Mobil Mercedes Benz CLS-Class berwarna hitam itu memasuki salah satu basement pusat perbelanjaan yang cukup ramai. Rio turun terlebih dahulu sebelum disusul Hana yang masih bingung alasan Rio mengajak dirinya ke mall.
Hana menahan Rio sebelum meninggalkan mobil di sampingnya. "Kita ngapain ke sini?"
Rio memutar bola mata malas karena semenjak meninggalkan rumah cewek itu sampai mereka tiba, Hana tidak pernah berhenti bertanya mereka akan kemana. "Mau ngelamar jadi office boy," jawab Rio sekenanya dan langsung meninggalkan Hana di belakangnya.
Gadis itu berlari kecil menyusul Rio yang langkah kakinya mungkin tiga kali lebih besar dari dirinya. Oke, ini berlebihan.
Rio memasuki restoran cepat saji yang menyediakan burger, pizza, dan sejenisnya. "Lo mau pesen apa? Dibungkus aja ya. Gue males makan di tempat rame kayak gini."
Hana mengangguk dan segera menyebutkan pesanannya. Ketika ia akan mengeluarkan uang, ternyata Rio sudah memberikan kartu kredit yang Hana tahu berjenis Gold.
Mereka duduk di kursi yang tersedia. Menunggu pesanan mereka datang. Tidak ada pembicaraan sama sekali hingga mereka keluar restoran.
"Sekarang kita mau kemana?" tanya Hana setelah menghabiskan gigitan pertama makanannya.
"Bisa nggak sih, lo ikut aja? Diem gitu kek. Capek gue daritadi ditanyain 'mau kemana'. Ngerti?" gerutu Rio kesal.
"Ya makanya dijawab dong kalo orang tanya. Lo kenapa sih sensi banget hari ini? PMS?" protes Hana yang juga ikut-ikutan kesal dengan nada bicara Rio.
Rio hanya menghela napas. Ia tetap melangkahkan kakinya ke tempat yang ia tuju. Setelah melihat tempat tersebut, ia langsung berbelok masuk.
Sedangkan Hana, ia harus mengerem mendadak ketika Rio memasuki toko itu. Jika ini sedang tidak di mall, mungkin Hana akan melempar makanan yang ada di tangannya. Karena tidak mau disangka orang hilang, dirinya segera masuk ke toko yang ternyata adalah sebuah brand dari luar negeri.
"Lo lama banget sih?" Rio berdiri sekitar dua meter di hadapannya dengan wajah yang makin ditekuk.
See? Sekarang Hana yang disalahkan. Hana memutar bola matanya. "Kita mau ngapain di sini? Mau daftar office boy di sini?" Jika begini, Hana juga ikutan badmood. Ingat, dia hanya perempuan biasa, tidak selamanya kuat. Alay, batin Hana.
"Lo bener mau ke nikahan bokap gue, 'kan? Nah, sekarang lo pilih dress yang lo mau," ucap Rio muali beranjak duduk di sofa yang di dekatnya.
Ini serius? Maksud Rio meminta dia memilih dress karena akan dibelikan atau cuma mau mengantar dirinya saja? Ya kali, beli dress di sini ngabisin duit jajan dia berapa bulan? Hana masih bergeming memikirkan segala kemungkinan yang ada.
"Gue yang beliin," seru Rio menjawab semua pertanyaan yang ada di benak Hana. "Beneran. Gue nggak bohong. Sumpah. Demi apapun," sambung Rio sebelum Hana kembali bertanya untuk memastikan.
Hana masih diam. Dia sekarang malah bingung harus melakukan apa. Rio berdeham. Mata cowok itu melirik ke barisan dress di depannya, meminta Hana untuk segera memilih. Hana mengangguk pelan, melepas sling bag dan meletakkan di samping Rio bersama makanannya yang masih tersisa.
Dirinya bergerak ke tengah-tengah dress yang menggantung. Tangannya mulai mencari model dan ukuran yang pas dengan dirinya. Hana termasuk orang yang simple, jika sudah mendapat yang sekiranya cocok, maka ia akan langsung mengambilnya.
Tangannya meraih sebuah dress berwarna hijau tosca dengan panjang selutut. Model off shoulder membuat dirinya suka. Ia mengambil dress tersebut dan membawanya ke Rio, meminta persetujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...