62

32 14 0
                                    

Tak ada cara lain selain terus mengayuh dayung dengan sekuat tenaga. Bukan dayuhan yang terburu-buru, tapi seirama.

"Terus menuju target, kita berlomba dengan kapal patroli," Koswara memberi perintah sekaligus memberi semangat anak buahnya.

Koswara seperti kapten kapal yang terus berpikir mengatur strategi. Bukan hanya memenangkan "pertempuran" tapi dia juga berpikir bagaimana menyelamatkan pasukan. Mereka tidak sedang berperang, tetapi strategi berperang layak dijalankan dalam keadaan demikian.

"Paman, lampu kapal patroli mengarah pada kita! Mereka memberi peringatan," Panca memberitahu Koswara dengan penuh semangat. Jiwanya terpacu untuk terus memenangkan pertempuran.

"Bagaimana kau tahu? Mereka tidak berteriak apa pun."

"Lampunya berkedip-kedip."

Koswara menoleh ke belakang. Di matanya kapal patroli itu begitu cepat melaju. Dia tahu kapal yang sedang mengejar sudah menggunakan mesin uap sebagai tenaga utama. Sedangkan perahu ternak yang mereka tumpangi masih menggunakan tenaga manusia untuk mengayuh.

"Bagaimana Paman, apakah kita akan menjauh dari target?"

Koswara tahu itu bukan pertanyaan. Panca memberikan saran dengan cara yang sopan. Ternyata anak itu banyak bicara.

"Tidak, kita tidak akan punya kesempatan lagi."

Koswara melihat satu per satu anak buahnya. Meskipun masih gelap, setidaknya laki-laki berbaju pangsi itu tahu dimana anak buahnya berdiri.

"Regu cadangan, saatnya bekerja!"

Orang-orang yang sedari tadi hanya berdiri menunggu perintah _dan tidak bicara sedikit pun_ mengganti posisi temannya mendayung. Dengan cekatan, dayung masih dalam posisi semestinya sehingga tidak mengganggu laju perahu. Mereka yang sudah bekerja terdengar menghela nafas panjang. Kelelahan.

Jumlah regu cadangan itu ada 5 orang. Ditambah Asih dan Tuan Win Feng maka ketujuh orang itu bersiap untuk melakukan tugas selanjutnya.

Toooottttt!

Terdengar suara klakson dari sebuah kapal besar. Kapal itulah target sekawanan orang yang dipimpin Koswara.

Suara klakson itu mungkin saja pertanda agar perahu ternak yang sedang dikayuh tidak mendekat. Nampaknya kapal besar itu mengetahui keberadaan sebuah perahu yang mendekat dengan kecepatan cukup cepat.

Tooootttt!

Sekali lagi, kapal bertenaga uap itu memberi tanda. Ditambah, lampu diarahkan pada perahu ternak milik komplotan Koswara.

"Mereka sudah tahu keberadaan kita!" Panca mencoba menjelaskan.

Koswara terkadang jengkel dengan suara Panca. Tapi, itu berguna memberi aba-aba pada anak buahnya ketika dia sendiri kebingungan harus memberi perintah apa.

"Bersiap untuk memanjat!"

Sontak, anak buahnya memegang tali dan tangga yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Tali berguna untuk memanjat serta mengikat tangga. Tangga itu pun dibuat khusus untuk berjalan seekor sapi. Ukurannya besar, serta dilengkapi dengan papan kayu dan pagar penghalang. Tangga itu mirip dengan tangga yang dimiliki oleh kapal pengangkut ternak. Bedanya, benda itu dibuat dari kayu dan bambu.

"Hei menjauh!"

Terdengar suara seseorang berteriak. Sumber suara itu dari atas kapal ternak.

Koswara tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang berteriak. Lampu yang menyorot membuat mata menjadi silau.

"Menuju lambung bagian tengah!"

Orang yang mendayung tahu bagaimana cara mengendalikan perahu itu. Mereka mendayung dari sebelah kanan sedangkan regu di sebelah kiri berhenti sebentar.

"Terus melaju!" Koswara memberi isyarat.

Perahu semakin mendekat dengan kapal ternak. Di hadapan Koswara, terpampang sebuah benda berukuran besar dipenuhi dengan deretan sapi. Benda itu seperti kandang berukuran besar yang terapung di lautan.

"Hei menjauhlah!" teriakan itu kembali terdengar.

Teriakan dari atas kapal tidak dihiraukan oleh komplotan Koswara. Mereka semakin mendekat. Sangat dekat ... hanya beberapa meter dari lambung kapal ... dan ... trak ... perahu menabrak kapal.

Dengan cekatan, Tuan Win Feng mengangkat tangga yang sudah dipersiapkan. Dengan dibantu seseorang, dia berhasil mengaitkan ujung tangga dengan tepi dek kapal. Tangga itu dilengkapi dengan pengait sehingga memudahkan tangga untuk tetap pada tempatnya. Tidak goyah dan bergeser.

Tanpa diperintah, 5 anak buah Koswara naik ke atas kapal. Mereka naik ke atas kapal dengan mudah.

Koswara masih tetap berdiri di perahu. Dia mengawasi anak buahnya bekerja. Memastikan rencana berjalan sebagaimana telah dipikirkan sebelumnya.

Dor!

Ternyata, suara tembakan terdengar. Peluru mendesing tepat di depan wajah Koswara. Hampir saja peluru mengenai matanya.

"Merunduk!"

Semua yang berada di perahu merundukan kepala. Tiarap.

Koswara mendongakan kepala ke arah deretan sapi yang melenguh. Mereka mulai panik.

Lampu menerangi keberadaan perahu ternak itu. Situasi itu semakin memudahkan siapa pun yang memegang senapan untuk membidik mereka yang ada di atas perahu. Sedikit saja tubuh mereka menampakan diri maka sebutir peluru bisa menembus kepala.

Koswara berpikir keras. Satu sisi dia ingin memastikan anak buahnya menemukan sapi yang dimaksud. Tapi, di sisi lain dia dalam bidikan seseorang. Bidikan petugas patroli dan juga bidikan kelasi kapal ternak.

Tanpa aba-aba, Koswara bangkit kemudian berlari ke arah tangga. Dia bermaksud naik ke atas kapal.

Dor!

Tapi, seseorang melihat gerak-geriknya. Sebutir peluru kembali menghampiri laki-laki itu.

"Paman!" Panca kaget dengan apa yang dilihatnya.

Panca dan Prahara Rumah JagalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang