Enam Puluh Enam

12.4K 609 14
                                    


"Saya periksa dulu, ya." Dokter itu mendekati Risa dan memeriksa wanita hamil itu.

"Kondisinya sudah jauh lebih baik, sepertinya Ibu sudah lebih tenang. Jangan sampai stres ya Buk,"

"Iya Dok, em saya udah boleh pulang, kan Dok?" tanya Risa pelan.

"Melihat kondisinya, Ibu sudah boleh pulang hari ini. Tapi tetap pantau, ya Pak. Kalau tiba-tiba terasa nyeri lagi cepat hubungi dokter siapa pun itu," kata dokter. 

Alvan mengangguk dengan semangat. Sementara Risa tersenyum malu saat mendengar kata istri yang terlontar dari sang dokter. Ternyata dokter ini mengira ia dan Alvan adalah sepasang suami istri.

Setelah itu dokter keluar. Alvan membereskan semua urusan di rumah sakit sebelum mereka pulang. Seperti mengurus ke bagian administrasi dan sebagainya. Tapi mereka sempat sarapan dulu dengan bubur yang dibelikan Alvan. Ibu hamil seperti Risa pasti mudah merasakan lapar. Setelah selesai dengan semua yang bersangkutan dengan rumah sakit, baru mereka pulang.

***

Risa hanya diam saat di dalam mobil bersama Alvan. Mereka sama-sama diam. Sepertinya tidak ada yang ingin membuka suara di antara mereka. Tangan kanan Risa digenggam oleh Alvan dan berada di atas paha pria itu. Alvan fokus pada jalanan sedangkan Risa pun manatap jalanan lewat kaca mobil.

Suasana tampak hening dan terasa canggung bagi Risa. Ia tidak tau akan bersikap kaya gimana. Alvan terlihat santai dan biasa-biasa saja.

"Ehem, Mas."

Risa berusaha mengakhiri keadaan yang sejak tadi sepi. 
Alvan menoleh pada Risa dengan tatapan datar. Salah satu halis pria itu terangkat seolah bertanya ada apa pada Risa.

Menatap pada Risa dengan intens. Risa yang ditatap begitu mati-matian menahan rasa gugup yang kian menderanya.
Mungkin ini efek dari dirinya yang tidak pernah mau membuka hati pada pria lain, selain Arga waktu itu.

"Ada apa Ris?" tanya Alvan melihat Risa yang hanya diam.

"Emm tangan aku Mas," jawab Risa pelan.

Matanya melirik pada tangannya yang digenggam Alvan. Alvan dengan santai mengangkat tangan Risa dan mendekatkan pada bibirnya, mengecup lembut punggung tangan Risa.

"Aku cinta banget sama kamu Ris. Aku nggak tau kapan rasa ini hadir, dan aku juga enggak tau kenapa. Aku cuma tau kalau sekarang aku cinta banget sama kamu," ungkap Alvin sambil menatap Risa lembut. 

Mesin mobilnya telah ia matikan,
Sebelah tangan Risa yang tadi ia genggam ia bawa menuju pipinya. Menempelkan tangan yang terasa hangat itu di pipinya.
Menikmati oleh sentuhan dari telapak tangan Risa yang membuat perasaannya kian menghangat.

Sementara Risa sendiri, sedari tadi bersusah payah menahan napas. Rasa gugup itu masih bersarang pada dirinya. Risa tidak tau harus bersikap seperti apa sekarang di hadapan Alvan.

"Mas,"

"Plis Ris, maafin aku. Demi anak kita," pinta Alvan.

Senyum di wajahnya terbit dan mengembangkan dengan sempurna saat Risa mengangguk.

"Iya, Mas. Aku mau kamu nikahi, aku juga nggak mau saat anak ini lahir nanti nggak ada ayah yang menyambutnya," kata Alvan.

"Kesalahan kita di masa lalu, itu bukan sepenuhnya salah Mas Alvan, tapi aku juga salah. Aku juga yang ngajak Mas waktu itu, aku juga minta maaf sama Mas karena udah bersikap kaya kemarin. Maafin aku ya Mas,"
lanjut Risa dengan wajah menenangkan miliknya.

Alvan langsung menarik tubuh Risa ke pelukannya. Menyampaikan rasa rindu yang dari kemarin ia tahan karean Risa yang seolah agak menjauhinya.

"Aku janji Sayang, aku akan berusaha untuk bahagiakan kamu. Setelah ini aku langsung urus pernikahan kita, ya. Kita enggak bisa tunda-tunda lagi, perut kamu akan semakin besar dan akan semakin kelihatan,"
kata Alvan mengusap pipi Risa lembut.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang