Cukup lama perahu didayung dengan kekuatan penuh. Walaupun perahu itu sudah dilengkapi dengan layar, tapi kainnya tidak dikembangkan. Angin darat nantinya malah akan membawa mereka menjauh dari tepi pantai. Sedangkan, komplotan sengaja tidak menjauh dari daratan karena ada sebab penting dimana mereka sendiri yang tahu.
"Paman Koswara, tugas saya apa?" Panca belum mendapatkan penjelasan tentang tugasnya.
"Raden, tugasmu penting. Kau perlu menunggu di sini, di atas perahu ini. Memastikan semuanya sesuai pada tempatnya."
"Hanya itu?"
"Hei, tugasmu berat. Kau menjadi wakilku jika terjadi apa-apa."
"Bukankah Asih ...?"
"Asih bertugas naik ke geladak kapal ternak. Kami sudah menyiapkan banyak tali. Dia akan memanjat ke sana dan melumpuhkan para kelasi."
"Jika terjadi apa-apa ...."
"Ya, mungkin sekali apa yang telah kita rencanakan ada hambatan. Kau ... memimpin orang yang tersisa untuk melakukan sesuatu."
Panca bingung dengan apa yang disampaikan oleh Koswara. Anak remaja itu diberi tugas untuk menjadi pengawas di atas perahu ternak. Dia tidak bisa melihat bagaimana reaksi anak buah Koswara ketika mendengar seorang remaja dijadikan wakil oleh pimpinannya.
"Win Feng, kau harus memastikan tangga menyentuh kapal. Waktu kita sangat cepat. Jangan sampai gagal," Koswara bicara dengan setengah berteriak. Hal yang biasa dilakukan oleh seorang pelaut untuk menyaingi suara deru ombak atau angin yang mengganggu pendengaran.
"Tenang, itu mudah bagiku."
"Hei, jangan menyepelekan pekerjaan. Ingat, kita tidak akan bekerja dalam keadaan aman. Setelah kejadian tempo hari, mungkin saja pelabuhan akan dijaga lebih ketat."
Tuan Win Feng tidak berani mendebat Koswara. Dia tahu sikapnya yang menyepelekan pekerjaan bisa berakibat fatal bagi seluruh kawanan.
Ketika perahu terus melaju dan dayung pun terus dikayuh, tampak samar-samar dari kejauhan cahaya lampu. Cahayanya seperti seekor kunang-kunang di tengah kegelapan hutan; melayang-layang di udara.
"Mungkinkah itu target kita?" Panca bertanya penasaran.
"Ya, itu target kita."
Dayung pun terus terkayuh. Benda itu bergerak maju mundur. Ketika semua petugas mengayuh dengan sekuat tenaga maka yang lainnya menyiapkan tenaga untuk melakukan pekerjaan selanjutnya.
"Raden, periksa persiapan kita!" Koswara memberi perintah.
Panca sigap berjalan diantara orang-orang yang masih duduk di atas perahu. Dia memeriksa tali, tangga serta rumput. Ya, setumpuk rumput untuk seekor sapi yang akan menjadi target penumpang perahu ternak itu.
"Paman, disini banyak bambu. Untuk apa?"
"Banyak gunanya. Aku sendiri belum memikirkan apa gunanya. Tapi, aku merasa bambu-bambu itu akan berguna."
Panca terdiam sejenak, "sepertinya saya tahu untuk apa bambu-bambu ini."
"Bagus, itulah alasan kau kuangkat jadi wakilku. Otakmu bisa diajak berpikir," Koswara bicara sambil terus menatap ke depan kemudian dia tertawa. Entah itu tertawa karena senang atau ada hal lucu, "hahahaha ...."
Membutuhkan waktu cukup lama untuk mendekati sumber cahaya yang 'terbang' di atas permukaan laut. Terlebih, cahaya itu seakan menjauh dan sulit terkejar. Cahaya yang kecil semakin terlihat mengecil.
Perahu terus mengapung di permukaan laut. Ini pengalaman pertama bagi Panca, berkendara di lautan terbuka.
Dunia seakan begitu luas ketika Panca berdiri di atas perahu. Anak remaja itu jarang naik perahu atau melakukan perjalanan lewat laut. Untung saja, anak itu tidak mabuk laut. Mungkin dia tidak terbiasa hidup di laut tapi dia sudah biasa bekerja dan berpikir keras. Fisik dan mentalnya seakan disiapkan untuk melakukan hal-hal besar.
Sekali lagi, Panca cekatan memeriksa setiap jengkal perahu ternak. Perahu itu seperti perahu pada umumnya. Perbedaannya, perahu itu memiliki lambung lebih besar. Dilengkapi dengan pagar yang terbuat dari kayu dan bambu. Dan, disediakan tempat pakan untuk ternak yang diangkut. Jika dibutuhkan, perahu itu dilengkapi dengan layar dan atap untuk melindungi ternak dari terpaan hujan.
"Paman, kalian membutuhkan minum?"
"Ya, kami haus."
Para pendayung itu bermandikan keringat. Dan, tentu saja mereka mulai kelelahan dan kehausan. Untuk keadaan seperti itu, kendi air disiapkan.
"Bagus, minum secukupnya. Sepertinya kita mulai mendekati target," Koswara memberitahu jika target buruan mereka sudah di depan mata.
Kayuhan kesepuluh laki-laki itu berayun dengan irama serempak. Mereka harus mengeluarkan tenaga dua kali lebih besar karena arus laut tidak membantu mempercepat laju perahu. Untung saja, malam itu gelombang laut tidak sedang tinggi. Setidaknya, halangan menjadi lebih ringan.
"Paman, sepertinya kita harus lebih menjauh dari daratan!"
"Kenapa?"
"Lihatlah, lampu mercusuar mengarah pada kita!"
Koswara tidak menyadari jika lampu mercusuar memancar lebih panjang dari perkiraan sebelumnya. Ini di luar perkiraan.
"Berbelok ke kiri!"
Para pendayung tahu maksud dari pemimpinnya. Mereka mendayung ke arah kiri menjauh dari bibir pantai.
"Paman! Kita diikuti oleh kapal patroli!"
Sontak, dada Koswara berdebar lebih kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Prahara Rumah Jagal
ActionSleeerrrr .... Darah mengalir dari tenggorokan. Tidak, bukan hanya mengalir. Darah itu muncrat ke berbagai arah. Membasahi orang di depannya, membasahi lantai bahkan melumuri golok di tangannya yang besar. Orang itu tidak pernah tega dengan korbann...