31 | fighting haeyadwae!

1.3K 88 68
                                    

__________________

Sebagaimana petuah super bijak yang sering Papi kumandangkan—khususnya tiap ada satu-dua anak wedhok-nya yang berulah di luar akal manusia—yakni dalam hidup kita diberi kebebasan memilih, tapi setiap pilihan punya risiko masing-masing, sekarang Dara tersadar bahwa keputusan dia meminta Monita berpartisipasi dalam lomba, secara nggak langsung membawanya terlibat dengan empat cecunguk lain, yang meski paras mereka boleh cakep persis pangeran Disney, kelakuannya nggak ada beda sama anak tuyul yang siap hancurkan bola bumi.

Nggak perlu ia spill nama mereka, kalian pasti sudah sangat tahu lah, ya.

Semua ini bermula pada hari selasa sore, ketika dengan perasaan sukacita Dara rela mengarungi kemacetan ibu kota, demi menjemput si adik nomor tiga. Sesuai kesepakatan, mereka bakal langsung cusss ke butik dan memulai sesi latihan, sebab seperti yang diberitahu, sejak bayi sampai umur delapan belas Monmon nggak ada secuil pun pengalaman mengikuti lomba, apalagi yang sekelas Fashion Show.

Kalau ada yang bertanya kenapa Dara bersikeras meminta sang adik, padahal ia sangat bisa menghire model papan atas yang pengalaman runway-nya lebih dari segudang, sejujurnya ini karena Dara merasa Monita punya potensi yang bisa dikembangkan, serta tampang yang sangat menunjang. Saat merancang busananya pun, dia berpikir hanya cewek itu yang cocok memakainya.

Alasan lain yang nggak kalah penting. Sebagai anak-anak yang terlahir dari keluarga kalangan atas, sudah menjadi hal wajar mereka dituntut untuk serba bisa dan harus punya rencana masa depan yang matang. Walau Papi Mami nggak pernah menekan mereka mesti jadi ini itu, keluarga besar Maheswara masih menjunjung prinsip anak perempuan nggak boleh cuma jadi Ibu Rumah Tangga lalu hidup bergantung sama penghasilan suami (meski si suami adalah anak konglomerat sekalipun). Sedini mungkin mereka telah diajari ilmu bisnis, supaya kelak menjadi wanita karir. Nah, melihat sampai sekarang Monita lebih banyak bermain dengan teman-temannya dan nggak ada kemajuan belajar, Dara agak khawatir sang adik bakal jadi bahan gosip waktu pertemuan keluarga. Sebagai back-up, seenggaknya Monita perlu punya satu hal yang dibanggakan, walau itu hanya lomba fashion.

Kala tiba di halaman parkir Nation Star yang luasnya seperempat lapangan bola, Dara berhasil speechless melihat dari kejauhan Monita tersenyum lebar sambil melambaikan tangan cerah ceria, sementara di samping kiri dan kanan cewek itu sudah ada empat temannya yang berdiri tegap, bersedekap sempurna, diikuti tampang super songong lagaknya pengawal Presiden.

Tadinya Dara nggak berniat turun dari mobil dengan harapan Monita langsung berlari menghampiri. Namun, lebih dari lima menit menunggu, sang adik nggak ada tanda-tanda akan bergerak, justru makin menampilkan cengir lebar yang kira-kira berarti, "ayo, Kak, jadi babu jangan tanggung. Cepat turun dan jemput aku." Dia jadinya tersenyum tipis, melepas seatbelt dan mengalah.

"Konnichiwa, Mbakyu Dara!" sapaan riang berasal dari Aiden, yang makin dilihat tampangnya rada-rada mirip Steven William.

Belum Dara membalas, pinggang si Aiden duluan disikut oleh Denil.

"Sok akrab banget lu. Nyapa tuh yang sopan!" Anak cowok itu kemudian menatapnya penuh senyum berwibawa, kali ini sedikit merunduk hormat saat berucap, "selamat petang, Kak Damara. Bagaimana perjalanan dari surga? Semoga sayap bidadarinya nggak kenapa-napa."

"Anjaay, malah gombal." Calvin mencibir, pun berikutnya tersenyum manis saat memandang Dara. "Sori dori stroberi ya, Mbakyu. Nggak usah dengar ucapan si krokodil buntung, dia mah biar nenek-nenek juga pasti diganjenin."

"Heh, Kelpin! Kita kan udah sepakat kaga boleh saling ngumbar aib!" Denil protes berat.

"Itu bukan aib, tapi kenyataan."

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang