Votenya skuyy🌟
***
Rio bergelung di kamarnya. Badannya terasa sangat remuk. Entahlah, padahal seminggu ini ia benar-benar tidak melakukan aktivitas yang berat agar tidak melelahkan sesuai dengan permintaan dokter. Namun tubuhnya tetap terasa sakit dan dirinya sekarang mudah merasa kelelahan. Belum lagi mimisan yang masih muncul beberapa kali, membuat ia bingung penyakit apa yang sebenarnya diderita.
Sekarang pukul delapan dan dirinya sudah akan jatuh ke alam mimpi jika tidak ada suara telepon yang mengagetkannya. Ia melihat nomor yang tidak tersimpan di ponselnya dan juga merupakan nomor asing.
Ia pun mengangkat panggilan tersebut malas-malasan. "Hello?"
Jawaban yang diberikan beberapa detik setelahnya membuat ia terduduk. Ia pun beranjak dan memanggil Rian di kamarnya.
"Rian!" panggil Rio sembari mengetuk pintu tak sabaran. "Buka pintunya, cepet!"
Pintu terbuka dan nampak Rian dengan wajah kantuknya. "Apa sih? Berisik tau nggak? Gue baru aja tidur, lo—"
Ucapannya terputus ketika Rio menarik paksa dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah. Tangan cowok itu bergerak menekan sesuatu di ponselnya dan Rian dengan tangan yang menyangga kepalanya masih memejamkan mata.
"Rian, are you there?" tanya seseorang yang berasal dari ponsel Rio.
Rian membuka matanya lebar-lebar setelah mengenali suara tersebut. "Mom? Is that you?" tanyanya berusaha memastikan.
"Iya. Kalian berdua, listen to me, besok Mom sampai di Indonesia. Pick me up at 3. Don't be late. See you there."
Dua kembar itu akan menjawab perkataan ibunya, namun sambungan telepon itu sudah terputus. Rio mencoba menghubungi kembali nomor tersebut, namun nihil. Sama seperti kasus Rian sebelumnya, nomor tersebut sudah mati.
"Sifatnya mama banget kalau gini. Lo ya yang jemput mom," ucap Rian sembari menidurkan dirinya di sofa.
"Gue nggak bisa, gue besok harus ke rumah sakit."
Rian mendengus. "Emang jam berapa sih?"
"Gue janjian jam 3 juga."
"Alright, gue yang jemput. Lo sama Hana?" Rio menjawab pertanyaan adiknya itu dengan gumaman kecil.
"Udahlah, gue mau balik tidur lagi," putus Rian dan berjalan kembali ke kamarnya.
"Kebo banget sih lo," cibir Rio menyadari jika sejak pulang sekolah tadi, adiknya baru keluar kamar sekarang.
"Bodo amat. Yang penting kaya."
***
Rio dan Hana masih setia duduk di ruang tunggu, menunggu giliran cowok itu dipanggil. Dalam hati, cowok itu ketar-ketir tentang penyakit apa yang akan didiagnosa oleh dokter. Namun, ia berusaha menyembunyikan hal tersebut dari orang-orang di sekitarnya.
"Lo masih sering mimisan?" tanya Hana dengan menyangga kepalanya dengan tangan kanan dan menghadap cowok itu
"Ha?" Rio nampak gelagapan. "Enggak, udah nggak pernah kok," jawab Rio berusaha menutupi kebohongannya dengan senyuman.
"Kok gue jadi takut, ya?"
Rio tersenyum singkat. "Santai aja kali. Waktu gue konsultasi ke dokter kemarin sih itu cuma karena gue kelelahan. Tapi kalau dilihat dari gejalanya, itu kayak gejala anemia. Tapi berdoa aja sih, semoga bukan penyakit yang serius."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...