Hananta 15

74 8 0
                                    

Hana memasuki ruang kelasnya dengan santai. Tersisa waktu dua puluh menit lagi sampai bel berbunyi. Ketika ia menaruh tas di mejanya, Rio datang dengan menengadahkan tangannya ke arah Hana, yang tentu saja membuat gadis itu mengernyit bingung.

"Apaan?" tanya Hana ketika Rio tidak membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.

"Tugas."

Hana membulatkan mulutnya sembari mengangguk. Paham dengan maksud Rio. Tangannya segera mencari buku bersampul rapi itu dan memberikan kepada Rio.

"Jangan pinjemin siapa-siapa. Kalo ada yang mau pinjem harus izin gue dulu," pinta Hana panjang lebar yang setelah itu dibalas gumaman oleh cowok di depannya dan berlalu pergi.

Hana duduk dan menyumpalkan earphone ke telinganya. Tangannya membuka buku kecil berisi rumus-rumus Fisika dan sudah ia tulis dengan rapi beserta hiasan sebagai pelengkap. Pelajaran tersebut adalah pelajaran favoritnya dan memahami rumus adalah hobinya.

Ketika sedang asyik membaca tulisan di buku hitam itu, Hana merasa ada seseorang menarik bukunya. Gadis itu terkesiap dan ketika matanya memandang orang yang merebut paksa bukunya, emosi langsung memenuhi benak cewek tersebut.

"Wuih, anak miskin bacaannya rumus." Bunga, gadis itu berkata dengan wajah sok takjub dengan tangan membolak-balik catatan Hana.

Hana berdiri dan berusaha mengambil bukunya, namun Bunga melemparkan buku tersebut ke Lily, salah satu dayangnya. "Kembalikan buku saya." Hana menggeram, tangannya gatal ingin menarik rambut Bunga dan mencabik-cabik muka cewek di depannya.

"Kalau saya tidak mau, bagaimana?" tanya Bunga dengan cara bicara formal, sengaja mengikuti Hana.

Hana menghembuskan napasnya. Kata sabar berulangkali ia ucapkan di dalam hatinya. "Give it to me, please." Baiklah, biarkan Hana memohon kali ini.

"What? I can't hear you." Bunga sengaja mencondongkan telinganya ke arah Hana dengan senyum lebar bertengger di bibirnya.

Astaga. Hana memutar bola matanya. Kelasnya sudah mulai ramai. Tidak, Hana tidak malu. Ia hanya bingung, dari sekian banyak temannya yang sudah datang, tidak ada satupun yang membantunya. Oh, come on, mereka terlalu takut dengan Bunga atau bagaimana? Mika juga belum datang, padahal dia satu-satunya harapan Hana untuk dapat membela dirinya di depan Bunga. Sebenarnya ada satu orang lagi, Rio. Tapi, ketika ia melirik ke arah cowok itu, Rio sedang asyik menyalin tugasnya dan menyumpal telinganya dengan earphone.

"Bisa kembalikan buku saya? Saya mohon," ulang Hana yang membuat Bunga semakin melebarkan senyumnya.

"Girl." Tangannya mengarah ke Lily, meminta buku kecil itu. Bunga memberikan buku itu kepada Hana, namun segera menarik kembali ketika Hana akan mengambilnya dan melemparlan ke Sofya, dayangnya yang lain.

Tangan Sofya bergerak cepat membuka buku itu dan merobek asal beberapa halaman secara paksa. Hana yang melihat hal tersebut refleks mendorong Bunga yang ada di depannya dan menghampiri Sofya.

"Maksud lo apa, hah?!" Tidak tanggung-tanggung, kali ini ia membentak Sofya yang bahkan sedang tertawa, tidak merasa takut sama sekali. Hana merebut buku yang ada di tangan Sofya dan berlari keluar kelas. Tidak peduli jika bel sebentar lagi berbunyi.

Ia berpapasan dengan Mika ketika melewati pintu dan menatap Hana dengan ekspresi bingung. Matanya menjelajahi kelas yang terlihat tidak peduli. Ketika matanya bersirobok dengan Rio, gadis itu mengangkat dagunya bermaksud bertanya dan dijawab dengan Rio yang mengedikkan bahunya.

Sebenarnya ketika Rio berdiri untuk mengembalikan buku Hana, ia melihat Sofya sedang merobek beberapa lembar kertas dari buku kecil berwarna hitam. Karena tidak mengetahui apa yang terjadi, ia hanya diam saja dan baru sadar jika buku tersebut adalah milik Hana ketika merebut paksa dari Sofya serta berlari setelahnya.

Dan sekarang, tanpa sadar kakinya melangkah keluar. Mencoba mencari Hana.

***

Hana duduk di taman samping sekolah. Bel sebenarnya sudah berbunyi, tapi ia belum mau kembali ke kelas. Toh, pelajaran akan dimulai setelah doa, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan literasi. Kira-kira ada waktu tiga puluh menit untuk mengulur waktu. Walaupun ada guru piket yang berkeliling setelah bel berbunyi, ia tidak peduli. Ia masih bisa mencari alasan lain.

Hana masih sangat kesal dengan perlakuan Bunga dan gengnya. Dirinya juga sempat menangis karena buku rumusnya sobek. Oh ayolah, catatan itu ia buat sejak dirinya SMP. Bahkan, buku itu adalah pemberian mendiang mamanya. Bagaimana ia tidak menangis?

Matanya masih sedikit merah. Tatapannya nanar melihat buku di tangannya yang sudah hancur. Catatan hilang, buku pemberian mamanya rusak. Mungkin hari ini sial kembali memihak padanya.

Hari ini memang hari sial gue. Batin Hana mengatakan seperti itu ketika telinganya mendengar seseorang yang tidak asing memanggil namanya dan sekarang duduk di sebelahnya.

"Lo ngapain di sini?" tanya orang itu dengan penuh keheranan.

"Bukan urusan lo." Nada ketus keluar dari mulut Hana.

"Ya santai dong. Ngegas mulu." Rian, cowok itu sekarang malah bersandar dengan santainya. "Lo nggak nanya gitu kenapa gue di sini?"

Hana mengernyit. "Enggak."

"Gue sih emang kalo tiap pagi jarang masuk kelas. Masuk kalo literasi udah selesai. Mager guenya."

Hana memutar bola matanya. Seharusnya Rian tidak perlu memberi pilihan untuknya jika akhirnya ia tetap menjelaskan alasan mengapa dirinya di luar.

"Ah, lo diem mulu. Ajak gue ngobrol kek."

"Lo yang banyak omong daritadi." Hana semakin kesal saja. Lama-lama Rian masuk orang keempat yang dia benci di sekolah ini, setelah Bunga, Sofya, dan Lily.

"Gue 'kan coba ngehibur lo."

"Maksud lo?"

"Lo pikir gue nggak tau lo habis nangis?"

"Nggak usah sok tau deh lo."

"Gue nih punya niat baik, nggak lo anggep. Sakit tau nggak?" Wajah Rian dibuat begitu mendramatisir keadaan yang malah membuat Hana jijik.

"Alay lo. Sumpah deh, lo makin hari makin cerewet aja."

"Emang kenapa?"

"Awalnya lo tuh ya, jutek banget, ngeselin. Sama kayak kembaran lo. Eh tapi sekarang malah lo yang lebih cerewet."

Rian tertawa kecil. "Lo mau tau nggak kenapa gue bisa kayak gitu?"

"Lo bipolar?" Hana menunjukkan wajah kagetnya.

Rian berdecak. "Ya enggaklah."

"Terus?"

"Karena gue..." Rian sengaja menggantung kalimatnya dan sukses membuat Hana menyatukan alisnya.

"Karena gue suka sama lo."

***

Hai! I'm back!
Nungguin nggak?
Aku kembali bersama Bunga dan Rian.
Jadi kalian lebih suka Hana sama Rio atau Rian?

Buat kalian, stay di rumah dulu yaa...
Stay healthy.
For you, for me, and for us.

Vote dan komentar boleh?
Thank you.

Salam,
Bellen

22 Maret 2020

Hananta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang