44

33 15 0
                                    

Tuan Anthony nampak kalut, matanya melihat ke berbagai arah. Dia tidak menyangka jika bantuan akan datang dalam jumlah banyak.

"Tuan, anda terlihat panik," Nyonya Win Feng menatap laki-laki bertubuh tinggi di seberang meja.

"Oh, aku tidak panik. Hanya mencari cara untuk membunuhmu!"

Ketika kalimat itu terlontar dari mulut, Tuan Anthony meraih secangkir teh yang tersaji di meja. Teh itu bukan untuk diminum, tapi tangannya terayun sehingga air teh ke luar dari cangkir. Ditumpahkan tepat di depan wajah wanita di depannya.

Sontak, Nyonya Win Feng kaget dengan sikap kasar orang Eropa itu. Wanita itu mengelak. Tubuhnya mengayun ke kanan, air hanya mendarat di lantai. Tegel abu-abu berubah menjadi lebih pekat karena air mengubah warnanya.

Mereka berdua saling menatap. Tatapan tajam.

Tak dinyana, tangan kanan Tuan Anthony masuk ke balik jas. Tangannya kini memegang sepucuk pistol.

"Kau sudah sepantasnya mati!"

"Kau yang seharusnya mati," Nyonya Win Feng balik menghardik.

Laki-laki itu menodongkan pistol ke wajah Nyonya Win Feng. Wanita itu tidak siap dengan situasi yang sedang dihadapinya. Moncong pistol sudah siap memuntahkan pelurunya.

"Mudah saja, kau pergi dari rumah ini  ... maka kau bisa hidup," Tuan Anthony memberikan tawaran.

"Aku lebih baik mati daripada harus menyerahkan rumah ini."

Sungguh keadaan yang dilematis bagi seorang wanita. Ketika suaminya sedang tidak ada di rumah, dia harus mempertahankan milik keluarganya atau menyerahkan nyawa pada seorang perampas seperti Tuan Anthony.

"Owaaaa!"

Suara bayi laki-laki di balik dinding terdengar semakin keras. Anak itu tahu jika ibunya sedang tidak baik-baik saja. Ikatan batin antara ibu dan anak begitu kuat. Jangankan sekedar dinding rumah yang memisahkan, jarak yang jauh pun tidak bisa memutuskan ikatan itu.

Tuan Anthony tersenyum kecut.

Nyonya Win Feng seakan bisa memperkirakan hal apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu. Moncong pistol masih diarahkan ke wajah si tuan rumah, tetapi Tuan Anthony berjalan mengitari meja. Dia bermaksud menuju ruang tengah. Menemui si bayi ...

"Hei, hentikan langkahmu!"

"Ha, coba saja bila kau bisa."

Nyonya Win Feng tidak bisa berbuat banyak. Laki-laki di hadapannya masih mengarahkan pistol ke wajahnya. Wanita itu melirik gambar besar yang terpampang di dinding. Lukisan seekor bangau sedang mencari makan di danau.

Terlintas dalam pikiran sesuatu yang masih mungkin untuk dilakukan. Melawan tanpa harus tertawan.

Duukk!

Kaki Nyonya Win Feng menendang meja di hadapannya. Meja itu bergeser ke arah Tuan Anthony. Deg, tepi meja mengenai kaki. Sontak, laki-laki itu berteriak kesakitan, "arghhh!"

Pistol di tangannya tidak lagi mengarah ke wajah Nyonya Win Feng.  Wanita itu masih memiliki tenaga untuk mengarahkan tendangan ke arah dada laki-laki di hadapannya. Tuan Anthony terpental ke dinding. Dengan segenap kemampuan yang dimilikinya, Nyonya Win Feng berusaha merebut pistol.

"Arghh! Enyahlah kau wanita jalang!"

Nyonya Win Feng terpental ke lantai karena dorongan dari Tuan Anthony. Pistol yang sudah terlepas dari genggaman kini tergeletak di lantai. Tentu saja mereka berdua ingin sama-sama meraih senjata itu. Mereka berdua merangkak menuju pistol yang tergeletak.

Sayang, seorang laki-laki lebih cekatan dari seorang ibu rumah tangga.

Tapi, seorang wanita masih memiliki senjata cadangan. Nyonya Win Feng mencabut tusuk konde di kepalanya.

"Arggh!"

Teriakan kembali terdengar ketika tusuk konde itu tertancap di telapak tangan Tuan Anthony. Darah mengucur deras. Jelas saja benda itu menancap di tangan karena ujungnya tajam. Dan, konde itu terbuat dari logam sehingga sanggup merobek kulit bahkan daging seorang manusia.

Tanpa sebuah aba-aba, kaki kiri Nyonya Win Feng menendang wajah Tuan Anthony. Kini, dia tidak lagi berteriak. Pingsan.

Sejenak, wanita si tuan rumah bisa menghela nafas panjang.

Tapi, itu tidak berlangsung lama. Tidak ada udara segar yang bisa dihirup. Hanya bau amis darah yang tercium oleh lubang hidung. Amis darah dari pekarangan rumah tempat perkelahian terjadi lebih dahulu masuk ke hidung dibanding udara bersih yang dibutuhkan oleh Nyonya Win Feng.

Mata wanita itu menatap ke luar melalui pintu utama yang terbuka lebar. Terlihat puluhan laki-laki Cina sedang berjuang melumpuhkan para pengawal Tuan Anthony. Tebasan, pukulan bahkan tusukan tersaji di depan mata. Sebuah kejadian yang langka terjadi. Bagi warga Pecinan, mungkin inilah kejadian paling mengerikan yang pernah terjadi di wilayah itu.

Matahari mulai condong ke barat, tetapi perkelahian itu belum juga berakhir. Hanya nyawa yang melayang sebagai penanda jikalau perkelahian itu harus dihentikan.

Dan, tentu saja sepasukan pria berseragam biru yang bisa menghentikan mereka. Polisi datang, meskipun datang terlambat.

Panca dan Prahara Rumah JagalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang