29

37 16 0
                                    

Penasaran, hal itulah yang membawa Panca untuk melangkah. Bukan hanya nyamuk-nyamuk yang semakin banyak menggerayangi, tapi pikiran anak itu terasa terganggu oleh pemandangan di depan matanya.

Para petugas keamanan yang sebelumnya berjejer di depan gedung, kini tidak ada lagi. Mereka masuk ke dalam gedung dengan serempak.

Panca melihat ke sekeliling, menjadi lebih sepi. Kemudian kakinya melangkah menyeberangi jalan raya.

Di seberang sana, didapatinya deretan kereta kuda yang sudah siap untuk mengantar tuannya pergi. Kusir-kusir hanya duduk termangu sambil menahan kantuk. Di areal lain, seekor anjing diikat ke batang pohon. Matanya tajam menatap anak remaja itu.

"Guuk!"

Si anjing menggonggong sebagai tanda peringatan. Panca kaget dengan sikap hewan itu. Dia nampak tidak bersahabat. Kusir-kusir yang tadinya terkantuk-kantuk, perhatiannya teralihkan oleh si anjing yang memberitahu jika ada orang yang tak dikenal.

"Hei, sedang apa kau di situ?"

Salah seorang kusir itu bertanya dengan teriakan yang bisa mengalihkan perhatian orang yang mendengarnya. Teman-temannya pun sama-sama memusatkan perhatian pada anak laki-laki berbaju pangsi, dia datang datang ketika di dalam gedung sedang terjadi prahara.

"Saya hanya numpang lewat, Paman."

"Ah, jalanmu mengarah ke halaman gedung. Kau berbohong? Kau bagian dari komplotan pencuri itu ya?"

Panca gugup ketika dituduh sebagai bagian dari komplotan pencuri. Nampaknya, kusir-kusir itu tahu jika ada pencuri yang merangsek masuk ke dalam gedung dan mengacaukan pesta yang sedang digelar Tuan Anthony.

"Bukan, Paman. Saya tidak tahu menahu tentang pencuri."

Kusir-kusir itu turun dari kereta kuda masing-masing. Mereka berjalan mendekat ke arah Panca yang masih berdiri. Ditambah, si anjing yang terus menggonggong seakan mendapat dukungan dari kusir-kusir itu.

"Hei, mengaku saja kau ... akan kulaporkan pada ...."

Kusir yang mendekati Panca belum selesai bicara. Dia dikagetkan oleh suara teriakan dari dalam aula.

Ada apa di dalam sana?

Semua bertanya-tanya ketika teriakan itu semakin sering terdengar. Ada sesuatu terjadi di dalam aula tempat para tamu berpesta. Diantara mereka yang di luar gedung, saling bertanya satu sama lain.

Teriakan itu berlangsung dalam beberapa menit. Suara wanita lebih sering terdengar.

Panca pun penasaran dengan apa yang tengah terjadi di dalam gedung. Rasa penasaran yang sebelumnya timbul, kini malah semakin tumbuh membesar. Jika awalnya penasaran kenapa Tuan Win Feng belum keluar gedung, kini dia penasaran kenapa terjadi keributan di dalam gedung. Ditambah, pintu dan jendela gedung itu malah ditutup rapat seakan tidak ada yang boleh keluar atau masuk ke sana.

Rasa penasaran itu mungkin perlahan terjawab ketika pintu dibuka.

"Arghhh!" seorang wanita paruh baya ke luar sambil berteriak.

Nampaknya mereka dipersilakan ke luar gedung melalui celah kecil dari pintu utama. Pintu itu sebenarnya berukuran besar, tetapi seseorang membuatnya hanya terbuka untuk lewat satu orang saja. Mereka hanya diperbolehkan ke luar satu per satu.

Panca menyaksikan kejadian seperti apa di dalam aula. Kini rasa penasaran itu mulai reda. Ternyata, ada seseorang yang sedang dikejar-kejar oleh petugas keamanan. Mungkinkah dia pencuri?

"Hei, kenapa kau berdiri di situ?" seorang petugas membentak Panca, "minggir!"

"Maaf, Tuan."

Panca mundur beberapa langkah, dia memberi keleluasaan pada orang-orang yang berebut ingin keluar. Orang-orang itu berdesakan di dekat pintu utama, beberapa diantara mereka memaksa petugas untuk segera memberinya jalan ke luar.

Dari jarak yang cukup dekat, Panca bisa melihat cukup jelas siapa orang yang sedang dikejar-kejar petugas keamanan di dalam aula. Orang itu begitu gesit. Tubuhnya yang lebih kecil dibandingkan para pengejarnya nampak lincah bergerak ke berbagai arah.

Sepertinya, orang itu tidak asing bagiku.

Dia seorang perempuan. Berbaju kebaya sebagaimana para pelayan di gedung milik Tuan Anthony. Matanya terlihat bergerak-gerik memperhatikan ke berbagai arah. Dan, yang membuat Panca takjub adalah kemampuan perempuan itu menggunakan sumpit. Senjata mirip seruling dengan jarum sebagai pelurunya.

Perempuan itu berlari ke arah tangga utama. Beberapa petugas mengacungkan senapan. Petugas lainnya berlari sambil mengayunkan pedang.

Sungguh pergulatan yang seru untuk ditonton. Dan, Panca tersenyum ketika melihat atraksi itu. Sebagai hiburan setelah sekian jam diterpa suntuk yang belum ada ujungnya.

Perempuan itu berdiri di anak tangga paling atas. Tangan kanannya memegang sumpit berukuran kurang dari 1 meter. Tanpa terlihat apa yang ke luar dari lubang sumpit itu, seorang petugas terjungkal ke belakang. Tubuhnya menggelinding hingga beradu dengan kawannya.

Ketika para pengepung sedang terpecah konsentrasi, perempuan itu melompat ke atas pagar tangga. Ternyata tubuhnya meluncur dengan bokong sebagai tumpuan. Slurrr, dia tiba di lantai aula dengan disambut petugas yang sudah bersiap di sana.

Namun, kaki perempuan itu lebih dahulu menendang ulu hati petugas itu. Dia terjatuh. Tersungkur.

Panca bisa menyaksikan kejadian itu lebih jelas ketika pintu sudah kosong dari tamu yang berdesakan. Panca kaget dengan apa yang dilihatnya.

Ternyata ... perempuan itu ... dia.

Panca dan Prahara Rumah JagalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang