"Lo mau nggak jadi pelampiasan gue?" Mata biru itu menatap dalam mata cokelat yang juga sedang menatapnya.
"Gue?" Hana menunjuk dirinya sendiri. Ia mengernyit dan tiba-tiba tertawa. "Oh, lo butuh latihan? Oke-oke coba ulangin. Anggep aja gue cewek yang lo maksud."
Kali ini Rio yang mengernyitkan dahinya, tidak mengerti maksud Hana. "Gue serius, Hana."
"Iya, gue juga serius mau bantu lo."
"Gue serius kalo cewek yang gue maksud itu lo!" seru Rio kesal. Entahlah, ia merasa jika cewek di depannya sekarang sedang tidak peka, terlalu polos, atau paling parah adalah bego.
Mulut Hana terbuka. Apa dia salah dengar? "Maksud lo?" tanya Hana mencoba memastikan.
"Ya apalagi? Lo bantu gue buat ngelupain mantan gue."
Hana mengalihkan pandangannya dari Rio dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa canggung dengan pernyataan Rio yang to the point itu. "Gimana? Mau enggak?" tanya Rio kembali memastikan.
"Mmm.. Kalo gue jadi pelampiasan lo, gue harus ngapain?"
Rio menaikkan alisnya. "Ya kita masa pendekatan, kalo cocok ya lanjut pacaran. Kalo enggak ya udah. Selesai."
"Segampang itu?"
Rio mengedikkan bahunya. "Yes. Just like that." Rio meluruskan kakinya dan menyatukan tangan di depan dadanya. "Lo kenapa, sih? Lo nggak mau? Atau jangan-jangan lo nggak pernah pacaran?"
"Iya," jawab Hana lirih.
"Lo mengiyakan yang mana? Yang nggak mau atau yang nggak pernah pacaran?"
"Pacaran."
Mata Rio melebar dan sedetik kemudian terdengar suara tertawa yang sesungguhnya sangat mengganggu Hana. Rio mengangguk, paham mengapa Hana tidak peka. "Seriously? Why?"
"Nggak ada yang mau sama gue!" seru Hana ketus lalu berdiri berniat meninggalkan Rio.
"Tapi gue mau kok sama lo."
Hana berhenti. Dia juga cewek normal yang bisa baper mendengar pernyataan seperti itu dari cowok. Ketika akan berbalik, ternyata cowok itu juga sudah ikut berdiri menghampiri dirinya. "Gue anter lo pulang."
Mereka memasuki mobil. Belum ada pembicaraan sampai Rio sendiri yang memulainya. "Well, lo belum jawab pertanyaan gue."
Hana menghembuskan napas. Ia kira cowok itu sudah lupa.
"Gue nggak akan lupa," ucap Rio seperti tahu isi benak Hana.
Hana bergumam. "Jujur aja sih, gue juga nggak tahu. Gue sendiri juga masih bingung."
"It's okay. Kita jalanin aja dulu. Nggak usah buru-buru. Yang penting gue nyaman, lo juga nyaman." Rio menatap Hana dengan senyum tulus. Senyum itulah yang membuat Hana menganggukkan kepalanya yakin.
***
Hana sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Rambutnya ia kucir menjadi satu agar tidak gerah. Pagi ini, ia memutuskan untuk berangkat lebih pagi. Ayahnya yang masih di luar kota membuat ia harus naik angkutan umum ke sekolahnya. Waktu dua puluh menit akan menjadi lebih lama jika gadis itu menggunakan angkutan umum yang pasti akan berhenti untuk menaik-turunkan penumpang.
Memastikan sekali lagi tidak ada yang tertinggal, gadis itu mengunci pintu gerbang rumahnya dan bergegas ke pinggir jalan raya. Langkahnya berubah menjadi pelan ketika ada motor yang tidak asing di luar area perumahannya. Rio!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...