__________________
constantly,
consistently,
continually,
her.Terus terang, dari pertama melihat Biru berjalan mendekati Monita, menyodorkan minuman pada cewek itu, kemudian duduk bersebelahan dan mulai ketawa-ketiwi seakan dunia hanya mereka yang punya, jiwa, raga, serta hati Aiden menjadi sangat tidak tenang, pun ada bagian dari otaknya yang langsung kasi sinyal tanda bahaya.
Namun itu belum seberapa, lantaran di menit berikut ia menyaksikan mereka tiba-tiba terdiam, tatap-tatapan super lama macam lagi syuting film India, setelah itu ngobrol dengan raut muka amat serius, lalu yang paling bikin syok adalah tangan Monita merangkul lengan Biru dan mereka tersenyum selayak pengantin baru, Aiden makin belingsatan sampai rasanya pingin kuras air laut.
Sumpah seribu sumpah. Ini momen ter-j'antjoque yang pernah ia alami!
Aiden penasaran akut hampir-hampir semaput dengan isi percakapan dua oknum itu, tapi bagian kampretnya ialah dia nggak punya secuil pun keberanian untuk bertanya, sebab takut jawaban yang diberikan bakal jauh dari harapan, atau kemungkinan terburuk nih, berpotensi bikin hatinya kretek-kretek ratusan keping.
Perasaan Aiden campur aduk macam gado-gado. Dia terlanjur gelisah gundah gulana, meski belum tahu pasti kebenarannya seperti apa. Mau minta penjelasan, stok nyalinya kosong melompong. Mau diam saja dan lupakan, jiwanya malah nggak bisa tenang. Mau bersikap biasa nan santuy, otaknya ribut teriakan puluhan sumpah serapah. Mau marah-marah pada seluruh isi dunia termasuk batu karang yang teronggok di sepanjang pesisir, kadar kewarasannya akan dipertanyakan.
Benar-benar a-es-u!
Kalo penasaran ya langsung tanya dong, cok. Lakik kok cemen begini? Otak bagian kanan Aiden mulai bersabda.
Kaga bisa lah, ntar kesannya posesif banget. Monmon kan belum resmi jadi 'my ayang'. Otak bagian kiri yang membalas.
Justru harus cepat dipastiin. Kali aja tadi si warna dah gerakan sat-set-sat-set dan sekarang official jadi ayangnya Monmon. Mampus gabung kaum sadboy! Balas yang kanan nggak mau kalah.
Ingat petuah dari nenek moyang. Sebelum janur kuning melengkung, mari kita cepat menikung. Santai aja kali, tinggal jadi orang ketiga terus hancurin hubungan terlarang itu. Beres. Jawab yang kiri lagi.
Kalau Monmon terlanjur bahagia sama Biru, gimana? Masih tega jadi orang ketiga? Nggak usah bacot, deh. Sekarang tuh waktu paling tepat buat petrus sihombing samyang jakendor jumanji alias pepet terus sampai hati terombang-ambing sampai sayang jangan kasi kendor juancok mantap jiwa! Sambung si otak kanan.
Hadeeeeh. Benang merah di kelingking si Monmon udah paten tersambung sama kelingking ini. Jadi biar Biru mau jungkir balik sampai koprol depan sekalian atraksi barongsai pun, nama belakang Monita tetap Jarvis, bukan Delmara. Balas si otak kiri.
Pede banget ngomong benang merah. Tiap lempar kode aja si Monmon kaga pernah nangkep. Kalo mau bucin tuh, minimal jangan sepihak. Seret yang bersangkutan buat ngebucin juga!
Semua ada waktunya. Kenapa sih harus terburu-buru pada sesuatu yang sudah ditakdirkan akan jadi milik kita selamanya? Ingat, love is patient.
Patient patient tai kucing. Keburu diambil orang nanti nangeess—
HADUH!!!
Aiden gereget ingin pukul otak sendiri minimal sampai bunyi deg!
Bukannya satu suara mendukung kesejahteraan hatinya, malah kiri-kanan saling debat bikin kliyengan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Defenders ✔️
Fiksi Remaja• PERFECT SERIES • [Completed] [Dapat dibaca terpisah] _____________________________________ de·fend·er /dəˈfendər/ (noun.) a person who defends someone or something from attack, assault, or injury. • • • Tentang Monita yang merasa tidak pernah m...