35 | bukan teletubbies

1.2K 81 32
                                    

___________________

"Si Warna dah pindah rumah ke Afrika Selatan atau begimana, sih? Daritadi kaga nyampe-nyampe."

Menjadi gerutuan Aiden yang kesekian, akibat sudah lelah batin jiwa raga menanti kehadiran Biru. Setiap menit ia melirik arloji, lalu lanjut grasah-grusuh macam balita lagi tantrum, bikin Calvin nggak tahan untuk layangkan sepatah dua patah umpat.

Sesuai konferensi dadakan yang dilakukan tadi pagi, mereka berempat memang sepakat untuk berkumpul di rumah Aiden lebih dahulu, barulah nanti sama-sama cuzzz menuju rumah sakit. Tapi oh tapi, hampir satu jam menunggu sampai mau kering, batang hidung Biru belum juga kelihatan. Calvin sendiri datang paling tepat waktu dan sekarang sibuk makan capcay goreng, sementara Denil (aslinya Aiden nggak tahu masalah apa lagi yang terjadi antara cowok itu dan orang tuanya, tapi ketika muncul di depan pintu, dia sudah berderai air mata dan masih pakai seragam lengkap) kini berada di kamar tamu untuk mandi sekalian ganti baju.

"Ya, lo tau sendiri tuh anak kadang tukeran jiwa sama kukang, maklumin aja napa sih." Calvin berujar, mungkin juga capek melihat Aiden belingsatan persis cacing kena garam.

"Tapi jangan sejam jugaaa."

"Coba telpon lagi."

"Udah seratus kali kaga diangkat."

"Lagi di jalan tuh pasti."

"Daritadi di jalan mulu, dia 'kan naik motor bukan ngesot."

Sejenak Calvin membuang napas, barulah berkata, "agak sadar diri deh, nyet. Rumah lo ini jauh dari kota. Mau ke sini tuh kudu masuk hutan, berjumpa sama satwa liar, lewat padang pasir, naik turun gunung, bantu orang tanam padi di sawah, masuk hutan belantara lagi, ketemu kembaran tarzan, arungi sungai, baru dah sampai di gerbang."

"Lebay lu!" balas Aiden sambil melirik sinis. "Lagian udah tau jauh, napa tadi lo semua sepakat ngumpul di sini??"

"Kan elo yang minta!" Calvin nggak tahan buat sewot.

"Gue mikirnya bisa sat-set-sat-set langsung cus gituloh."

"Yaudeh sabar lagi. Monmon juga kaga bakal ke mana-mana. Ngebet amat lu!"

"Kalau si bloon makin drop terus kritis, begimana? Lo kaga baca yang Om Papi bilang, sampai pagi ini si Monmon belom siuman??"

"Udah siumaaan, nyet." Calvin melarat. "Cuma karna palanya puyeng banget, jadilah dia rebahan terus?"

"Masa?" tanya dia separuh tak percaya.

"Makanya baca tuh yang lengkap, jangan awalan sama akhiran doang!"

Aiden hanya bisa merengut, seraya memeluk bantal kursi. Ini bukan sepenuhnya salah dia. Ketika dapat info dari Om Papi tentang Monita yang tiba-tiba pingsan terus masuk rumah sakit, yang ada dalam pikirannya cuma pingin cepat-cepat menemui cewek itu. Ya gimana ya, kalian pun sudah tahu kalau Aiden sayang Monita sedikit lebih banyak dari yang semestinya. Jadi wajar dia kelewat khawatir, membayangkan si cewek kenapa-napa. Jika dibahasakan secara bucin sih, bahagianya Aiden tuh sesederhana melihat Monita tersenyum. Kalau Monita sakit begini, otomatis dia kehilangan alasan bahagia. jiakkh.

Karena sampai lima menit berikut, Biru masih belum nongol, Aiden nggak tahan untuk mengambil ponsel dan menghubungi Kak Cleo—padahal orangnya berada di ruang sebelah, alias tinggal merayap sepuluh meter sudah sampai, hanya Aiden super mager—untuk lakukan misi penting.

"Halo, Kak Cleo."

"Ya, Tuan Muda."

"Aku mau minta tolong. Bisa nggak sekarang juga Kak Cleo hire orang untuk cari temanku yang namanya Biru? Sesuai perkiraan sih, dia di perjalanan menuju ke sini, tapi udah sejam nunggu—eittt, heh, Pin! Hengpon gue!"

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang