25

36 18 0
                                    

Braakk!

Koswara menabrakan tubuhnya ke jendela yang terdiri dari delapan potong kaca. Jendela itu terangkai dengan rapih, tapi kini berantakan setelah ditabrak oleh laki-laki itu.

Dia tidak menoleh ke belakang, berpikir kurang dari sedetik kemudian melompat ke bawah. Piungg! Kakinya mendarat di tanah kemudian menggulingkan badan ke depan.

"Tangkap dia!" terdengar seseorang berteriak memberi perintah.

Koswara menengok ke atas balkon. Ternyata si tuan rumah marah ketika menyaksikan Koswara kabur. Bukan karena kaburnya Koswara yang membuat laki-laki Eropa itu marah, tetapi ada sesuatu yang berharga di tangan Koswara.

"Dia pencuri!"

Koswara tidak peduli lagi tentang teriakan laki-laki di balkon. Kini dia hanya peduli pada keselamatan dirinya sendiri. Laki-laki berbaju pangsi itu lari ke arah jalan raya. Di sana, beberapa anak buahnya sudah menunggu. Tentu saja, seekor kuda tunggangan pun sudah menunggu.

Namun, sekencang apa pun Koswara berlari akan terimbangi oleh kecepatan berlari para pengawal dan petugas jaga gedung 2 lantai itu. Koswara hanya memandang ke depan, ke arah jalan raya. Dia lupa jika banyak orang yang mengejarnya. Mengejar dari segala arah.

Koswara dikejar seperti seekor kelinci yang dikejar sekelompok serigala di padang terbuka. Tidak ada tempat sembunyi.

"Arghh!"

Koswara berteriak setelah merasakan sakit tak terperi. Sebutir timah panas bersarang di betisnya.

Sontak, dia terjatuh. Tersungkur.

Dan, tanpa perlawanan berarti Koswara ditangkap oleh begitu banyak pria  dengan senapan di tangan. Koswara terpaksa menyerah.

Ketika melihat tuannya menyerah, anak buahnya pun kabur tanpa harus diperintah. Mereka tidak mau menjadi korban selanjutnya. Apalagi mereka kalah dalam hal jumlah dan kelengkapan senjata.

"Hei, kalian jangan pergi!"

Pengawal Si Pemesan tertawa lepas ketika menyaksikan anak buah Koswara lari terbirit-birit. Nyali mereka ternyata tidak segagah penampilannya. Koswara sendiri merasa malu ketika menerima kenyataan jika anak buahnya hanya terdiri dari seklompotan para pengecut.

Kini, Koswara tidak berdaya.

Tangan laki-laki itu diikat oleh tali tambang seukuran jari. Cukup kuat untuk menghentikan seorang pencuri. Kedua kakinya direkatkan kemudian tali melilit di tubuhnya. Walaupun seutas tali sudah cukup membuat laki-laki itu tidak berdaya, tapi itu belum cukup. Seseorang datang membawa karung goni berukuran besar.

Karung goni itu cukup untuk mengantongi seluruh tubuhnya.

"Ha, kau sungguh pengkhianat! Tidak bisa dipercaya! Aku tidak salah menduga," terdengar seseorang berteriak ke telinga Koswara. Si Pemesan murka.

Keributan kini sudah bisa diatasi. Orang-orang yang sedang berpesta pun melanjutkan keceriaannya. Beberapa orang sempat ke luar dan mengamati keadaan di pekarangan. Tapi, kini semua kembali masuk ke aula dan meneruskan keriaan malam itu.

"Tuan dan Nyonya tidak perlu khawatir, ini hanya masalah kecil."

Tuan rumah mencoba meyakinkan jika pencuri sudah tidak berdaya lagi. Dia berjongkok, merogoh baju Koswara. Ditemukannya apa yang tengah dicari. Ah, ternyata kau berniat mencuri benda ini dariku.

Laki-laki Eropa itu menatap benda kecil di tangannya. Cahayanya meredup seiring cahaya tidak seterang di dalam gedung. Benda ini benar-benar menggoda.

"Bawa dia ke gudang, kurung bersama orang Cina itu!"

"Baik, Tuan."

"Ah jangan, ... buang dia ke laut!"

Pengawal yang memegang Koswara saling pandang. Mereka seakan sulit mempercayai perintah itu. Sungguh kejam.

Keributan bisa teratasi. Semua dalam kendali meskipun gangguan seperti itu sering kali hadir. Namun, sebagai orang yang mengundang pesta, tuan rumah tidak ingin dipermalukan. Dengan segala persiapan, gangguan-gangguan itu bisa terselesaikan.

Dalam karung goni yang bau, Koswara tidak berdaya ketika dibopong. Matanya tertutup demi melindunginya dari debu. Dia tersadar, jika upaya telah gagal. Menyerah lebih baik daripada terus memberontak.

Untuk pertama kalinya Koswara merasakan digotong dalam karung. Dia membayangkan mungkin seperti inilah rasanya menjadi gula pasir ketika harus dimasukan ke dalam karung. Ketidakberdayaan laki-laki itu menjadi pertanda kekalahan. Pasrah.

Dibuang ke laut adalah sebuah hukuman yang mengerikan. Penjahat pun biasanya dibawa ke kantor polisi kemudian diinterogasi. Kalau dia terbukti bersalah maka penjara menantinya. Ruang jeruji besi yang pengap sudah cukup menyiksa. Tapi, ketika seorang penjahat dibuang ke laut maka neraka yang akan menanti.

Terlebih, Koswara akan dibuang ke laut dengan tangan terikat dan terbungkus karung goni. Sangat kecil kemungkinan manusia bisa hidup dalam kondisi seperti itu. Ketika tubuh menyentuh air laut maka dia akan tenggelam atau dimakan hiu.

Dalam pikiran Koswara, dia paham itu. Makanya, ketika tubuhnya merasakan dibawa oleh sebuah kereta kuda dia benar-benar putus harapan untuk tetap hidup. Tak ada tenaga untuk memberontak.

Namun, ada setitik harapan agar rencananya bisa terlaksana meskipun bukan dia yang menyelesaikan. Batinnya berbisik,  semoga anak itu bisa menyelesaikan rencanaku.

Panca dan Prahara Rumah JagalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang