2

139 25 0
                                    

Tang tang tang!

Suara logam beradu dalam gelapnya malam. Malam yang sedang menuju ujungnya, menanti fajar segera menjelang.

Tidak ada yang menyaksikan perkelahian itu. Tak ada yang melihat siapa yang sebenarnya sedang bertarung. Bahkan Si Tinggi Besar pun tidak tahu siapa lawan yang berani menyerangnya.

"Siapa kau?"

Orang yang ditanya tidak menjawab. Hanya sabetan pedang yang merespon pertanyaan itu. Sett! Untung saja Si Tinggi Besar sanggup menahan serangan itu dengan golok tebal yang dipegangnya.

Begitulah, serangan sekaligus tangkalan berkali-kali terjadi. Rumah jagal itu berubah menjadi arena pertarungan. Seorang penjagal hewan kini harus menerima karmanya untuk dijagal oleh seseorang yang datang tanpa diundang. Dan, tak dikenal.

Tubuh si penyerang memang lebih kecil dari lawannya, tapi dia begitu gesit bergerak. Mengitari setiap sudut ruangan gelap nan luas di dalam gedung tanpa plafon.

"Hei hei ada apa ini?" Si Kurus ternyata datang, "Kau berani melawan kami?"

Tamu tak diundang itu ternyata merasa tidak sanggup ketika lawannya bertambah menjadi 2 orang. Bala bantuan yang datang cukup menyulitkan pergerakan si tamu tak diundang.

Pertarungan menjadi tidak seimbang.

"Hei, kau berani mengganggu kami berarti berani mati!"

Sambil mengayunkan goloknya, Si Kurus mencoba meruntuhkan mental lawannya. Sett sett, ayunan demi ayunan seperti sebuah baling-baling yang berputar tertiup angin. Sulit dihentikan.

"Selesaikan saja pekerjaanmu, kawan!"

Si Kurus berteriak kencang memberi petunjuk. Mereka diburu waktu, gangguan yang datang lumayan membuat pekerjaan mereka menjadi lebih lama.

"Lenyapkan dia! Jangan sampai dia mengganggu kita!"

Betul juga jika membagi pekerjaan sesuai kesepakatan bisa mempercepat tugas. Dan, tentu saja bisa mempermudah mereka mendapatkan imbalan.

Si Tinggi Besar segera meninggalkan arena pertarungan. Berlari menuju sisa pekerjaannya yang tidak jauh dari tempat kedia orang yang masih berkelahi. Langkah kaki laki-laki itu membawanya pada seonggok tubuh yang terbujur kaku. Tidak bernyawa.

Kenapa harus ada yang mengganggu pekerjaanku. Hatinya masih bertanya-tanya, kenapa ada orang yang datang ketika pekerjaannya hampir selesai. Mungkinkah ada pihak lain yang tertarik dengan apa yang kukerjakan?

Sreet, pisau membelah usus yang sudah teronggok.

Tangan kanan laki-laki itu merogoh usus yang penuh dengan kotoran berwarna hijau. Dia mencari sesuatu.

Kekalutan mulai menjalari pikiran Si Tinggi Besar. Apa yang dicarinya tidak ditemukan.

Dengan sigap, dia mengambil lampu minyak yang tergantung di pilar; ingin memastikan apa yang dicarinya itu benar-benar ada. Oh, aku harus memisahkan kotoran ini dengan air mengalir.

Diangkatlah keranjang bambu yang mewadahi usus nan berlumuran kotoran itu. Dia mendekati bak air yang tersedia di sudut bangunan. Membasuh dengan bersih usus berukuran sekarung beras di hadapan.

Sesekali Si Tinggi Besar memperhatikan temannya yang sedang bertarung hebat dengan si penyusup. Dia berharap bisa mengetahui identitas orang serba tertutup itu. Wajahnya tidak jelas diketahui. Tidak ada ciri tubuh yang bisa teridentifikasi. Sehingga tidak bisa memperkirakan pihak mana lagi yang turut campur dalam urusannya kali ini.

Membutuhkan waktu tambahan untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Bukan karena dia tidak sanggup bekerja dengan cepat, tetapi apa yang dicarinya tidak ada.

"Bangsat, benda itu tidak ada di sini!"

Si Tinggi Besar mundur beberapa langkah, dia sulit mempercayai apa yang telah terjadi. Pekerjaannya menjadi sia-sia.

Wajahnya melirik ke 2 orang yang sedang bertarung. Nampaknya pertarungan berganti tempat. Mereka menjauh ke arah pekarangan rumah jagal itu. Mereka berkelahi di tempat yang lebih gelap, bahkan paling gelap di tempat itu.

Si Tinggi Besar sudah tidak memperdulikan lagi kedua orang itu. Mereka luput dari pandangan. Perhatian terfokus pada seonggok usus seekor sapi yang sudah dirobek, dikorek bahkan nyaris diacak-acak.

"Hei, bagaimana? Kau bilang ... benda itu tidak ada?" Si Kurus sudah kembali di depan temannya.

"Ya, begitulah. Ke mana orang itu?"

"Dia pergi, entah ke mana."

"Kau tahu siapa dia?"

"Entahlah, seluruh tubuhnya tertutup. Tidak ada yang bisa menjadi ciri yang bisa kukenali."

Kedua orang itu saling tatap.

"Kita periksa lagi, mungkin benda itu terselip."

Si Tinggi Besar menganggukan kepala.  

Sekali lagi, kedua orang itu mencari benda yang dicari dalam usus sapi yang telah dikeluarkan kotorannya. Diraba setiap sela lipatan usus besar berharap benda yang dicari ada di dalamnya. Tapi, hasilnya tetap nihil.

"Benar kan, sapi yang dimaksud adalah sapi yang kusembelih ini?" Si Tinggi Besar meminta kepastian.

"Ya, Tuan Win Feng mengatakan jika sapi nomor 123 adalah sapi yang dimaksud."

"Mungkin sekali, sapi yang dimaksud itu keliru."

"Atau, ada orang yang menukar sapinya?"

Panca dan Prahara Rumah JagalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang