***"Aku udah nggak papa Mas, jadi nggak usah ke dokter, ya." Alia sejak tadi terus berkata seperti itu karena dari tadi juga Arga menyuruhnya untuk berganti pakaian agar mereka segera ke dokter tapi wanita cantik yabg sangat dicintai oleh Arga itu tidak mau, bahkan bangun dari tempat tidurnya pun tidak.
"Mas Ihh, nggak usah pasang muka kaya gitu. Aku belum maafin Mas loh ya," kata Alia seolah kembali teringat pada hubungan mereka yang merenggang.
Arga menghela gusar, ternyata Alia memang masih belum memaafkannya, waktu seminggu yang ia beri untuk wanitanya menyendiri ternyata belum bisa membuat Alia kembali menerimanya.
"Dear, aku mau jelasin tapi nanti, ya. Kalau kamu udah agak mendingan," kata Arga lembut tapi dibalas dengan tatapan tidak bersahabat dari Alia.
"Gak perlu Mas jelasin juga aku udah tau kok, selama aku nggak ada pasti Mas Arga menghabiskan waktu sama Mbak Erna, kan? Mas Arga pikir aku nggak tau kalau Mbak Erna datang lagi ke kantor Mas,"
"Dear, aku nggak ada ketemu dia lagi ... kecuali beberapa hari yang lalu dan itu terakhir kalinya," kata Arga berusaha menjelaskan tapi Alia langsung menggeleng dan menutup telinga dengan telapak tangan.
Alia bahkan sudah mengeluarkan air mata yang sebenarnya tidak ingin ia keluarkan di hadapan Arga.
Tok tok tok.
Keduanya menoleh pada pintu yang di ketuk dari luar. Alia mengusap pipinya dan membaringkan lagi tubuhnya dengan posisi terlentang. Ia tahu itu pasti Mbok Yem, dan benar saja saat Arga membuka pintu di sana berdiri Mbok Yem dengan seorang dokter wanita yang langsung tersenyum padanya.
Dokter Dita, adalah dokter keluarga Arga. Tadi ia terpaksa menelpon Dita karena Alia tidak mau ke rumah sakit.
"Siapa yang sakit Ga?" tanya Fira saat masih berdiri di ambang pintu sementara Mbok Yem sudah kembali ke lantai bawah mungkin melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
"Istri gue," jawab Arga santai.
Ia berjalan duluan menuju ranjang yang ternyata Alia tengah menatap pada mereka. Alia memicingkan matanya curiga pada Arga yang seperti sangat kenal dengan Dita. Dokter cantik itu hanya mengedikan bahunya saat melihat interaksi mata antara Alia dan Arga.
"Ini istri gue. Dear, ini Dita teman aku pas masih SMA dan dia sebagai dokter pribadi keluarga aku yang sekarang jadi keluarga kita." Arga berdiri di samping Alia dan mengelus rambut Alia.
Alia hanya mengangguk mengerti tapi masih dengan wajah pucatnya.
"Kamunya enggak mau ke rumah sakit jadi aku telpon Dita suruh ke sini. Gak papa kan? Aku khawatir Dear," kata Arga.
"Iya, gak papa Mas. Maaf udah buat Mas khawatir," jawab Alia dan membalas senyuman Arga.
"Ya udah, Dit. Tolong periksa Alia ya," pinta Arga pada Dina.
"Silahkan berbaring dulu ya, biar aku periksa." Alia mengangguk dan berbaring setelah itu Dina memeriksa Alia.
"Em tekanan darah rendah, apa kamu jarang memasukkan sesuatu untuk isi perut?" tanya Dita
Alia tidak langsung menjawab tapi malah menatap Arga takut-takut. Arga menghela nafas kasar dan mengecup pucuk kepala Alia tanpa sungkan.
"Bukan jarang lagi Dit, tapi malah selama seminggu ini engak pernah makan nasi," jawab Arga cuek.
"Ya elo suaminya, kenapa baru laporan gue sekarang. Gak kasian sama istri ya lo sampe pucet gitu mukanya," kata Dita sambil menulis sesuatu di kertas kecil.
"Ya ... ya gak gitu juga. Istri gue nggak mau periksa Dit." Alia menahan senyum melihat wajah Arga yang tampak frustasi.
Ia bahagia melihat Arga yang tampak perhatian padanya.
"Ya paksa kek, dulu aja lo tukang paksa orang, semua orang bahkan takut sama lo. Tapi nggak heran sih kan udah ada pawangnya," goda Erna. Arga hanya memasang wajah biasa.
"Gue ada kabar baik nih tentang istri lo," kata Dita sembari tersenyum. Mendengar kata istri sontak saja Arga menatap serius pada Dita.
"Apa?"
"Selamat ya, Alia hamil. Dan rasa lemas, mual serta pusing itu wajar bagi ibu hamil," kata Dita.
Arga langsung memeluk tubuh Alia seraya mengucapkan syukur beberapa kali. Sementara Alia pun terlihat masih tidak percaya, ia menutup mulutnya sendiri.
Arga mencium Alia berkali-kali. Alia sampai tidak percaya jika saat ini Arga menitikkan air matanya dan memeluknya erat. Apa Arga benar-benar bahagia mendengar kehamilannya? Jika ia maka Alia akan tambah bahagia.
"Dear, makasih Sayang," ucap Arga sembari sesekali mengelus perut Alia yang langsung wanita itu tahan sambil melirik pada Dita.
Arga yang mengerti arti lirikan mata Alia pun merasakan pelukannya. Raut bahagia tampak jelas sekali terlihat di wajah tampannya.
"Oh iya, ini obatnya ya Ga. Obat buat mengurangi rasa mual dan pusing." Dita menyodorkan secarik kertas kecil pada Arga.
"Iya makasih Dit. Nanti gue langsung ambil obatnya," jawab Arga. Dita tersenyum setelah urusannya selesai ia pulang.
Arga memeluk lagi Alia yang kini juga tengah bahagia. Kini Arga mengelus perut Alia yang masih datar dan tidak henti-hentinya mengecupi kening hingga seluruh wajah wanita itu.
"Makasih Dear, aku bahagia banget. Kamu kalo mau apa-apa bilang aja, ya sama aku. Aku akan berusaha untuk penuhin semuanya," ujar Arga pada Alia.
Alia mengangguk dengan air mata yang terus membasahi pipinya. Arga menangkup pipi Alia dan mengusap air yang mengalir itu dengan ibu jarinya.
"Al, kenapa kamu nangis? Kamu sedih, ya karena hamil anak aku? Kamu nggak mau hamil anak aku?"
tanya Arga was-was, Alia menggeleng lagi."Dear, kalo kamu memang belum mau hamil kenapa kamu nggak bilang? Kalau kamu bilang mungkin aku akan lebih hati-hati dan jaga-jaga." Arga masih menatap Alia yang semakin kuat menggelengkan kepalanya.
"Eng ... nggak, Mas." Alia menjawab dengan susah payah.
Arga menatap tidak percaya dan kini air matanya pun ikut mengalir. Ia menatap nanar Alia dan penuh luka.
"Kenapa baru bilang sekarang? Kenapa enggak dari dulu kamu bilang kalau kamu enggak mau hamil anak aku Al, sebelum aku hamili kamu," pekik Arga seperti orang frustasi bahkan pria itu kini menjambak rambutnya sendiri.
Alia sendiri bingung saat mendengar Arga berkata seperti itu. Apa karena ia menangis sehingga Arga berpikir ia tidak menginginkan anak dalam kandungannya ini tanpa Arga tahu jika ia merasa bahagia sampai tidak tahan untuk menangis tapi Arga mengartikan lain tangisannnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
RomanceSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...