1 | bulan dan para buaya

4.3K 170 206
                                    

__________________

Tadinya, meski terlahir dengan kecantikan paripurna spek Dewi Yunani, juga berasal dari keluarga terpandang yang kaya raya dan bergelimang harta, Pamela Monita Maheswara—yang berikut mari kita sebut saja Monita biar nggak ribet—hanyalah cewek nolep yang doyan menghabiskan hari tanpa banyak berinteraksi dengan manusia lain, rebahan sambil mengagumi wajah tampan para aktor Korea (saat ini, Monita lagi jatuh cinta bertubi-tubi dengan si duren sawit alias duda keren sarang duit aliasnya lagi Song Jong Ki) dan bengong berjam-jam menatap langit malam sembari berkhayal bilamana dirinya adalah bulan.

Bahasa sederhananya, eksistensi Monita di muka bumi baru akan terhitung kalau lagi sensus penduduk. Lebih dari itu, ia bagai hidup dalam tempurung kelapa.

Lantas, mengapa ini jadi sebatas tadinya?

Sebab setelah bertemu dengan empat cowok separuh crocodile kemudian menjadi bestie kental mereka, semua sifat tertutup serempet anti sosial Monita kini hanya tinggal kenangan.

Sekarang, izinkanlah Monita buat menceritakan kembali bagaimana ia berkenalan dengan keempat buaya itu, karena berdasarkan kata pepatah tak kenal maka tak sayang, walau pertemuan mereka sama sekali nggak berkesan apalagi mengharukan, diam-diam selalu Monita syukuri lantaran hidupnya yang dulu seperti kertas putih yang tak berarti, berhasil diubah menjadi kertas origami yang banyak warnanya. jiahah.

Oke, lanjut—

Kejadian ini terjadi persis lima tahun lalu, ketika Monita berada di tahun pertama mengenakan seragam putih biru yang masih kedodoran.

Selayak peristiwa klasik yang kerap ada dalam novel dan film romansa remaja, gara-gara semalam suntuk sibuk memuja ketampanan Kapten Yo Si Jin di drama Descendant Of The Sun seraya berhalusinasi andai dirinya adalah Kang Mo Yeon, esok pagi tepat hari pertama sekolah, Monita terpaksa berdiri terpanggang matahari di barisan siswa terlambat.

Asli sih, ini puanasssss-nya sungguh brutal. Monita berasa lagi test drive menyusuri pinggir neraka!

Berkali-kali ia menyeka keringat yang terus mengalir di dahi dan lehernya, juga mengipasi diri pakai topi. Dalam hati mulai melayangkan beragam pisuhan kepada si Kepsek, yang sejak setengah jam lalu belum berhenti komat-kamit panjang lebar membahas perihal kebersihan, ketertiban, keamanan sekolah, dan segala tetek bengeknya yang sama sekali nggak penting untuk didengarkan.

Ketika menunduk, Monita menatap nanar nasib kulitnya yang mulai kemerahan. Saking buru-buru, dia nggak sempat lagi menggunakan sunblock. Sia-sia sudah semasa liburan kemarin ia rajin pakai lulur alami dari susu beruang, yang menurut testimoni dari Kak Sera—kakak keduanya—bisa bikin kulit glowing dan cerah persis Nawang Wulan waktu baru turun dari kayangan.

Iya, benar, saat libur kulit Monita yang pada dasarnya sudah putih ini, memang makin cemerlang macam cewek-cewek yang ada di iklan sabun mandi. Tapi sekarang, belum satu jam ia berdiri di bawah pancaran sinar sang surya, kulitnya sukses dibuat merah padam. Mungkin sebentar lagi akan matang, lalu siap diangkat dan tiriskan.

Masih sementara menggerutu dalam hati, tiba-tiba saja tali tasnya ditarik kuat oleh seseorang di belakang.

"Oy, cewek."

Saat menoleh, bulu kuduk Monita refleks meremang.

Entah saking sibuk merutuki panas atau bagaimana, dia sampai nggak menyadari bahwa orang yang berdiri di sebelah kiri, kanan, dan belakangnya ialah cowok-cowok berbadan jangkung yang kalau dinilai dari penampilannya nih, sama sekali nggak menunjukkan mereka anak baik-baik.

Duh, jangan-jangan dia mau dipalak?!

"Oy!" Cowok berambut biru gelap dengan seragam yang disisip asal dan dua kancing atasnya dibiarkan terbuka itu, memanggil lagi.

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang