37 | calvin, ephemeral, dan serotonin

1.2K 80 77
                                    

__________________

Usai menemani Aiden tur singkat keliling rumah sakit, menyapa setiap perawat yang bertugas, juga sok akrab dengan banyak pasien yang lagi hirup udara segar di taman samping, Calvin yang merasa luar biasa haus niatnya pingin ke kantin buat nongkrong sekalian beli es kopi. Hanya waktu Denil bilang Tante Mami sempat membuat smoothie untuk mereka sebelum berangkat kerja, dia lekas mengurungkan niat dan langsung putar haluan menuju kamar inap Monita.

Karena mengira cewek itu sudah kembali berlayar ke alam mimpi alias tidur, Calvin dengan cukup berakhlak membuka pintu amat pelan, berusaha nggak menimbulkan suara sekecil pun lagaknya maling yang takut kena ciduk tuan rumah.

Eeh, ternyata oh ternyata. Bukannya diciduk, malah dia yang menciduk.

Jika boleh jujur, Calvin sama sekali nggak menaruh kecurigaan apa-apa saat membiarkan Monita hanya ditemani Biru. Namun sekarang, menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana dua orang itu sedang pada posisi yang super ambigu, belasan detik dirinya berdiri macam raga tanpa nyawa.

Kaget? BANGETTT, ANJIM!

Ibarat ini adalah film India, sudah pasti wajah dia akan di zoom in-zoom out pakai efek suara jreng jreng jreng, serta backsound yang durasinya hampir lima menit.

Saking syok macam kena setrum, Calvin sampai bingung harus berbuat apa, sementara otaknya juga mendadak not responding dan tak sanggup berpikir jernih. Kepala dia memang dipenuhi ribuan tanya, tapi mulutnya justru terkunci rapat hingga mau keluarkan sepatah dua patah umpat pun tak bisa.

Alhasil bermodalkan petunjuk insting, Calvin melangkah mundur lalu menutup pintu. Tatapnya masih kosong, tapi dirasa jantungnya sibuk jedag jedug disko dangdut. Sadar atau enggak, dia membiarkan dua orang itu melanjutkan sesi mesra-mesra mereka.

Namun, bagai tak diberi waktu untuk mengontrol napas apalagi meredakan detak jantung, Calvin auto panik berkali-kali lipat tatkala melihat sosok Aiden muncul dari ujung koridor, berjalan gontai dengan senyum lebar menghias di bibir.

"Mampus, ini mampus! Gue harus ngapain, njiiiing??" Calvin mulai belingsatan di depan pintu, seraya memutar otak mencari jalan keluar untuk situasi kampret ini.

Dia nggak boleh membiarkan Aiden masuk. Pokoknya jangan! Bisa terjadi pertumpahan darah kalau cowok itu sampai melihat Biru dan Monmon lagi lovey dovey!

"Woi, Kian Santang!"

Adalah sebuah gerak impulsif Calvin berlari dan merangkul leher si Tuan Muda, berupaya terlihat santai padahal lagi panik hampir semaput. Cengir lebar yang dia tunjukkan, jelas saja bikin Aiden bergidik geli.

"Apa sih? Salah minum air lo?"

Calvin mengibaskan tangan, pun ketika melihat kantung kresek yang temannya itu pegang, ia langsung alihkan percakapan. "Bawa apaan tuh?"

"Bakso bakar."

"Buat siapa?"

"Monmon. Anaknya belom tidur 'kan? Minggir, gue mau masuk."

"HEIT, JANGAN!"

Ia yang cepat-cepat memblokir jalan, bikin kernyit langsung timbul di kening Aiden.

"Kenapa?"

"Si Monmon 'kan lagi sakit, geb."

"Gue juga tauuu. Kalo kaga sakit, ngapain kita mangkal di sini?"

Decak panjang keluar dari mulut Calvin. "Menurut ngana, orang sakit boleh gitu makan bakso bakar full micin? Atau, jangan-jangan lo sengaja ya mau buat Monmon tambah melarat?"

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang