7 | tiba-tiba sensi

3.1K 104 199
                                    

__________________

Berhubung rutinitas Monita hanya seputar bangun–mandi–sarapan–pergi sekolah–pulang–makan–rebahan–nongkrong bersama empat teman kampretnya–makan lagi–rebahan lagi–tidur–lalu bangun lagi, maka satu minggu terlewati dengan amat cepat dan seperti yang sudah kalian ketahui, hari ini adalah ulang tahunnya.

Meski nggak ada yang begitu spesial (selain pagi-pagi buta ia dikejutkan oleh kehebohan keluarganya lalu mereka menjalankan tradisi wajib yaitu berdoa dan tiup lilin bersama) senyum lebar terus terpatri di bibir Monita sampai ia tiba di sekolah dan berjalan santai menuju kelas. Suasana hatinya yang luar biasa baik ini bikin dia nggak bisa mingkem barang sedetik, walau giginya sudah hampir kering terkena embus angin.

Sepanjang melewati koridor, ada beberapa siswa yang menyapanya hangat juga mengucapkan selamat ulang tahun, yang tentu saja ia balas sebaik dan seramah mungkin. Aslinya Monita nggak begitu mengenal mereka, tapi kalau dia tebak sih, kayaknya mereka itu gebetan atau pacar atau mantan pacar teman-teman kampretnya. 

Sebentar.... 

Bicara-bicara tentang teman kampret, Monita baru menyadari sesuatu. 

Tumben seribu tumben belum ada dari empat orang itu yang mengiriminya pesan. Padahal tahun-tahun kemarin, mereka super heboh dan bersaing keras hanya demi menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. 

Tapi, bodo amat.

Paling juga cowok-cowok itu sudah sepakat mau mengucapkan secara langsung. Amat mustahil bila mereka sampai lupa, sebab sejak tiga hari lalu Monita terus mengumandangkan hari penting ini pagi, siang, sore, dan malam di grup chat mereka. 

"Oy, Pamela Maheswara!"

Monita refleks menoleh ke belakang kala mendengar namanya dipanggil lantang. Ia pikir si Aiden atau Biru karena hanya dua orang itu yang sering menyebut nama depannya. Eeh, ternyata oh ternyata yang muncul adalah Haidar Padantia, si anak kelas sebelah sekaligus ketua osis paling menyebalkan yang kerap kali melapor Monita serta teman-teman waktu mereka lagi asik bolos.

Bahasa sederhananya, cowok petakilan berkulit sawo matang akibat keseringan berjemur di bawah matahari itu adalah musuh bebuyutan mereka. 

"Apa?!" tanya Monita ketus, kala melihat tampang super songong yang terus Haidar tunjukkan. 

"Aih, sensi amat macam ciwik-ciwik pas datang bulan." 

"Susu gendong."

"Ha?"

"Suka-suka gue, dong!"

Haidar yang spontan tertawa besar, bikin mereka berdua langsung diperhatikan banyak pasang mata. 

"Jokes lo lucu juga."

Monita mengibaskan tangan. "To the point wae, Dar, maksud lo apa manggil-manggil gue?"

"Kaga ada maksud apa-apa, cuma mau ngobrol aja."

"Dih, ngobrol nyoh sama tiang bendera."

"Yaelah, jutek amat, Munira."

"Kita ini kemusuhan, jadi lo nggak usah sok akrab." Ia kemudian maju selangkah dan menyipitkan mata. "Satu lagi, udah ribuan kali gue bilang nama gue Monita. Em o en i te a. Bukan Munira, Munaroh, Maimunah, dan mun-mun lain yang sering lo sebut!"

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang