41 | mau ngedate

1K 74 97
                                    

___________________

Sebetulnya, terhitung sejak dua minggu lalu, hubungan Biru dan Monita ini berada di tahap ketidakjelasan, alias mau bilang sebatas teman, enggak. Mau bilang lebih dari teman, juga enggak.

Waktu Biru terang-terangan mengakui perasaannya, Monita cuma bisa diam seribu bahasa dengan tampang sarat bloon, tak mampu beri reaksi apa pun saking terserang gugup plus kaget. Boro-boro mau menjawab, bernapas normal saja rasanya susah, sementara otak dia ikutan mogok kerja dan jantungnya terus bertalu macam genderang perang. Andai detik berikut cowok itu nggak tersenyum tipis lalu menyuapinya potongan apel lagi, mungkin Monita bakal terus linglung dan butuh ventilator supaya paru-parunya nggak miskin oksigen.

Setelah itu, gimana? Ya, nggak ada apa-apa. Confess-nya selesai sampai situ.

Alih-alih bertanya apakah Monita punya perasaan yang sama, atau sedikit lebih nekat langsung cuzzz mengajaknya pacaran, Biru justru mencari topik baru demi mengusir kecanggungan, dan Monita nggak punya pilihan selain pasang cengir lebar seraya ikut menghalau situasi awkward itu.

Sikap mereka memang kembali seperti biasa, tapi boleh Monita akui bahwa ucapan Biru berhasil membuat dia nggak bisa merasa biasa.

Slowly but surely, segala tentang cowok itu hadir memenuhi isi kepalanya, mengambil paksa kendali otak, lalu menghadirkan letup-letup serupa kembang api yang bikin hatinya tak pernah tenang. Monita bagai kena pelet sakti, lantaran sejak saat itu orang yang  paling ia nantikan untuk muncul di ruang inap adalah Biru Oceandra. Yang ingin ia lihat terus-terusan, yang gerak-geriknya selalu mencuri perhatian, yang senyum tipisnya bikin dia ikut tersenyum, yang suara tawanya terdengar menyenangkan, hingga yang cara bicaranya nggak buat dia bosan adalah cowok itu.

Monita merasa begitu semangat bila bertemu Biru, kelewat senang saat membaca kembali pesan-pesan random mereka, lalu salting parah hanya karena kepalanya diusap lembut oleh cowok itu. Hal yang dulunya biasa-biasa saja, kini berefek dahsyat.

Apakah ini berarti ia ‘sudah’ menyukai Biru? Kemungkinan jawabannya adalah ya.

Andai Biru bisa sedikit lebih peka, cowok itu bakal menyadari kalau perasaannya nggak bertepuk sebelah tangan. Atau mungkin... dia sudah sadar tapi sedang menunggu waktu yang tepat untuk confess dengan lebih proper?

Monita sempat berasumsi demikian seraya menerka-nerka sampai kapan euforia merah muda ini akan terus bersemayam, hingga postingan cerita milik Selin bak menyadarkan dia bahwa ada baiknya nggak usah kelewat berharap.

Sebut saja Monita terlalu berlebihan, tapi apa yang jadi bahan overthingking-nya ini punya dasar yang kuat. Faktanya, lima tahun berteman dengan Biru bikin Monita hafal betul kebiasaan cowok itu yang ogah jalin silaturahmi sama mantan pacar. Prinsipnya adalah sebelum kenalan mereka hanya orang asing, maka setelah putus pun balik lagi jadi orang asing. Untuk itulah, sebuah tanda tanya besar mengaba bisa seorang Selin—yang notabene sang mantan pacar—terlihat begitu akrab, sampai-sampai pergi karaokean berdua. Semua yang melihat juga pasti akan menyimpulkan kalau mereka sudah balikan.

Fakta lain yang bikin agak gereget, hingga hari berganti dan matahari kembali bersinar terang benderang, pesan yang Monita kirim masih tak kunjung mendapat balasan seolah memang sengaja dibiarkan. Ia sudah mencoba berpikir positif bahwa bisa saja notif darinya tenggelam dengan notif-notif lain, atau mungkin saking sibuknya Biru nggak punya kesempatan untuk membalas. Namuuuun, kenapa sampai detik ini, cowok itu tetap nggak kasi kabar?

Monita pingin mengirim pesan lagi, tapi lekas ia urung sebab kesannya kayak dia yang terlalu haus perhatian. Gengsi, tzaaay.

“Dokter Ayana bilang obat yang ini nggak usah diminum tiap hari, cukup pas kamu ngerasa pusing atau migrain aja. Kalau vitamin-vitamin ini yang wajib minum, biar nggak capek aktivitas sampe sore.”

Monita lantas mengalihkan pandang pada Kak Sera, yang terlihat fokus pilah-pilih jenis obat tertentu untuk ia minum. Hari ini dia lagi-lagi nggak masuk sekolah, lantaran jadwal check-up yang biasanya sore atau malam, malah dimajukan jadi pagi.

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang