Tiga Puluh Sembilan

17.4K 894 3
                                    

"Apa jaminan kalo kamu emang sungguh-sungguh dalam minta maaf ini hal apa yang bisa aku yakin kalau kamu gak akan ganggu aja lagi?" tanya Arga menatap Erna tajam.

Wanita itu membuka tas mahalnya dan mengambil sesuatu yang membuat Arga mengerutkan kening. Pasalnya ia tahu apa yang Erna keluarkan dari dalam tasnya itu. Sebuah benda berbentuk persegi empat di lapisi pita berwarna merah di sisinya.

"Ini, ini sebagai jaminan kalo aku emang udah enggak akan ganggu kamu lagi Ga," kata Erna menyodorkan benda yang tadi ia pegang sampai Arga menyambutnya.
Mata pria itu meneliti tulisan yang ada di dalamnya.

"Ini punya kamu?" tanya Arga dengan santai. Erna tersenyum dan mengangguk.

"Iya, kalau kamu gak percaya buka aja?" jawab Erna juga dengan gaya santai.
Arga tersenyum yang entah apa artinya.

"Siapa?" ucap Arga sembari membolak-balikkan benda yang tadi disodorkan Erna padanya.

"Kamu akan tau kalau kamu buka dan baca sendiri Ga, kalau aku kasih tau buat apa aku kasih itu sama kamu," jawab Erna yang memasang senyum misteriusnya.

Dengan kesal Arga membuka sampul pita yang ada di sisi benda itu.

"Eko," gumam Arga.

"Iya, kita udah lama berhubungan. Semenjak kamu dan Alia menikah, aku memutuskan untuk pacaran sama Eko dan berpura-pura masih mencintai kamu padahal aku tau kalau selama ini kamu mencintai Alia," kata Erna.

"Kamu tau dari mana?" tanya Arga kali ini dengan wajah yang mulai hangat meski belum bersahabat.

"Dari tante Rina, dia pernah bilang untuk aku jauhi kamu karena kamu terpaksa buat jalin hubungan sama aku dan kamu mencintai wanita lain yaitu Alia," jelas Erna membuat Arga mengangguk.

"Oh ya kalau gitu aku pergi dulu ya, kamu jangan lupa datang. Itu undangan buat kamu sama Alia," kata Erna tersenyum dan dibalas tersenyum juga oleh Arga.

"Oke. Kalau aku nggak sibuk dan kalau Alia mau," jawab Arga.

"Em Ga," Erna menatap Arga dengan wajah yang kesusahan.

"Ya?"

"May i hug you? For the last?" pinta Erna, namun melihat Arga yang hanya diam membuat wanita itu tersenyum sambil mengangguk seolah mengerti arti keterdiaman Arga.

"Oke. Sepertinya tidak bole-"

"Boleh," kata Arga dan langsung memeluk Erna.

Mereka saling membalas pelukan satu sama lain tanpa sadar akan sepasang mata yang baru saja hadir dan menatap nanar pada mereka. Sepasang mata yang kini sudah mengeluarkan kristal bening miliknya.

Alia. Ya, sepasang mata itu adalah milik Alia. Wanita yang masih menjadi istri Arga itu menatap nanar dan penuh luka pada dua orang yang saling memeluk di dalam ruangan Arga itu. Menyeka air mata agar bisa jelas melihat jelas karena embun di sekitar matanya membuatnya buram.

Alia berbalik dan melangkah pergi dari sana. Mengurungkan niatnya yang ingin menghampiri Arga dengan membawa makan siang untuk pria itu.
Tapi yang dia lihat dan dia dapat malah tidak sesuai dengan yang dia harapkan.

Dadanya kembali sesak bahkan mengalahkan rasa rindunya ada suaminya itu. Alia pikir ia juga dirindukan oleh Arga, tapi ternyata rasa rindunya tidak terbalas. Dengan langkah lemah ia pergi dari sana.

***

Alia menatap gelas yang ia mainkan dengan memutari jari telunjuknya pada permukaan gelas. Pikirannya masih berkelana pada Arga yang tadi memeluk Erna penuh minat saat di kantor. Tidak bisa dikatakan lagi seperti apa hancur hatinya saat ini.

Air mata Alia sudah kering, tidak ada yang menetes lagi mungkin bendungan kristal bening itu sudah mulai susut hingga tiada lagi yang merembes ke permukaan.

Hanya raut sedih yang ada di wajah Alia saat ini. Sekitaran mata yang sembab, hidung yang memerah dan isakan pelan dari sisa-sisa tangisan tadi yang masih terdengar. Menghela nafas panjang dan kasar Alia menyudahi kegiatan tidak berfaedahnya yang sejak tadi.

Tok tok tok.

Suara pintu kamarnya diketuk sebelum terbuka dan menampilkan Mbok Yem yang datang dengan sebutan nampan yang ada piring berisi nasi serta lauk pauknya serta segelas air putih.

Sejak pulang dari kantor Arga tadi siang Alia belum makan bahkan dari pagi belum ada sebutir nasi pun yang masuk ke dalam perut wanita cantik itu. Alia hanya makan buah dan minum susu sejak pagi. Mbok Yem takut jika nanti majikannya itu sakit.

"Mbok," kata Alia yang sudah duduk bersila di atas kasur.

Mbok Yem dengan tersenyum meletakkan nampannya pada meja di samping ranjang Alia.

"Kok dibawa ke sini Mbok?" tanya Alia heran.

"Dari pagi Non Alia belum ada makan apa pun selain buah dan Mbok khawatir Non. Apalagi tadi Non Alia pulangnya sambil nangis, ya gimana Mbok nggak khawatir coba," kata Mbok Yem dengan raut cemas dan khawatir.

Alia tertegun mendengarnya, entah kenapa rasanya ingin menangis lagi melihat raut wajah yang Mbok Yem berikan padanya serta tuturan khawatir Mbok padanya.

"Aku lagi nggak nafsu makan nasi Mbok,"

"Non coba sedikit aja ya, nanti Non sakit loh," bujuk Mbok Yem.

Melihat makanan yang sudah di sediakan Mbok Yem dalam piring membuat Alia menghembuskan nafas pelan. Bagaimanapun Mbok Yem sudah meluangkan waktunya untuk membuatkan ia makanan. Jadi tidak ada salahnya jika ia menghargai kerja keras Mbok Yem.

"Ya udah aku makan, tapi dikit aja ya Mbok. Gak tau kenapa rasanya aku mual banget, makanya cuma makan buah dari tadi," ujar Alia.

Mbok Yem tersenyum senang. Menempatkan nampannya di depan Alia dan membiarkan Alia menyendoki nasinya. Tapi baru saja nasi itu sampai di tenggorokannya Alia menutup mulutnya. Perutnya terasa bergejolak seolah menolak untuk disuguhi makanan yang baru saja dimasukkan Alia ke dalam mulut.

Wanita itu beranjak bangun dari kasur dan berjalan tergesa menuju kamar mandi. Menumpahkan cairan bening yang sejak tadi mengganggu perutnya. Kepalanya pusing dan badannya lemas. Alia hampir terjatuh jika saja Mbok Yem tidak datang menyusulnya ke kamar mandi.

"Non, Non Alia kenapa? Non sakit?" tanya Mbok Yem panik.

"Gak tau Mbok. Kepala aku pusing banget," kata Alia lemas.

Pelan-pelan Mbok Yem memapah Alia keluar dari kamar mandi. Nampan yang tadi di atas kasur sudah ia pindahkan ke atas meja dan kini ia membantu Alia untuk berbaring di kasur itu.

"Non Alia tiduran dulu ya, biar Mbok ambilkan obat dulu ke bawah," kata Mbok Yem dan segera keluar tidak lupa membawa nampan tadi.

"Pasti Non Alia masuk angin karena enggak makan dari pagi. Duh ini kalo aku telpon Den Arga aja gimana ya, Non Alia kan istrinya. Eh tapi ... kalo nanti mereka malah kelahi di sini kan bisa buat Non Alia semakin stres dan sedih lagi kayak tadi," ungkap Mbok Yem dalam hati.

Part 40 ada di Karyakarsa ya.
Cari aja nama kreatornya Mentarii. Link ada di wall author. Silahkan cek.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang