pikirannya kembali melayang dengan perbincangannya dengan Rian beberapa menit lalu.
"Lo, kenapa sama Rio?" tanya Rian membuja suara pertama kali sejak dari rumahnya hingga mereka tiba di rumah Hana. Mobil sudah berhenti, namun Rian masih ingin tahu apa yang terjadi.
"Ya begitulah," jawab Hana singkat berharap Rian bisa menyimpulkan maksudnya.
Cowok di sampingnya mengangguk kecil. "Tentang Bunga ya pasti?" Hana bergumam kecil untuk menjawab pertanyaannya. "Nggak kaget sih gue, dari dulu anaknya memang nekat. Toxic. Percaya nggak kalau dulu dia ngejar-ngejar gue?"
Hana menatap Rian seketika dengan kerutan jelas di keningnya. "Serius lo? Masa sih?"
Rian terkekeh kecil mendengar jawaban Hana. "Jadi, sebelum dia pacaran sama Rio, dia tuh ngebet banget sama gue. Jujur aja sih, awalnya gue juga tertarik. Tapi, karena dia terlalu agresif, ya gue nggak mau dong. Ilfeel duluan."
Hana terkekeh kecil mendengar cerita Rian disertai ekspresi cowok itu yang totalitas. "Terus, terus?"
"Terus nih, tau gue ngejauhin dia, dia ngedeketin Rio yang notabene juga naksir sama dia."
Mata Hana terbuka lebih lebar. "Lo sama Rio suka sama orang yang sama?"
Rian berdecak kecil mengingat fakta memalukan tersebut. "Iya. Tapi buktinya gue lebih laku dari dia, soalnya Bunga ngedeketin gue dulu daripada Rio. Si Bunga ini mau balas dendam ke gue. Mau nunjukin kalau dia nggak dapet gue, dia bisa dapet kembaran gue. Gue juga awalnya udah ngomong ke Rio kalau cewek itu toxic, ngeselin. Tapi, dasarnya Rio aja yang bego. Akhirnya apa, dia diselingkuhin kan sama Bunga. Gue sih ketawa-ketawa aja gitu. Walaupun kita belum akur waktu itu, gue itu kembaran dia, nggak mau dong dia kena sial. Setelah putus, si Bunga malah mohon-mohon buat balikan. Sampe sekarang. Menurut gue, itu namanya bukan cinta deh, tapi obsesi."
"Halah, kayak yang pernah jatuh cinta aja lo," ejek Hana dan dibalas lirikan tajam Rian. "Eh, bukan cuma karena Bunga, tapi juga karena bokap kalian."
Rian berdecak. "Ya karena bokap gue sama lo itu saling kenal. Bokap gue juga yang—" ucapannya terhenti ketika ia ingat sesuatu.
"Yang? Yang apa? Terus bokap gue kenal bokap lo? Kata ayah waktu itu, dia nggak kenal sama papa kalian. Maksudnya apa sih, Yan?"
Mampus, hampir keceplosan. Batin Rian merutuki dirinya sendiri.
"Bokap gue, bokap gue yang," Rian berhenti sejenak untuk berpikir jawaban yang pas. "Yang jodohin Rio sama Bunga. Gitu."
Hana mengangguk paham. Namun keningnya kembali berkerut. "Maksud lo bokap kita saling kenal?"
Rian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya gue kira kenal. Ternyata enggak, ya?"
Hana menggeleng pelan. Namun ia tidak yakin dengan jawaban yang diberikan Rian, mengingat Tante Emily juga mengenal ibunya. Mungkin nanti akan ia tanyakan langsung ke ayahnya.
Pintu rumah terbuka membuat Hana sadar dari lamunannya. Ayahnya datang. Ia beranjak dan menyalami tangan ayahnya. "Ayah udah makan?"
Wira mengajak anaknya kembali duduk di sofa. "Sudah. Kamu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...