Hana mondar-mandir di kamar. Ia memegang ponselnya. Dua pesan masuk secara bersamaan.
Andrio A. Dirgantara: Jangan lupa, setengah tujuh gue jemput.
0857xxxxxxxxx: Bar, jadi ikut nggak? Kalo iya, nanti gue jemput. Rian.
Oke. Hana bukannya besar kepala karena diundang oleh dua cowok sekaligus. Masalahnya, dia sekarang bingung sendiri harus bagaimana. Sebenarnya ia sama-sama tidak mau datang di acara Rian dan makan malam berdua dengan Rio. Apa ia pura-pura sakit saja sekarang?
Ah, sudahlah. Ia memilih untuk menerima tawaran Rio. Terlihat dari pesannya saja, cowok itu seperti tidak mau dibantah. Seperti pesannya tadi siang untuk tidak dandan ribet, Hana hanya memakai blouse berwarna putih dan jeans berwarna biru donker. Setengah jam lagi Rio akan menjemputnya. Ia pun hanya memoles make up tipis seperlunya.
Hana membuka ponselnya, membalas pesan Rian. Memberitahu ia tidak bisa datang karena ada acara lain. Dirinya benar, bukan?
Ia mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Tanpa buang-buang waktu, dirinya segera keluar dari kamar dan mendapati Rio sedang berbincang ringan dengan ayahnya. Ternyata cowok itu meminta izin langsung ke ayahnya, walaupun ia sudah melakukan hal tersebut sewaktu ayahnya menyadari dirinya akan pergi malam ini. Kabar baiknya, ia memang diizinkan untuk pergi dengan Rio. Kabar buruknya, Hana dikira memiliki hubungan khusus dengan cowok itu. Jelas, ia membantah hal tersebut.
Setelah Rio mendapat izin langsung dari Wira, ia segera menyalami tangan pria paruh baya itu. Diikuti oleh Hana yang selanjutnya mendapat bisikan tidak mengenakkan. Dia pria baik, ayah suka. Ayah restuin kamu sama dia. Hana sontak membelalakkan matanya. Heran sendiri dengan tingkah ayahnya.
Hana diam selama di motor Rio. Tidak ada niat bertanya mereka akan kemana. Namun ia mengernyitkan dahinya ketika motor Rio memasuki sebuah basement. Ini bukan basement sebuah restoran atau mall. Hana tahu betul ini adalah parkiran sebuah apartemen mewah.
Apa-apaan ini?!
Ketika motor yang mereka tumpangi berhenti, Rio segera melepas helmnya dan menunggu Hana untuk turun terlebih dahulu. Namun, selama dua menit, gadis di belakangnya hanya bergeming. Ia melirik gadis itu lewat kaca spion dan dibalas ekspresi datar.
"Kenapa?" tanya Rio setelah lama diam dan tidak menghasilkan jawaban apa-apa.
Hana melepas helm dan diletakkan di atas paha kanannya. "Lo ngapain bawa gue kesini?" Ia memberi tatapan curiga kepada Rio lewat kaca spion.
Bukan jawaban, cowok di depannya ini malah tertawa terbahak. Ini kali kedua sejak siang tadi. Karena kesal, Hana memukul kepala belakang Rio yang membuat tawa cowok itu terganti oleh rintihan kecil.
Sisa tawa terdengar sebelum ia berkata, "Ini apartemen gue. Gue nggak bakal ngapa-ngapain elo. Niat gue baik, beneran." Rio membuat bentuk V dengan jari telunjuk dan tengah di kedua tangannya.
Hana mendengus dan turun dari motor sport berwarna merah itu. Rio turun dan langsung mengajak Hana ke arah lift yang ada di basement itu. Ia menekan tombol berangka sembilan, lantai di mana apartemennya berada, sesaat setelah masuk ke dalam kotak besi berjalan itu.
Ketika pintu lift terbuka, kaki panjang berlapis jeans berwarna hitam itu melangkah dengan cepat ke sebuah pintu yang menjadi tempat tinggalnya selama dua tahun terakhir ini. Ia membuka pintu dan mempersilahkan Hana masuk.
Gadis itu terperangah dengan desain apartemen Rio. Bernuansa putih, hitam, dan abu-abu. Sangat maskulin. Lampu kristal yang cukup besar menggantung di tengah-tengah ruang tamu itu. Rasanya, Hana ingin melakukan house tour, membayangkan betapa mewah dan kerennya apartemen Rio. Penataan barang-barang yang rapi dan tempat yang bersih. Pasti tidak akan sulit bagi seorang Dirgantara untuk menyewa apartemen mewah sekaligus asisten rumah tangga untuk merawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hananta ✔
Teen FictionHananta Laksita Bahari. Siswi International High School, berumur 17 tahun, memiliki cerita dalam menjalani kehidupan remajanya. Rasa senang dapat memiliki teman-teman yang peduli tidak menjamin semuanya. Ada saja yang membenci dirinya. Belum lagi ma...