17 | truth or dare

2.2K 99 170
                                    

__________________

Lantas, apa yang terjadi?

Karena sudah kalah telak dan nggak mau pulang jalan kaki lebih-lebih melewati hutan belantara yang sering jadi tempat nongki para kuyang, maka dengan sangat berat hati dan terpaksa, Monita pun ikut duduk melingkar bersama empat cowok oplosan crocodile ini. Wajahnya yang masam nan kecut justru bikin cengir di bibir mereka makin lebar, bagai sebuah sukacita besar menyaksikan dia yang tertekan batin.

Di tengah lingkaran, sudah ada botol berukuran sedang dan gelas tinggi berisi kuah rujak yang warnanya merah mematikan. Monita berani jamin sekali dia meneguk cairan itu, niscaya lambung dan ususnya bergetar mohon ampun lalu minta resign secepat mungkin.

"Okay guys, before we start, let me explain the rules of this game," ucap Aiden penuh semangat. "First, if you choose truth, you—"

"Izin interupsi!" Calvin mengangkat tangan. "Lo bisa nggak ngomongnya pake bahasa indo aja, nyet? Gue kaga paham!"

"Ho'oh, google translate di otak gue juga lagi cuti kerja, kaga bisa mikir yang berat-berat," timpal Denil.

Biru turut mengangguk. "Itu tadi gue ngertinya yang oke gais doang."

"Hadeeeh, ini nih akibat keseringan bolos pelajaran si Della," balas Aiden super songong.

"Ngaca, boi, lo yang selalu ngajak cabut tiap dia ngajar."

"Secara gue kan udah ngerti materinya. Salah elo kenapa pada mau ikut, udah tau gue sesat."

"Kaga usah sombong!" sembur Calvin. "Begini aja lo sok bule, giliran ulangan malah remidial."

"Emang kemaren lo kaga remid?"

"Kagalah, wong gue salin punya Sinta."

"Sinta dapat berapa?" Aiden lanjut bertanya, lekas melupakan tujuan awal mereka duduk melingkar.

"Sembilan delapan."

"Terus lo?"

"Delapan sembilan."

"Yew, katanya salin!"

"Ya ada yang sengaja gue salahin, nyet. Kalo gue ikut persis terus nilai gue mendadak tinggi, udah pasti Della curiga berat."

"Oh, bener juga."

"Bentar, ini napa jadi bahas nilai? Kita macam anak ambis aja." Denil menginterupsi.

Aiden yang masih belum puas, kemudian bertanya lagi, "lo kemaren dapat berapa, Nil?"

"Apanya?"

"Ulangan bing."

"Oh, angka keramat."

"Ha?"

"Enam sembilan."

"Buset! Kalo elo, Bir?"

"Sama."

"Si Monmon?"

"Sama juga."

"KOK CUMA GUE YANG DAPAT TIGA ENAM?!" suara cowok itu berubah nyaring, sarat akan protes.

"Mana kita tau??"

"WAH! Si Della pasti diam-diam ada dendam kesumat sama gue!"

"Kayaknya sih, iya."

"Nggak bisa, gue kaga terima! Begimana bisa nilai lo semua pada tinggi, punya gue anjlok sendiri?! Padahal kita kerja sama!"

"Azab orang sombong ya itu."

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang