Mari kita sebut dia Tuan Win Feng. Pria yang lahir di daratan Cina, merantau ke Batavia kemudian membina keluarga di sana.
Kini, dia dikenal sebagai pedagang daging yang sukses. Pria itu mempunyai rumah jagal milik sendiri yang dibangun dekat sungai besar. Bukan hanya babi, dia pun terbiasa menjual daging sapi, kerbau, domba bahkan kambing. Rumah jagal miliknya memang bukan yang terbesar, tetapi langganannya banyak terdiri dari sesama orang Cina atau penduduk pribumi.
Pagi itu, Tuan Win Feng berangkat ke rumah jagal dengan langkah tergesa. Bukan untuk menyembelih hewan, karena urusan itu sudah diselesaikan oleh pekerjanya yang khusus bertugas untuk itu. Dia datang sebelum fajar menyingsing untuk satu urusan yang tidak biasa. Urusan penting bahkan teramat penting.
"Hei, bagaimana hasil kerja kalian?" Tuan Win Feng bertanya pada 2 pegawainya setelah sampai di pintu.
"Maaf, Tuan."
"Kenapa kau harus minta maaf? Pasti hasil kerja kalian ...."
"Benda itu tidak ada, Tuan." Seorang pekerjanya yang bertubuh kurus menjawab dengan cekatan. Sedangkan temannya bertubuh tinggi besar hanya berdiri terdiam.
"Kalian jangan bercanda! Ini masih dini hari!"
"Iya, Tuan. Kami tidak sedang bercanda. Benda yang tuan inginkan itu ... tidak ada. Sapi yang tuan sebutkan ... tidak salah kan?"
"Tidak! Sapi nomor 123. Angkanya begitu mudah diingat. Tidak mungkin salah."
"Mungkinkah ada yang menukar?"
Tuan Win Feng terdiam sejenak.
"Tunjukan di mana sapi itu! Aku tahu ciri-cirinya. Tidak mungkin salah."
Kedua pekerja rumah jagal itu berjalan ke ruangan pemotongan. Mereka menunjukan karkas sapi yang sudah tergantung.
"Ini kepalanya, ini kulitnya," Si Tinggi Besar membentangkan kulit sapi di atas meja beton.
"Nomornya benar ... 123. Kepalanya, coba kuperiksa ... mungkinkah sapi yang berbeda."
"Sapi dari Australia itu jumlahnya ratusan, Tuan."
"Aku tahu itu."
"Tapi, ciri setiap sapi ada kemiripan."
"Aku juga tahu itu."
Tuan Wing Feng mendekatkan matanya pada kepala sapi yang teronggok di meja. Lidahnya terjulur, matanya berair dan tentu saja berlumuran darah.
"O ya, Tuan. Tadi ada yang menyerang kita."
"Menyerang?"
"Ya, nampaknya ...."
"Bukan hanya kita yang sedang menantikan pengiriman benda itu ...."
Kedua anak buah Tuan Win Feng menganggukan kepala. Mereka mulai paham situasi yang sedang mereka hadapi.
Tuan Win Feng berjalan mondar-mandir. Dia memikirkan banyak hal dalam kepalanya. Kenapa benda itu tidak ada dalam perut sapi ini? Lalu, siapa yang menyerang anak buahku?
Di bawah temaram cahaya lampu minyak, rambut Tuan Win Feng terlihat bergoyang-goyang. Rambut yang diuntun hingga menyentuh pinggangnya nampak berkilauan. Seperti tambang yang dianyam kemudian dimasukan ke dalam minyak, begitu mengkilap.
Tuan Win Feng menyalakan cengklong. Pipa panjang hingga hampir sehasta. Sebuah gaya yang biasa terlihat pada para pembesar Cina di Batavia. Uuuhh ... asap tembakau mengepul menjauh dari ketiga manusia yang sedang bingung.
"Tuan, bolehkah saya bertanya?" Si Tinggi Besar bertanya dengan suara pelan.
"Apa?"
"Eee ... sebenarnya ... apa yang ada di dalam perut sapi itu?"
Tuan Win Feng hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari anak buahnya. Kumis tipis pria itu bergerak-gerak, dia tersenyum. Entah apa yang lucu.
"Kau tidak perlu tahu, yang penting kau lakukan tugasmu. Aku akan memberimu upah tambahan."
Si Tinggi Besar menganggukan kepala. Sedangkan temannya yang bertubuh kurus kecil, seakan merasakan hal yang sama. Wajahnya terlihat penuh rasa penasaran.
"Kau juga, Kurus. Lakukan saja apa yang kutugaskan. Kalian berdua harus ada di sini setiap dini hari. Seperti biasanya. Laporkan jika terjadi sesuatu."
"Apakah kita tidak akan mencari sapi sebenarnya yang membawa benda yang Tuan maksud?" Si Kurus memberi saran.
"Tidak usah. Itu urusanku," Tuan Win Feng bicara dengan mantap, "jika kalian berkhianat ... kalian tidak akan selamat."
Dunia seakan penuh dengan kericuhan, kedua pegawai rumah jagal itu merasakan ketidaknyamanan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Sekarang, mereka tidak punya pilihan kecuali mengerjakan tugas yang sudah diberikan oleh tuannya.
"Menurut kalian, jika sapi ini ditukar ... kira-kira di mana itu terjadi?" Tuan Win Feng bertanya meminta masukan.
"Eee ... mungkin sudah ditukar sejak di kapal."
"Ah, pertukaran di kapal ... tapi sulit dilakukan karena kapal pengangkut sapi itu memiliki dak yang tinggi. Sapi sebesar itu ...."
"Mungkin di pelabuhan?"
Tuan Win Feng tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Prahara Rumah Jagal
AksiSleeerrrr .... Darah mengalir dari tenggorokan. Tidak, bukan hanya mengalir. Darah itu muncrat ke berbagai arah. Membasahi orang di depannya, membasahi lantai bahkan melumuri golok di tangannya yang besar. Orang itu tidak pernah tega dengan korbann...