"Katanya kalau pertemanan udah lebih dari tujuh tahun, itu bisa awet terus sampai seumur hidup."
"..."
"Kira-kira, pertemanan kita bisa sampai tahun ketujuh nggak, ya?"
"Bisa, kalo di antara kita nggak ada yang pergi."
"... agak susah sih ini."
"Lo mau ke mana?"
"Nggak ke mana-mana."
"Terus kenapa nggak yakin gitu?"
"Soalnya... kita 'kan nggak tau kedepannya kayak gimana."
— M with A, B, C, D.
__________________
Waktu pertama kali Aiden tahu alasan Monita jarang masuk sekolah karena sakit, pun sakitnya itu sampai pada level di mana dia wajib pergi kontrol tiap minggu dan kadang rawat inap selama beberapa hari, Aiden seperti menemukan satu hal tentang Monita yang berhasil membuatnya tidak nyaman dan jauh dari kata menyenangkan.
Kala itu, pertemanan mereka memang baru seumur padi. Mereka juga belum banyak interaksi dalam kelas, sebab Monita nggak suka jadi cengcengan teman lain. Aiden cuma punya kesempatan mengobrol dengan cewek itu kalau sudah jam istirahat atau pulang sekolah, seringnya sih di koridor menuju perpustakaan lama, atau nongki sambil makan pentol bakar punya Mang Samsul.
Mereka cepat akrab karena obrolan dan jokes-nya selalu nyambung. Monita punya banyak topik pembicaraan dan Aiden senantiasa pasang telinga untuk mendengar. Namun, cewek itu hampir tidak pernah membahas soal sakit, maka wajar Aiden kaget bukan main ketika tahu Monita empat hari nggak masuk sekolah lantaran dirawat inap.
Saat pergi menjenguk dan melihat bagaimana cewek yang biasanya full senyum itu kini terbaring lemah, wajahnya pucat bagai tak ada darah, dan di tangannya terpasang infus, kemudian mendengar cerita singkat dari Tante Mami mengenai kondisi kesehatan Monita yang sejak kecil memang kurang baik, Aiden tidak mengerti mengapa dia mendadak dilanda galau, sampai-sampai sepanjang perjalanan pulang ia terus diam, pun mengabaikan segala pertanyaan Kak Cleo seputaran jadwal les.
Terus terang, hari-hari Aiden selalu lebih seru ketika bersama Monita. Ia bersemangat menunggu jam istirahat dan pulang sekolah, hanya karena ingin mendengar cerita-cerita ajaib karangan cewek itu. Euforia yang dia rasakan sama seperti menyambut Papa dan Mama pulang rumah, setelah berbulan-bulan mereka sibuk bekerja.
Lantas, mengetahui fakta bahwa Monita gampang sakit dan kedepannya mungkin bisa lebih buruk, perasaan tidak nyaman yang bersemayam dalam hati Aiden terasa begitu kuat, persis ketika ia harus melihat Papa Mama berangkat lagi, meninggalkan dia untuk kesekian kali.
Memang, sakitnya Monita bukan yang langsung parah sampai berpotensi merenggut nyawa. Tetapi, sakit itu tetap membuat Monita kehilangan senyum, ceria, dan semangat, tiga hal yang paling Aiden sukai.
"Aku nggak suka lihat dia sakit." Tuturnya pelan, ketika Kak Cleo bertanya apa yang sedari tadi ia pikirkan.
"Maksud Tuan, Nona Pamela?"
Aiden mengangguk singkat. "Kak Cleo juga dengar 'kan waktu mamanya cerita. Aku hanya ngerasa nggak nyaman aja."
"Mungkin karena Nona Pamela belakangan ini dekat dengan Tuan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Defenders ✔️
Novela Juvenil• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _____________________________________ de·fend·er /dəˈfendər/ (noun.) a person who defends someone or something from attack, assault, or injury. • • • Tentang Monita yang merasa tidak pernah m...