Hananta 14

90 9 0
                                    

Rio memainkan ponselnya. Menunggu Hana yang sedang berganti baju dan mengambilkannya minum. Hana keluar, membawa dua cangkir teh dan cemilan untuk mereka.

"Nih, diminum dulu," ucap Hana setelah meletakkan cangkir di depannya dan dijawab dengan ucapan terima kasih dari Rio.

Sebenarnya Rio juga bingung mau melakukan apa di rumah Hana. Jam baru menunjukkan pukul lima dan dia baru bertamu sekitar lima belas menit. Ya kali dia akan pulang sekarang. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan langsung berkata kepada Hana, "Han, lo mau nggak dateng ke pesta pernikahan bokap gue?"

Hana yang ditanya malah kebingungan sendiri. Kenapa juga Rio menawari dirinya? Oke, bukanya kepedean atau bagaimana, tapi kan ini Hana, hello Hana. Kalo Rio mau dia bisa menawari yang lain.

"Why me?" tanya Hana menunjuk dirinya sendiri.

Sepertinya Rio salah. Ia pikir Hana akan mau, tapi dari pertanyaan gadis itu, ia akan menolak ajakan Rio. "Ya karena lo temen gue."

Hana mengernyitkan dahinya. Ini kenapa kakak adek bisa sama jawabannya?

"Bokap gue bebasin buat ngajak siapa aja ke pesta pernikahannya. Tenang masih lama kok," jelas Rio berusaha meyakinkan Hana. Gadis itu hanya ber-oh ria dan belum menerima tawaran Rio.

"Oh iya, sabar. Gue belum ngasih tau Rian soal ini," ucap Rio mengambil ponselnya dan langsung mengabari adiknya.

Andrio A. Dirgantara
Lo bisa ngajak sp aja ke pesta pernikahan pp.

Tidak lama, balasan pun Rio dapat.

Andrian A. Dirgantara
Hm.

Rio menutup kembali ponselnya dan kembali menatap Hana."Jadi, lo mau apa enggak? Ya gue nggak maksa, tapi—" ucapan Rio terhenti ketika seseorang mengetuk pintu rumah Hana yang terbuka.

"Ada apa ini? Kok serius banget mukanya?" tanya Wira sembari berjalan masuk. Rio dan Hana langsung berdiri untuk menyalami Wira.

"Sore om," sapa Rio berusaha untuk sopan di depan calon mertua. Eh.

Wira membalas salam Rio dan duduk di sebelah Hana. "Nggak serius banget sih, Yah. Rio cuma ngajak Hana ke pesta pernikahan ayah Rio." Wira mengangguk paham mendengar penjelasan putrinya.

"Kalau Om mau, Om juga boleh ikut," tambah Rio disertai senyuman di akhir kalimatnya.

"Ah, Om aja enggak kenal."

"Masa sih Ayah enggak kenal?" tanya Hana, karena setahunya dulu ayahnya juga pernah mempunyai kolega-kolega sekelas ayah Rio. Siapa tahu ayah Rio pernah menjadi kolega ayahnya.

"Memang siapa nama ayahmu, nak?" tanya Wira kepada Rio.

"Indra Dirgantara, Om."

Kini Wira terdiam. Cukup kaget dengan fakta tersebut. Berusaha biasa saja, ia pun menjawab, "Saya tidak kenal." Pria itu menatap Hana. "Kalau kamu mau ikut, ikut saja." Hana mengangguk pelan, mendengarkan saran ayahnya. "Ya sudah, kalau begitu saya mau masuk dulu. Silahkan dilanjutkan ngobrolnya."

Hana dan Rio mengangguk, menatap punggung Wira yang menghilang di balik tembok.

"So?" tanya Rio, memastikan jawaban Hana.

"Ya udah deh gue mau. Daripada lo kebanyakan bacot."

Cowok itu tersenyum menatap Hana. Sedangkan yang ditatap malah panas dingin di tempatnya.

***

Hana menatap kesal buku di hadapannya. Soal-soal yang tertera di situ, hanya bisa ia jawab dua dari sepuluh soal. Ketika akan mulai mengerjakan kembali, pintu kamarnya diketuk disusul oleh suara ayahnya yang meminta izin untuk masuk. Pintu berdecit dan menampakkan ayahnya yang mulai termakan usia.

"Ada apa, Yah?" tanya Hana sambil beranjak dari posisi tidur menjadi duduk. Matanya mengamati Wira yang duduk di hadapannya.

Ayahnya tersenyum sekilas. "Kamu suka sama Rio?"

Hana melongo. Pertanyaan ayahnya yang terlalu tiba-tiba membuatnya bingung harus menjawa apa. "Ehmm... Enggak tau, Yah. Kok Ayah tiba-tiba tanya gitu, sih?"

Wira terkekeh. "Enggak. Ayah nggak bakal ngelarang kamu buat pacaran. Tapi kamu harus hati-hati. Lihat pergaulannya. Keluarganya juga. Kamu anak perempuan. Tahu bagaimana dan dimana kamu harus menempatkan diri."

Hana mengangguk. Ini kali pertama ia dan ayahnya membicarakan seorang cowok di kehidupan Hana.

"Ayah lihat Rio baik. Tapi kita juga belum tahu bagaimana keluarganya." Kamu yang belum tahu, Nak. Lanjut Wira di dalam hati, berat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Hana.

"Maksud Ayah?"

"Enggak ada. Ya sudah kamu belajar lagi. Jangan terlalu malam tidurnya ya. Ayah balik ke kamar dulu." Wira pergi dari kamar putrinya setelah mencium lembut kening anak semata wayangnya itu.

Setelah pintu kamarnya tertutup, Hana kembali melanjutkan mengerjakan tugasnya. Belum ada beberapa menit, sebuah notifikasi muncul di ponselnya.
Sebuah pesan dari Rio. Apa ini mimpi? Hana sampai mencubit lengannya dan merintih kesakitan setelahnya. Bukan mimpi! Seorang Andrio Dirgantara mengirimkan pesan kepadanya!

Mengapa ia sesenang ini?

Ia membuka aplikasi chat onlinenya. Mau dalam keadaan apapun, Rio tetaplah Rio yang merupakan manusia teramat sangat datar sekali.

Andrio A. Dirgantara
P

Pesan itu baru ia terima dua menit yang lalu. Masa iya, ia akan membalas sekarang? Mau ditaruh mana harga dirinya? Akhirnya Hana melock ponselnya kembali walaupun pesan dari Rio sudah ia baca.

Tidak lama ponselnya berbunyi lagi. Notifikasi dari Rio datang lagi. Terlihat sekilas dari pesannya,  cowok itu terlihat kesal.

Andrio A. Dirgantara
Jwb dong
Jgn diread doang

Hana tertawa geli karenanya. Entahlah, lucu aja membayangkan wajah Rio yang terlihat kesal walaupun tetap sedatar triplek.

Hananta L. Bahari
Kenapa?

Andrio A. Dirgantara
Tgs Fisika uda?

Ahananta L. Bahari
Lagi gue kerjain

Andrio A. Dirgantara
Bsk gw nyontek

Hana mengernyitkan dahi. "Kurang ajar banget nih anak," gerutunya kesal.

Hananta L. Bahari
Hm-_-

Pesan itu sudah terbaca oleh Rio. Awalnya Hana pikir cowok itu tidak akan membalas. Namun, sedetik kemudian ada pesan masuk dari Rio yang sepertinya membuat Hana tidak bisa tidur malam ini.

Andrio A. Dirgantara
Jgn tdr mlm"
Gd Nite

***

17 Januari 2020

Hananta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang