Jangan lupa vote🌟
Ini ceritanya masih lanjut part kemarin yaa..***
"Cie, blush." Rio menggoda Hana yang kini sedang menutup mukanya karena malu.
Hana melotot ke arah Rio dengan tangan yang bergerak ke depan wajah cowok tersebut, seakan-akan ingin memukulnya. "Lo tuh ya. Seenaknya aja ..." Hana menggantung kalimatnya dan kembali mengalihkan pandangan dari Rio.
"Apa?" tanya Rio masih terus menggoda gadis di sampingnya. Benar saja, gadis itu mengerucutkan bibirnya. Kehabisan kata-kata karena cowok di sampingnya.
Rio menghembuskan napas, lalu duduk bersandar pada bangku tersebut dan diikuti Hana. Tidak menunggu lama, cowok tersebut meletakkan kepalanya di pundak Hana. Sejujurnya, detak jantungnya masih belum normal akibat perlakuan Rio yang baginya terlalu tiba-tiba ini. Lagi, mereka juga belum pernah sedekat ini sebelumnya. Namun, tanpa sadar ia juga menempelkan pipi kanannya ke puncak kepala Rio.
"Besok gue nggak latihan basket dan dua hari lagi gue tanding. Gue takut kalau gue nggak bisa bawa tim gue menang." Rio menatap bintang di langit yang cerah malam ini.
Hana juga mengikuti arah pandang Rio. "Perkara menang atau kalah itu belakangan. Kalau lo menang, itu bonus latihan kalian selama ini. Dan kalau kalian kalah, kalian juga dapet bonus, sebuah pelajaran." Hana mengangkat kepalanya dan menatap cowok tersebut.
Rio tersenyum dan mengangguk kecil. "Posisi kayak gini bikin gue ngantuk. Kalau gue tidur bangunin, ya."
Hana sontak mendorong kepala cowok tersebut. "Nggak mau. Kalau kelamaan berat."
Cowok di depannya memberengut kecil, pura-pura merajuk. Ia pun melipat tangannya di depan dada dan bergeser beberapa senti dari Hana. Hana yang menyadari tindakan Rio membuka mulutnya tidak percaya. Bahkan, dirinya hampir tertawa melihat tingkah cowok di sampingnya.
"Oh, jadi marah nih?" Hana menusuk-nusuk lengan kiri cowok tersebut, namun dihempas begitu saja, membuat dirinya semakin tidak percaya.
"Jangan marah, dong." Kali ini Hana menggoyang-goyangkan lengan tersebut, namun Rio masih saja bergeming.
Wah, Hana tidak percaya jika Rio akan benar-benar merajuk. Ia pikir cowok itu hanya berpura-pura saja. Tapi, melihat cowok tersebut bahkan tidak meliriknya sama sekali membuat dirinya tahu bahwa Rio tidak berpura-pura.
"Ya udah nih, tidur di sini lagi." Hana memutar badannya kembali menghadap ke depan. Gadis itu melirik Rio setelah beberapa detik dan tetap tidak bergerak barang satu senti pun.
"Ya ampun, ini beneran marah? Ya Tuhan. Cuma gitu doang." Lirikan sinis diterima Hana secara gratis membuat ia terkejut.
"Gue harus ngapain, biar lo nggak cuekin gue kayak gini?" Ah, Hana seperti berbincang dengan patung sekarang.
Dengan spontan, Hana memeluk Rio dari samping dan meletakkan pipi kanannya di lengan kiri cowok tersebut. Dirinya menutup matanya, menahan rasa malu yang luar biasa. "Jangan cuekin gue, dong. Gue nggak suka."
Tanpa Hana tahu, cowok yang dipeluknya sangatlah terkejut. Bahkan, jantungnya sekarang seperti lari marathon diberi perlakuan seperti sekarang. Namun, untungnya dirinya pandai memasang ekspresi mukanya tetap datar, walaupun sudah tidak tahan untuk tidak tersenyum.
"Hm." Akhirnya suara gumaman keluar membuat Hana mendongak dengan masih memeluk cowok itu.
"Masa cuma 'hm' doang, sih?" Hana mengerutkan alisnya, kesal.
Akhirnya, Rio benar-benar tersenyum. Melihat raut kesal di wajah Hana sangatlah lucu baginya. "Iya deh. Aku udah nggak marah. Betah banget ya meluknya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...