18 | serangan pawang

2.1K 102 138
                                    

__________________

Sekarang, kiranya izinkan Monita untuk membuang waktu kalian dengan sepatah dua patah cerita berselubung curhat, perihal kisah percintaannya yang bukan hanya suram, tapi juga gelap, hampa, bersarang laba-laba, dan sungguh memprihatinkan.

Oke, agak berlebihan, tapi memang semenyedihkan itu.

Seperti yang kalian mungkin sudah tahu, selama delapan belas tahun bernapas di dunia ini, Monita nggak pernah merasakan yang namanya pacaran. Dulu, karena sering sakit dan punya alergi yang cukup parah, dari TK sampai SD, Monita belajar di rumah alias homeschooling. Otomatis dia melewatkan masa awal puber ketika naksir-naksiran sama teman sekelas, salting brutal waktu diceng-cengin, badan auto panas dingin saat nggak sengaja pegang tangan crush, hingga mengumbar keuwuan dengan panggilan sayang ayah-bunda (yang kini kedengaran menggelikan dan amat najis) boro-boro mau naksir cowok, otak Monita isinya cuma seputaran kapan dia bisa sembuh, kapan dia nggak disuntik lagi, kapan dia bisa main sepuasnya seperti Disi dan Iresa, juga kapan dia bebas dari jadwal check-up atau berhenti minum obat.

Monita sempat berpikir, seterusnya ia akan hidup bagai dalam tempurung kelapa. Namun, karena Pencipta itu Maha Adil dan selalu memberikan berkat berlimpah kepada anak-anak saleh, menjelang masuk SMP, kesehatan Monita kian membaik dan daya tahan tubuhnya terus meningkat, sehingga dia pun diperbolehkan belajar di sekolah sebagaimana umumnya.

Senang? Banget, saayy.

Dan, yap! Lagi-lagi seperti yang kalian tahu, di sinilah awal mula ia bertemu empat cowok sontoloyo minus akhlak yakni Aiden, Biru, Calvin, dan Denil, yang meski kehadiran mereka membawa beragam warna cerah untuk hidupnya yang suram, mereka turut berperan besar bikin kisah cintanya semakin kelabu hampir-hampir hitam pekat.

Penjabarannya begini; cowok yang Monita suka, nggak akan mereka suka. Cowok yang Monita nggak suka, juga nggak akan mereka suka. Cowok yang suka Monita, paling mereka nggak suka. Dan cowok yang nggak suka Monita, lebih mereka nggak suka.

Puyeng? Sama.

Intinya adalah, sepanjang lima tahun—kini memasuki tahun keenam—menjalin tali perbestaian, empat cecunguk itu menjadi penghalang utama baginya buat punya pacar. Jangankan pacar, mau punya gebetan saja susahnya macam ikut latihan dasar militer.

Pernah sih, terbesit ide cerdik di otak mungil Monita untuk nekat pacaran diam-diam. Hanya setelah dipikir kembali, kayaknya dia nggak akan sanggup. Bukan karena takut ketahuan, melainkan dia bukan kategori manusia yang bisa jalani hubungan private. Seperti... untuk apa punya ayang kalau nggak bisa dipamerkan pada seluruh penghuni bola bumi?? Jawabannya adalah, nothing.

Berikut membahas perihal gebetan, inilah puncak konflik yang sebenar-benarnya ingin Monita curhatkan, yang masih menjadi rahasia besar dan berhubung sebentar lagi kalian akan tahu, mohon jangan cepu apalagi kepada empat cecunguk.

Monita seperti sedang tertampar kenyataan serempet karma, akibat tindakannya yang nggak mau mendengar wejangan dari sesepuh, serta tetap keras kepala padahal sudah diberitahu. Ucapan Calvin beberapa hari lalu terus berlarian manja di otak dan berdengung keras di telinganya, seraya ia menyerap fakta bahwa semenjak makan bersama also known as ngedate di kedai ramen, Felix nggak pernah menghubunginya lagi.

Pesan yang terakhir Monita kirim hanya centang satu. Foto profilnya kosong. Akun instagramnya juga tidak ditemukan.

Cowok itu mendadak hilang, bagai ditelan paus.

Kesimpulannya? Iya, Monita di-ghosting.

Kurang dramatis? Oke, biar dia ulangi.

DIA BARU DI-GHOSTING OLEH COWOK YANG MAU IA NAKSIR SEPENUH HATI, YANG DARI PARAS DAN UCAPANNYA KELIHATAN TULUS ANTI BULUS, SI TUKANG BROWNIES, BULE JAMET, BUAYA BUNTUNG, MANUSIA KAMPRET, FAKBOI JUAAANNCOOKKK!!

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang