Potongan Cerita

52 7 10
                                    

🎵Memories-Shawn Mendes

***

"Kamu ngapain ke sini sendirian?" tanya Rio sembari berjalan mendekat setelah melihat Hana duduk di depan sebuah toko yang sudah tutup. Ini sudah pukul tujuh dan Hana belum pulang sama sekali ke rumah. Gadis itu juga masih memakai seragam sekolahnya.

Hana menutup wajah dengan kedua tangannya dan terisak. "Kan tadi aku ke tempat ibu, waktu pulang nggak ada angkot. Terus mau pesen gojek hapenya mati." Ia mengusap wajahnya yang masih terus mengeluarkan air mata dan belum berani menatap cowok di depannya itu. "Tadi aku jalan sampe sini, mau jalan lagi takut ada cowok-cowok di sana." Rio melihat tempat yang ditunjuk oleh Hana. "Jangan marah." Gadis itu kembali terisak. Ia takut setengah mati daritadi.

Rio menarik Hana agar berdiri dari duduknya dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya, menenggelamkan wajah cantik tersebut di dadanya dan mengelus rambutnya dengan lembut. Sungguh, ia sangat panik ketika Wira mengabari dirinya jika Hana belum ada di rumah, sedangkan tadi sore ia tidak dapat pulang bersama pacarnya itu karena ada urusan di rumah sakit.

"Nggak marah. Kalau kamu bilang ke aku kan tadi aku anter setelah pulang dari rumah sakit, tapi malah kamu kesini sendiri. Tahu nggak sih, aku khawatir banget apalagi hape kamu nggak aktif. Ayah kamu tadi mau cari kamu juga, tapi aku larang."

"Maaf," cicit Hana sambil memeluk pinggang Rio dengan erat dan isakannya yang tadi sempat berhenti, kini kembali terdengar.

Rio menghela napasnya dan masih sesekali mengelus punggung pacarnya itu. Tempat inilah harapan terakhir ia dapat menemukan Hana dan untungnya gadis itu benar ada di sini.

"Pulang yuk, ayah kamu udah nungguin di rumah. Kamu juga harus istirahat."

Hana mengangguk di dalam pelukan Rio lalu bergerak melepas pelukan itu. Rio mengusap sisa air mata dan merapikan anak rambut Hana.

"Maaf ya, gara-gara aku kamu bukannya istirahat malah di sini sekarang. Janji deh, besok-besok nggak teledor kayak gini."

Hana merasakan tepukan kecil di kepalanya dan melihat Rio bergerak melepas hoodie yang dia pakai lalu dipasangkan di tubuhnya.

"Biar nggak dingin."

"Emang kamu nggak kedinginan?"

"Enggak. Pake aja. Lucu, badan kamu tenggelem gitu." Rio terkekeh ketika memasangkan tudung hoodienya di kepala Hana. Walaupun sebelumnya ia sangat gundah, melihat Hana ada di depannya dalam keadaan baik-baik saja membuat dirinya lega dan melupakan kegelisahannya sedaritadi

Gadis itu mencebikkan bibirnya. "Badan kamu gede banget, ada anak SMA tingginya 190."

"Ada. Aku."

"Tapi aku suka hoodie ini tau."

"Kenapa gitu?" Rio menarik Hana dan merangkulnya, lalu membawa ke arah motornya.

"Nggak tau, suka aja." Hana naik ke motor Rio dan memeluk cowok itu.

"Ya udah, besok buat kamu."

***

"Ini kemeja yang aku kasih bukan sih?" Mata Hana berbinar menunjuk kemeja biru dongker yang dikenakan Rio siang ini.

"Iya."

Gadis itu masuk ke mobil ketika Rio membukakan pintu dan menjawab seadanya. "Mau kemana sekarang?" tanyanya begitu Rio sudah duduk di balik kemudi.

"Aku mau ajak kamu ke rumah papa. Tempatnya ada di perbukitan gitu dan emang agak jauh dari sini. Kamu mau? Aku udah ijin ke Om Wira kalau misal nanti pulangnya agak telat."

Hananta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang