53 | bulan nggak pernah sendirian

825 75 108
                                    

__________________

Selama hampir enam tahun menjabat sebagai teman baik rangkap personal bodyguard rangkap korban cubit ketek dan—ekhem, as soon as possible akan naik pangkat menjadi ✨️RAJA✨️ di singgasana hati seorang Monita Maheswara, benar-benar baru hari ini Aiden dibuat penuh tanda tanya, lantaran sikap Monita yang nggak ada hujan angin mendadak jadi senggol bacok, alias sensitif abieess macam singa betina yang tiga hari belum dikasi makan.

Bukan hanya Aiden sih, Biru, Calvin, dan Denil juga sama herannya, melihat cewek itu hadir dengan aura kegelapan super pekat, sampai-sampai semua jokes yang mereka lempar mulai dari paling receh dan garing hingga paling dolar pun, nggak ada satu yang nyangkut atau berhasil bikin sudut bibir Monita terangkat dikit, malah mereka terus kena hardik gara-gara terlalu berisik.

Semua jadi serba salah. Jangankan mau mengobrol nih ya, waktu deru napas Aiden nggak sengaja menerpa kulit tangan Monita saja, cewek itu langsung melirik sinis dan menyuruh dia berhenti bernapas—yang mana kalau Aiden dengan begonya sampai lakukan, niscaya dia ganti status bukan jadi ayangnya Monmon, tapi jadi almarhum.

Kalian kurang percaya? Nih, Aiden kasi bukti.

"Sst, Moon..."

"Pita suara lo dikit lagi gue jual ya, Den."

Tuh kan. Sensi.

Padahal Aiden belum ngapa-ngapain. Cuma duduk manis sambil bernapas dan menatap lurus wajah cakep paripurna sang calon ayang.

Seingat Aiden nih, Monita akan jadi ganas dan kurang normal begini kalau lagi datang bulan hari pertama, itu pun jika perutnya betul-betul sakit. Apabila sudah minum pain killer terus istirahat dikit, ya cewek itu balik lagi ke settingan normal. Namun setelah tadi iseng cek kalender, Aiden yakin Monita belum masuk red day.

Kalau mau bilang ini adalah efek patah hati habis ditinggal kawin sama si duren sawit, rasanya agak mustahil juga sebab masa berkabung cewek itu sudah lewat dari seminggu lalu, dan sampai kemarin dia masil getol-getolnya mengatur siasat untuk jadi pelakor.

Lantas, apa sebenarnya yang membuat calon permaisuri Aiden ini ganas macam kesurupan Kak Sera?? Bahkan Biru dan Denil yang biasa bertugas jadi pawang pun, hari ini angkat tangan dan menyerah, katanya nggak sanggup mengusir roh jahat yang sekarang bersemayam dalam tubuh Monita. Calvin sudah sempat komat-kamit baca ayat kursi, tapi nggak mempan juga.

Kalau begini terus, Aiden tidak punya pilihan.

Selaku pribadi yang membucini Monita hingga tembus ke tulang-tulang, dia akan tetap berjuang menghempas semua awan kelabu dan aura kegelapan yang menyelimuti cewek itu, lalu menggantinya dengan sinar matahari yang terang benderang dan aura bahagia, agar si kesayangan bisa cengar-cengir macam orgil, seperti sedia kala.

Bagaimana pun, Aiden harus ingat bahwa Monita masih cewek tulen. Mood-nya bisa berubah kapan saja, kadang tergantung mimpi dan prakiraan cuaca. Aiden cukup belajar sabar dan terbiasa. Anggap saja ini sebagai basic training, supaya kelak mereka pacaran nanti, dia nggak kaget-kaget banget. Mueheh.

"Bisa nggak lo berhenti lihat gue kayak gitu?"

Lamunan Aiden langsung buyar total kala mendengar suara Monita. Tampang datar yang cewek itu tunjukkan tak membuat senyum di bibirnya luntur, malah makin tertarik lebar. Maklum, namanya juga sudah bucin. Apa pun tentang Monita, di mata Aiden selalu ca to the kep. Cakep.

"Kayak gimana?" Ia balik bertanya.

"Om-om pedofil yang siap terkam mangsa. Dalam hitungan ketiga kalau muka lo masih tengil begitu, gue—"

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang