Lima Puluh

15.5K 721 6
                                    


***

"Tok"

"Tok"

"Tok"

Suara ketukan pintu membuat Alia dan Arga melempar pandangan satu sama lain. Keduanya kini tengah duduk santai di sofa rumah orang tua Alia. Mereka sedang berada di rumah Alia. Alia tiba-tiba ingin bermalam di sini dengan alasan ingin makan masakan Mbok Yem.

"Padahal ada bell, kenapa malah ketuk pintu, sih!" ujar Alia sedikit kesal.

"Mukanya enggak usah sebel gitu Dear. Mungkin aja itu orangnya enggak lihat ada bell. Biar aku bukain dulu ya,"

"Hem,"

Alia kembali fokus pada layar televisi yang menyuguhkan tontonan anak-anak yakni Upin-Ipin. Alia memang kerap kali menonton serial itu untuk menemani waktu luangnya.

Sementara Arga berjalan ke arah pintu dan membuka pintu yang diketuk dengan tidak sabaran.
Seorang wanita berdiri di depan pintu dengan membawa sebuah koper di sampingnya. Arga mengerutkan keningnya karena merasa kenal dengan wanita ini.

"Risa?" katanya.

Wanita yang ia panggil Risa itu mendongak dan menunjukkan senyum padanya.

"Assalamualaikum, Kang Arga."

Arga berdehem sebelum menjawab.

"Waalaikumussalam, kamu sama siapa ke sini Ris?" tanya Arga membuat wanita itu kembali tersenyum.

"Aku ke sini sendiri Kang. Mbak Alia yang udah kasih alamat rumah ini," jawab Risa dengan pelan.

Arga mengangguk dan membawa Risa untuk masuk ke rumah.
Mereka berjalan ke arah ruang tengah, dimana Alia sedang menonton sendirian.

"Mbak Alia," panggil Risa pelan tapi mampu membuat Alia memutar kepalanya hingga menatap pada Risa.

Wanita cantik itu tersenyum dan bangun dari duduknya. Menghampiri Risa.

"Ya ampun Risa. Udah sampe rupanya," kata Alia sembari memeluk Risa dan bercipika cipiki.

"Iya Mbak. Tadi aku ke sini diantar Pak Maman. Sodara Ayah," jawabnya.

"Ya udah, duduk dulu yuk."

Alia mempersilakan Risa untuk duduk bersamanya. Sedangkan Arga duduk di sofa laik sendirian.

"Dear kamu ada hubungi Risa sebelumnya? Atau ngajak ke sini karena memang kedatangan Risa?" tanya Arga membuka suara di sela-sela pembicaraan antara Risa dan Alia.

"Em, ya karena aku memang pingin ke sini Mas. Tadi pas kita baru nyampe, Risa chat aku katanya dia mau cari kerjaan di Jakarta," jelas Alia.

Risa tersenyum canggung pada pasangan suami istri itu.

"Kerja?"

Arga menaikkan satu alisnya. Alia mengangguk tanpa ragu.

"Emangnya Risa mau kerja apa di sini?" kata Arga menatap bingung pada Alia.

"Risa bisa kerja sama aku di sini. Rumah ini terlalu luas Mas, Mbok Yem sering kerepotan sendiri. Ya, aku tau Risa sedang hamil, tapi nanti dia cuma bantu-bantu Mbok Yem aja. Biar Mbok Yem juga ada yang temenin," kata Alia mengambil tangan Arga dan mengecupnya lembut.
Arga mengangguk.

"Terserah kamu aja, deh. Aku juga kasian lihat Mbok Yem yang kerepotan sendiri gitu," ujar Arga membuat Alia tersenyum senang.

"Makasih Mas," jawab Alia.

"Iya Dear. Aku ke kamar dulu ya, mau selesaikan kerjaan."

Arga meraih kepala Alia dan melabuhkan  kecupan di kening sang istri.

"Mbak Alia, makasih banyak Mbak udah kasih aku kerjaan. Aku nggak tau  harus gimana Mbak," kata Risa.

Alia tersenyum dan mengangguk.

"Em kalo boleh tau. Kenapa kamu minta kerjaan ke aku? Bukannya di Bandung kamu juga kerja ya, di kebun teh Oma?" tanya Alia hati-hati.

Dahinya mengernyit saat tiba-tiba Risa mengeluarkan bulir bening dari matanya. Wanita itu mengelus perutnya yang belum terlihat mengembung.
Risa menghapus air matanya dan menarik nafas panjang.

"Ayah nggak terima dengan kehamilan aku Mbak. Ayah bersikeras untuk gugurlah kandungan ini, tapi aku menolak dan akhirnya ayah usir aku."

Risa kembali tersedu dengan tangisnya. Alia tentu saja terkejut mendengarnya. Tidak tega, sedih, dan kasihan. Itu yang kini Alia rasakan.

Alia bergerak mendekati Risa dan mengelus pundak wanita itu.

"Risa, kamu lagi hamil. Jadi, enggak boleh stres. Kasian nanti yang ada di perut. Lebih baik sekarang kamu istirahat, ya. Udah malam, atau kamu belum makan? Kita makan dulu yuk."

"Nggak usah Mbak. Lagian aku juga enggak merasa lapar, kok."

"Mungkin kami enggak merasa lapar, tapi bayi yang ada di rahim kamu itu perlu nutrisi Ris. Dia juga butuh makan, kalau ibunya gak makan gimana sama dia nanti. Katanya kamu pertahanin dia," dengan lembut Alia berujar membuat Risa mendesah pelan dan perlahan mengangguk.

"Ya udah, yuk kita ke dapur. Aku juga tiba-tiba lapar lagi padahal tadi udah makan sama Mas Arga,"

"Bawaan bayi kali Mbak," sahut Risa sembari terkekeh pelan. Alia ikut terkekeh dan terus menyantap makanannya.

"Kamu kerjanya jangan yang berat - berat, ya. Aku udah bilang sama Mbok Yem supaya kamu di kasih kerjaan yang mudah aja. Dia ngerti kalau kamu lagi hamil," kata Alia yang diangguki Risa.

****

"Mas, besok kita pulang ke rumah?" tanya Alia pada Arga.

Mereka sedang berada di kamar. Hendak tidur tapi Arga masih berkutat dengan laptop yang ia taruh di atas kedua padanya. Alia menyandarkan kepalanya pada bahu Arga. Memeluk suaminya dengan manja.

"Em kayaknya lusa aja, deh Dear. Besok Alvan ke sini. Ada hal yang harus aku omongin sama dia," jawab Arga sambil terus mengintruksi jarinya pada keyboard laptop.

"Alvan temen Mas?"

"Kamu kenal?"

"Aku tau dia, tapi kita enggak saling kenal. Mama yang kasih tau waktu itu," ucap Alia dengan mata ikut mengarah pada laptop suaminya, meski ia tidak paham.

"Ketemu di mana?"

"Di mall. Dia sapa Mama tapi enggak nyapa aku. Padahal aku cantik waktu itu,"

"Berharap disapa? Kenapa enggak nyapa duluan?" sahut Arga dengan nada yang sudah tidak enak didengar.

"Ya buat apa aku nyapa? Toh dia enggak ada kepentingan sama aku," jawab Alia mulai ketus.

Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang