Vote dan komen ya
follow juga"Mas,"
"Hem."
Alia membolakan matanya.
"Udah jam sepuluh loh," ujarnya berharap Arga peka.
"Tidur Dear."
Arga bahkan tidak menoleh sedikitpun padanya.
"Maunya sama Mas," rengek Alia manja.
"Tapi aku masih ada kerjaan cinta," jawab Arga yang masih berusia dengan laptopnya sedangkan Alia kini sudah mengerucutkan bibirnya.
"Ya udah, aku mau tidur sama Risa aja. Percuma ada suami kalo nggak ada yang meluk pas tidur!" sentak Alia dan berusaha bangun dari tempat tidurnya tapi tangannya langsung dicekal oleh Arga.
Pria itu meletakkan laptop di atas meja dengan sebelah tangan. Menarik Alia hingga tubuhnya wanita itu membentur dadanya.
"Mana bisa Dear. Jangan cemberut lagi dong. Ini udah aku peluk, sekarang tidur ya," kata Arga tapi Alia masih tetap bungkam.
Wajah wanita itu tertekuk. Alia mendorong pelan tubuh Arga dan berbaring memunggungi sang suami.
"Hem, ngambek?"
Arga memeluk perut Alia dari belakang. Dengan sengaja meniup tengkuk wanita itu agar meremang.
Bibirnya mengulas senyum merasakan Alia yang bergerak gelisah dalam tidurnya."Tangannya enggak usah ke mana-mana. Enggak usah usil."
Alia melempar pelan tangan Arga dan mengambil guling untuk ia peluk.
Meski tidak senyuman dalam pelukan Arga, jelas tidak ada. Karena tidur yang paling nyaman itu adalah dalam pelukan suami dengan berbantalkan dada bidang atau lengan sang suami."Tidur Dear?"
"Nggak.. mancing!" jawab Alia ketus dan asal. Arga terkekeh pelan, lucu sekali istrinya ini.
"Mancing suami? Wah pahalanya banyak kalau itu Dear," kata Arga yang dengan sengaja memancing Alia.
"Mas, udah deh. Enggak usah ngomong lagi. Aku ngantuk mau tidur,"
"Aku juga nggak ngomong kalau kamunya mau dipeluk," kata Arga yang berusaha lagi agar bisa memeluk tubuh sang istri.
"Aku nggak mau," ketus Alia lagi.
Alia membungkus tubuhnya dengan selimut sampai batas leher.
"Oh gitu? Ada yang bilang nggak bisa tidur kalau nggak aku peluk siapa ya?" sindir Arga dengan sengaja.
Pria itu tidur terlentang sambil pura-pura berpikir.
"Untuk sekarang enggak!"
Alia tidak tahan untuk tidak menjawab yang padahal jawaban itu sangat berbanding dengan hatinya. Di dalam hatinya menyimpan keinginan besar untuk bisa tidur dengan nyaman dalam rengkuhan sang suami.
"Ya udah. Aku juga mau tidur,"
Arga menekankan matanya. Tapi baru saja ia hendak terlelap, Alia menyerunduk masuk ke dalam pelukannya.
Arga membuka lagi matanya dan tersenyum tipis karena tangan sang istri yang terasa melingkari bagian perutnya."Dear," gumamnya pelan.
"Nggak bisa tidur Mas. Anaknya minta diusap," kata Alia manja dengan mata berkaca-kaca.
Arga mengangkat sedikit kepalanya guna melihat wajah sang istri yang seperti ingin menangis.
"Muach, makanya gengsi itu jangan dibesarin," kata Arga dengan gemas mengecup bibir Alia.
Mengusap perut sang istri yang tengah tumbuh calon bayinya itu.
"Mas," panggil Alia di sela kegiatan Arga yang mengusap lembut perutnya.
"Hem," dehem Arga yang membuat Alia mencebikkan bibirnya tanya Arga ketahui.
"Mas Arga jangan perhatian ke Risa, ya. Biar aku aja," kata Alia berupa permintaan.
"Ck. Kalo kamu paksa pun aku nggak mau Dear," sahut Arga dengan nada dingin.
Alia tersenyum dan memejamkan matanya, pernahkah Alia katakan jika pelukan Arga sangat berpengaruh baginya. Selain memberikan rasa nyaman, berada di pelukan dan dekapan suaminya itu bisa menghadirkan rasa kantuk yang sangat sulit untuk ditahan, hingga berakhir dengan dengkuran halus dari bibirnya. Ia terlelap di pelukan Arga Arga yang masih setia mengusap perutnya lembut.
"I love you more Dear," kata Arga.
Mengecup kening Alia dan ikut memejamkan matanya. Menjadikan sebelah tangan sebagai bantalan untuk kepala sang istri.
***
"Nanti kalo Alvan datang, kamu mukanya biasa aja Dear. Nggak usah pake tampang sok imut kaya biasanya," ucap Arga sambil menyisir rambut Alia.
Entah kenapa pagi ini Alia begitu manja sampai minta disisir rambutnya oleh Arga. Dengan senang hati Arga mengiyakan saja.
"Sok imut gimana sih Mas? Muka aku emang tampangnya selalu kaya gini." Alia bersungut tidak mengerti. Sedangkan Arga sedikit berdecak.
"Ya pokoknya pasang muka datar aja nanti, jangan pake baju yang itu. Pundaknya kebuka, cari yang lebih tertutup," jawab Arga.
Alia menghela malas dan mengangguk saja. Setelah Arga selesai menyisir rambutnya pria itu menjepit sedikit poni Alia dengan benda mungil di samping telinga.
Alia berjalan ke lemari dan mengambil satu dress berlengan panjang dengan panjang sedikit di atas lutut.
"Yang ini bisa Mas?" tanya Alia seraya menunjukkan dressnya pada Arga.
"Coba pake dulu," jawab Arga.
Apa katanya coba? Pake coba segala. Seperti mau menikah saja, mencoba berbagai gaun pengantin. Meski begitu Alia tetap menuruti untuk mencoba gaunnya dan berdiri di hadapan Arga.
"Yang lain nggak ada Dear? Yang bagian kakinya ketutup," kata Arga sedikit protes.
Alia mencebikkan bibirnya dan mendengus kesal.
"Ada," jawabnya asal.
"Ya udah pake itu aja," jawab Arga sambil mengulum sedikit senyum.
"Adanya mukena, Mas mau bawa aku ketemu temen Mas pake mukena?"
Pertanyaan Alia membuat Arga mengusap wajah kasar dan menghela kasar.
"Ya udah. Itu aja, Dear," kata Arga sambil menggenggam tangan Alia untuk ia bawa ke luar kamar.
Tapi Alia menahan langkah Arga dengan tidak ikut melangkah.
"Kenapa Dear? Kamu mau ke kamar mandi dulu?" tanya Arga agak bingung.
Alia menggeleng, ia mendekat pada Arga dan merapikan dasi Arga, seraya menatap mata Arga dengan lembut.
"Janji, ya Mas. Nanti jangan lirik-lirik ke Risa. Aku cemburu secara dia pernah suka sama kamu dan mungkin susah banget menghilangkan rasa suka itu meski hanya sekedar obsesi, pokoknya aku cemburu kalo Mas respon Risa melebihi batas sebagai teman Karin," pinta Alia penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Tampan (Tamat)
RomansSEBAGIAN PART DIPRIVATE! FOLLOW AKUN AUTHOR DULU AGAR BISA BACA LENGKAP!!! Alia harus menahan pahit saat cintanya pada Arga, si duda tampan di awal pernikahan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Segala cara ia tempuh agar Arga mau menatapnya sebaga...