Jangan lupa vote🌟
***
Hari minggu tiba. Sesuai janjinya dengan ayahnya, hari ini ia mengantar Indra datang ke rumah Wira. Rian menolak ikut bersama mereka dan akhirnya hanya Rio sendiri yang mengantar papa dan bundanya. Sejak berbaikan beberapa hari lalu, ia dan Rian sengaja membuat panggilan tersendiri untuk Risa dan mereka menggunakan Bunda yang untung saja disetujui oleh wanita itu.
Rio mengendarai motornya dan diikuti oleh mobil ayahnya. Perkataan Indra tidak main-main ketika ia memutuskan untuk hidup lebih sederhana. Mobil-mobil mewahnya dulu sudah tidak ada dan hanya terdapat satu mobil keluarga dan satu mobil pribadi milik Risa. Rumah berlantai dua yang dipilih Indra berbeda dengan rumah lamanya. Jika rumah mereka dulu terdiri dari pilar-pilar besar, setiap kamar yang memiliki balkon, kolam renang, dan halaman belakang yang sangat luas, kini sudah tidak terlihat di rumah baru. Hanya ada 1 balkon yang terhubung dengan ruang tengah lantai dua, kolam renang sederhana, dan gazebo kecil di belakang rumah.
Rio menghentikan motornya saat sampai di depan rumah Hana. Terlihat Hana yang sedang menyiram tanaman dan ayahnya yang membersihkan rumput di halaman. Salah satu gambaran keluarga bahagia di dalam benak Rio. Ia berjalan terlebih dulu untuk bertemu dengan Hana dan ayahnya. "Pagi, Om," sapanya ketika menyalami Wira. "Papaku mau ketemu sama Om."
Masih ada raut tidak percaya di dalam wajah Wira. Namun melihat sosok yang baru saja turun dari mobil membuat ia membenarkan apa yang dikatakan pemuda di hadapannya. "Hana, tolong buatkan minuman ya." Hana mengiyakan permintaan ayahnya dan masuk terlebih dahulu, bahkan melewati Rio begitu saja.
Indra datang dan memeluk tubuh Wira, layaknya sahabat lama yang sudah lama tidak berjumpa. "Aku mau minta maaf, Wir."
Wira tersenyum dan menepuk bahu Indra. "Masuk dulu. Lagi dibuatin minuman sama anakku. Rio masuk dulu."
"Kalau boleh, Rio tunggu di teras aja, Om." Wira mengangguk dan cowok itu pun duduk di teras setelah ketiga orang dewasa tersebut masuk ke rumah. Baginya ini adalah masalah mereka, ia tidak perlu tahu apa yang dibicarakan.
"Kenapa nggak masuk?" Hana datang dengan sebuah gelas berisi teh hangat.
Rio menggeleng pelan. "Di sini aja." Hana mengambil duduk di sampingnya, memainkan nampan yang ada di tangannya.
"Aku denger berita, katanya perusahaan papa kamu nyaris bangkrut. Bener?"
"Iya. Papa ditipu."
"Sorry to hear that."
Rio tersenyum. "Thanks." Hening. Tidak ada inisiatif untuk memulai pembicaraan di antara mereka.
"Aku masuk dulu ya."
Sebelum Hana pergi, Rio mencekal tangan gadis itu. "Mau nggak ikut sama gue?"
"Buat apa?"
Hati Rio mencelos ketika mendengar pertanyaan Hana. Benar. Buat apa? Sudah pasti Hana muak dengan semua bualan Rio.
"Hana, Nak. Kalau kamu mau pergi sama Rio boleh kok." Suara Wira dari dalam rumah membuat mereka terdiam.
"Mau?" tawar Rio sekali lagi.
Akhirnya Hana mengangguk. "Aku siap-siap dulu. Habisin minumannya." Cowok itu melirik ke arah minum yang belum tersentuh sama sekali lalu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Tak perlu waktu lama bagi Hana untuk bersiap-siap dan berpamitan. Hana mengambil helmnya dan langsung menyusul Rio yang sudah terlebih dahulu ke motornya. "Lebih suka kucing atau anjing?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...